Chapter 23 (part 2)

13.5K 1.5K 102
                                    

Rumah mahal ini bahkan tidak ingin kulihat isinya, biasanya aku sangat tertarik dengan home decor namun aku seperti kehilangan minatku bila memasuki rumah dipta

“sayang kamu udah pulang?” tanya seorang perempun—cantik, yang keluar dari arah dapur. Perempuan yang tampak muda dan anggun ini mirip sekali artis ibu kota auranya begitu mengintimidasi kecantikannya menguar menari-nari, siapa dia?

Oh.my.god pacarnya dokter dipta bukan sih?!!!

“kapan datang?” dipta bukannya menjawab malah kembali bertanya, perempuan tadi mencium kedua belah pipi dokter dipta dan terkahir dipta yang memeluk perempuan itu begitu sayang

Double shit! poor my innocence ~

Untung aja gue tahu diri kan!

“baru saja, kamu udah makan sayang?” perempuan tadi melirikku seakan baru sadar ada seonggok buntelan debu yang mengambang tak kasat mata

Seketika perempuan itu membulatkan matanya dan mulutnya yang menganga lebar ia tutup dengan kedua tangannya, melirikku kemudian melirik dipta yang sedang sibuk mencari-cari sesuatu didalam kulkas

Aku yang ditatap layaknya orang gila yang salah masuk merasa kikuk, kenapa perempuan ini? Astaga jangan-jangan dia mikir aku cewek apalah-apalah

“emh.. siapa?” tanyanya melirik dipta kemudian melirikku lagi, wajahnya jangan ditanya, dia melihatku seperti wanita pelakor yang siap ditaburi uang recehan

Tak ingin terulang kembali kesalahpahaman yang berbatas spekulasi, dipta yang sudah menutup kulkas megeluarkan 2 botol minuman dingin ditangannya sudah membuka mulutnya bersiap menjawab pertanyaan dari perempuan tadi yang cepat-cepat aku sela

“selamat sore mbak, saya ramania. Itu saya bidan di rumah sakit dokter dipta, bukan siapa-siapa mbak, bawahan dokter dipta, suka gak sengaja disuruh membantu sedikit keperluan dokter dipta” ku garuk sekali lagi keningku yang tidak gatal, melihat kearah dipta dan perempuan cantik didepanku secara bergantian

Lah kenapa pasangan ini? Ko pada diem

“mbak?” dipta melirikku kemudian ke perempuan tadi yang sama mimik mukanya menunjukan keheran diambang batas, dipta menyimpan botol air dingin di meja dihadapanku, meghampiriku kemudian jarinya terayun kehadapan mukaku dan menjentikannya dikeningku rasanya? Wow masih sama rasanya! dipta melirikku sebentar, mengusap kepalaku dan berlalu sambil tersenyum lucu.

Kulirik langsung perempuan tadi yang masih memandangku dengan membulatkan matanya

Mampus! Ini aku sedang tidak dalam acara settingan dokter dipta kan? Yang minta dijauhkan dari perempuan, Yang judulnya bisa ‘kekasih bayaran’ ‘pacar pura-pura’ yang akhirnya aku disiram air, kutatap nanar botol yang ada dihadapanku yang sudah disiapkan dipta

Dan kenapa dipta selalu meninggalkan aku disini sendiri? si cicak buntung itu tak kasihankah melihatku seperti layangan yang terbang tanpa arah ini, kulirik kembali perempuan tadi yang masih menatapku kemudian duduk di kursi meja makan

“saya semuda itu ya?” tanyanya pelan seakan pertanyaannya ditunjukan kedirinya sendiri sambil tersenyum lucu seperti dipta

“ramania bukan? Duduk sini” Eh ko tahu?

Aku kembali menatap botol minuman dihadapanku, jadi kira-kira ketika botol ini beralih tangan ke perempuan ini apakah aku harus mengindar atau membiarkannya?
Aku harus menutup mata didetik keberapa supaya air dari botolnya tidak merusak mataku yang indah? Jarak dari wanita muda yang dihalangi meja berkisar satu meter, air yang ditampung 600 ml ditambah sentakan amarah yang anggun mungkin dengan kecepatan aliran 0,25 ml perdetik bisa jadi sampai muka ku didetik ke 3. Oke!

CITO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang