SL 8 | Nostalgia

1.7K 175 18
                                    

"Allah itu maha pembolak-balik hati. Jangan sampai kamu merasa begitu yakin sampai mendahului takdir Allah dalam membenci dan mencintai sesuatu."
.
.
.
|N O S T A L G I A|
@MEGAMF_

Minggu ini aku memutuskan untuk lari di sekitar perumahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Minggu ini aku memutuskan untuk lari di sekitar perumahan. Tadinya aku mengajak Ara dan Nayla, tapi Ara bilang hari ini ia akan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dosen sejak minggu lalu. Sedang bumil cantik itu tidak bisa datang karena tidak ada yang mengantar. Mas Arkan memang tidak mengizinkan Nayla keluar rumah menggunakan angkutan umum, apalagi sejak Nayla mengandung anaknya. Sikap posesif Mas Arkan pun seketika terlihat.

Yasudah, jadinya aku sendirian sepanjang perjalanan. Hingga aku memutuskan untuk memasang aerphone di telinga, agar tidak benar-benar terasa sendirian.

Perumahan ini memang sepi. Makanya aku tidak memiliki banyak teman kecil. Selain di sekolah, teman kecilku hanya Ilya dan Ilham.

Tali sepatuku lepas, bertepatan di dekat lapangan yang lumayan ramai. Aku hampir saja mengira bahwa hanya aku yang lari pagi ini. Tapi ternyata di sini mereka semua berkumpul. Kebetulan ada tempat duduk tak jauh dari tempatku berdiri, aku langsung menepi seraya membetulkan tali sepatu. Sekalian meneguk air mineral yang kubawa.

Aku mengerutkan kening saat melihat ada kerumunan orang di tepi lapangan. Sepertinya ada masalah atau sejenis perkelahian. Tadinya aku tidak tertarik memperhatikan lebih lama, namun saatku beranjak dari kursi, penglihatanku tak sengaja menangkap wajah seseorang yang tak asing.

Aku menyipit, sekali lagi.

Aku yakin tidak salah lihat. Itu Ilham.

Dengan rasa penasaran yang begitu kuat, aku mencoba mendekat. Tapi tentu saja sembunyi-sembunyi agar tak terlihat oleh Ilham.

Aku berdiri di belakang lelaki yang memiliki bobot tubuh sekitar 80-90 kilogram. Sehingga tubuh mungilku ini terhalang oleh tubuhnya. Aku bisa melihat dengan jelas sekarang.

Ilham sedang mencoba melerai perkelahian antar remaja yang sama-sama memegang erat sepedanya. Aku melangkah tiga kali lebih maju, agar dapat mendengar dengan jelas percakapan mereka.

"Jadi, sudah selesai kan masalahnya? Sekarang maaf-maafan." Suara Ilham tidak digubris sama sekali oleh kedua bocah itu. Yang ada, wajah mereka malah semakin memerah menahan amarah. Mereka saling menajamkan tatapan, seolah dengan tatapan itu mereka bisa saling membunuh.

"Lo gak tau seberapa lama gue nabung buat dapet sepeda ini!" Tiba-tiba remaja lelaki yang memegang sepeda berwarna biru itu berteriak. Suaranya terdengar bergetar, aku juga memperhatikan tangannya yang sudah mengepal pada pegangan sepeda.

Skenario Langit |Revisi-On Going|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang