Geng karena chapter ini paling panjang—sepanjang kisah cinta yang ujungnya gak tau mau dibawa kemana, jadi aku bagi 2 part ya geng
Dan satu lagi hayati paling gak kukuat kalau di rayu rayu, so here it is double update dengan part yang menjuntai macem rambutnya rapunzel 👸
Dengan taburan sihir ala mother Gothel 'you'll stick around to its end on this book geng !!' hoho~
Oh iya tewrimakasibanyak team bavoment 😘😘😘
—————————
“berhenti dulu ra”
“berhenti dimana dok?”
“di depan”
Aku buru-buru menghentikan mobil SUV dipta dan langsung menghadap dipta khawatir “dok are you feeling better?”
“better” meliriku “never better than this” lalu tersenyum
Dipta membuka jendela dan udara dingin pegunungan yang segar memasuki mobil kumatikan AC mobil dan membuka kaca jendela dipinggirku
Jalan menuju puskesmas melewati perekebunan sayuran dan pinus yang masih hijau dan masih jarang pemukiman warga. Jam yang menunjukan angka 1 siang hari-pun tidak membuat kabut yang menyelimuti setengah pegunungan ini pergi, suara kicau burung dan suara alam selalu membuatku terhipnotis betah menatapnya lama.
“orang-orang didaearah ini masih belum pada aware ya dok tentang kesehatan ibu dan anak padahal penting banget untuk USG sebelum melahirkan”
kuingat tadi ada ibu-ibu yang marah-marah ketika kita menganjurkan ibu tersebut untuk dilakukan USG karena posisi kepala bayinya yang masih berada di atas padahal sudah memasuki usia kehamilan yang matang.
Padahal USG kehamilan tidak hanya melihat jenis kelamin untuk sijabang bayi, yang lebih penting adalah untuk melihat posisi bayi, posisi bali dengan ari-arinya dan cairan ketuban.
“mereka masih percaya paraji soalnya ra”
“iya, sudah ada komplikasi aja baru ke puskesmas, yang jadi telat penanganan yang akhirnya selalu menyumbang Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi makin tinggi”
“makannya penting untuk memberikan penyuluhan”
“tadi aja pas penyuluhan boro-boro ngedengrin dok, yang ada pada ngegosipin dokter dipta”
“ngegosipin?” dipta bertanya sambil melirikku
“kataya dokter dipta gantengnya ngalahin pemain sinetron kejar tayang, duh dasar buibu tetep aja ya liat yang ganteng mah pada suka”
“kamu suka gak?” pertanyaan dipta yang ambigu kulihat dipta yang matanya kembali betah menatap gunung dihadapannya
“apanya dok? Gunungnya ?” tanyaku sambil melihat kearah yang dilihat dipta
Dipta tiba-tiba membalikan badannya dan melihatku, aku yang terkejut langsung memundurkan badanku menghimpit pintu mobil
Dipta tersenyum menyandarkan badannya ke kursi “at least kita sudah coba kasih penyuluhan ra”
“iya dok tapi kesel juga ya kalau kita berusaha tapi orang-orangnya pada cuek dan malah menghindar gak ikut penyuluhan” aku menghela napas lelah
“sama saya juga kesel lihat kamu cuek sama ngehindar terus” dipta berkata pelan yang kepalanya sudah melirik kembali menatap gunung
Hah?
Aku bungkam tak ingin lagi berbicara salah-salah nanti aku lagi yang mendapat serangan jantung. Oke dipta tahu aku menghindarinya tapi aku juga tidak tahu alasan aku menghindarinya karena apa...
Oh.yeah.right! dipta merupakan kriteria yang harus dijauhi versiku.
“samakan tenangnya kaya henderson waves?” dipta kembali berbicara setelah diam cukup lama
“iya dok seger, sama-sama bikin tenang, kalau deket bisa jogging tiap hari disini” jawabku memberikan jawaban yang aman sambil menyandarkan tubuhku kembali pada kursi
“iya tenang sebelum kamu kabur” salah lagi gusti.
aku seperi diingatkan kembali kemasa kelam mengenaskan kecanggungan dilevel teratas peradabanku, kenapa dipta selalu pintar memojokanku sih ga enak body nih jadinya“bukan kabur dok, mules” iya mules lihat kelakuan situ yang semanis sodium
“saya kira saya sudah lewati tahap 2 untuk membangun hubungan nyatanya saya masih di awal, susah sekali ya ra..”
kepalanya bersandar kembali“maksudnya dok?” tuhan kenapa aku tidak pintar bahasa pengkodean manusia
“perkenalan-pendekatan-lamaran-menikah” dipta kembali menatapku
Aku sudah pasti membatu, memutih, menipis dan siap diterjang angin. Aku mengalihkan pandanganku dari dipta mencari-cari alasan untuk tidak menjawab akhirnya tatapanku jatuh kearah belakang mobil yang ternyata terdapat roti bakar yang tadi aku beli
“saya tadi beli roti bakar dok? Dokter mau? saya ambil ya?”
“astaga ra..” dipta menyugar rambutnya dan mengusap mukanya kesal “saya aja yang ambil!”
Jangan pikir aku tidak mengerti hanya saja sekali lagi aku tidak tahu harus mengatakan apa disituasi seperti ini.
Aku terlalu takut menghadapi dipta, terlalu takut mendengar isi hati dipta yang sebisa mungkin aku tepis kalau ternyata mungkin saja dipta menyukaiku
Dipta berada diposisi tertinggi yang kau mimpi bersanding dengannya saja bisa membuat kau sakit hati, dipta dikelilingi wanita yang siap menyerahkan diri dengan muka layaknya bidadari. Dan aku? Tidak usah berharap tinggi aku cukup tahu diri dan berbesar hati.
Mungkin benar apa yang dikatakan Ibra kalau aku jomblo berakar yang gagal tunas dengan kisah percintaan layaknya perdarahan akibat keguguran—iya sebelum tumbuh, aku gugur duluan duh~
Sisa perjalanan pulang terasa sungguh sangat canggung dipta seakan menutup mulutnya rapat, kenapa dia seperti anak kecil yang sedang merajuk sih !
Bersyukur ketika pulang jalan tidak terlalu macet dipta meminta tolong mengantarkan kerumahnya, aku menatap heran pada 1 mobil terparkir dipelataran rumah dipta, tak ingin terjadi spekulasi yang menyebabkan jantungku jatuh ke usus 12 jari seperti tempo lalu aku pamit kepada dipta
“saya langsung pulang ya dok, ini kunci mobilnya”
“masuk dulu”
“sudah sore dok, dokter istirahat aja, kayanya lagi ada tamu juga, ini kuncinya dok”
Dipta masih enggan menerima kunci mobilnya, lah buat aku saja ? sungguh aku tidak akan menolokanya kalau dipta mau memberikannya padaku
“masuk ra, nanti saya antar” hell-No
“gak usah dok saya pulang aja ya dok?” pintaku yang selalu tidak didengar oleh dipta, aku mulai curiga sepertinya tingkat kepekaan dan kepedulian dipta ada di tingkat minus
Dipta langsung berbalik menuju pintu rumah, kesal aku coba meninjunya diudara yang tiba-tiba dipta berbalik “uh-wow banyak kupu-kupu disini ya hehe”
“sini cepetan, cito!”
“iya-iya!”
Dan kenapa aku seperti selalu tersihir dengan kata-kata cito sih? Apa karena mata pelajaran yang dulu membahas kata cito yang harus wajib dilakukan secepat mungkin? Atau memang karena dokter dipta yang mengucapkannya?
Sepertinya jiwaku memang sudah melekat dengan kata babunya
KAMU SEDANG MEMBACA
CITO!
General Fiction"pesen makan cito!"- dr. Pradipta Erlangga Fahlevi, SpOG (K) "Jadi yang cito pesen makan apa operasi dokk ?!!!" - kacung sejawat tenaga kesehatan ( bidan ) Tentang keseharian Ramania bidan yang menjadi kepala ruangan di ruang bersalin. Dan.. Pradi...