1

164 14 3
                                    

Memasuki minggu ketiga di bulan September, suhu udara di New York hampir selalu konsisten bertengger di angka 50 derajat Fahrenheit. Dari kacamata manusia yang lahir dan terbiasa hidup di iklim tropis seperti Dilan, suasana musim gugur di negeri Paman Sam ini tidak ubahnya seperti cuaca di Lembang atau Puncak menjelang subuh—berkabut, dingin, sering diguyur hujan—yang berlangsung terus menerus selama tiga bulan.

Di depan pintu masuk gedung apartemen yang belum satu tahun ia tempati, Dilan langsung membuka masker putih yang membalut setengah wajahnya. Masih segar dalam ingatannya tentang tetangga wanita yang kerap kali mempertanyakan kebiasaannya memakai surgical mask di tempat umum—apakah ia sedang sakit? Seganas apakah virus yang hinggap di tubuhnya hingga ia selalu memakai masker? Apa betul masker telah menjadi salah satu bagian dari gaya berbusana yang sering ditemukan di negara Asia? Akankah ia tetap memakai masker meski sudah berada di dalam apartmennya sendiri?

Awalnya Dilan hanya mengerutkan keningnya sedikit lalu refleks berkelah menggunakan alasan "cuaca New York kadang kurang bersahabat dengan badan Asia" atau alasan-alasan klise lainnya—terlepas dari fakta bahwa ia sudah hampir tujuh tahun tinggal di New York dan Mrs Agnes adalah satu-satunya warga lokal yang bertanya dengan tatapan penuh selidik. Memakai masker bedah di tempat umum memang bawaan budaya Asia sebagai bentuk proteksi dari penyebaran virus, sementara Dilan menggunakannya untuk menghindari angin kencang yang sering membuat sinusnya kambuh.

Lelaki berambut lurus itu tidak ada masalah menjawab rentetan pertanyaan—yang cenderung intrusif—dari tetangganya itu, tetapi lambat laun dia capek juga harus menjelaskan dirinya sendiri setiap kali mereka berpapasan di dalam gedung. Terlebih lagi wanita itu sudah berusia kepala enam, membuat Dilan sungkan untuk bersikap acuh.

Ketika Dilan menceritakan hal ini kepada Rangga, pacarnya itu hanya mendengus pelan.

"Itu bentuk basa-basi dia, tidak usah terlalu dipikirkan. Selama saya tinggal sendirian dulu sih, dia kalem-kalem aja." Rangga yang sedang berdiri di depan tempat cuci piring tidak melepaskan pandangannya, serius menyabuni bekas piring dan mangkuk yang kotor dengan sisa makan malam mereka. "Mengingat saya tidak akan ragu-ragu mendiamkannya berdiri sendirian, mungkin dia memilih penghuni baru yang polos dan baik hati untuk diintimidasi secara pasif-agresif agar kamu merasa tidak nyaman tinggal di sini."

Dilan langsung melempar punggung lelaki yang lebih jangkung dengan bantal sofa. Ia gemas sekali dengan jawaban Rangga yang alih-alih memperbaiki hubungannya dengan Mrs Agnes, malah mengubahnya menjadi argumen sinis tak berdasar terhadap salah satu tetangga mereka.

Alhasil, sekarang seolah-olah ada alarm otomatis di benak lelaki berusia 24 tahun itu untuk mencopot maskernya ketika sampai di dalam gedung apartemen. Terlepas dari pertanyaan Mrs Agnes adalah bentuk tindakan homofobik implisit atau yang bersangkutan emang kurang ahli dalam urusan basa-basi, Dilan menganggap tidak ada salahnya mengalah untuk menjaga hubungan baik dengan tetangga yang lebih tua (yang hanya bisa ditanggapi Rangga sambil mengangkat bahu, "Terserah kamu aja, Lan.")

Dilan menyelusuri tangga menuju pintu apartemen studio Rangga—di atas kertas, Rangga masih menjadi penyewa tunggal apartemen ini dan Dilan berstatus sebagai sub-tenant—dengan langkah santai. Waktu menunjukan pukul 5 sore, berarti Dilan masih memiliki beberapa jam sebelum tenggat waktu untuk menyelesaikan kerjaan freelance-nya. Keputusannya untuk mengambil freelance di sela-sela waktu studi masternya itu juga terkait dengan keputusannya untuk tinggal bersama kekasihnya pada pertengahan tahun lalu.

Rangga menolak tawaran Dilan untuk membagi tagihan sewa dengannya, bersikukuh bahwa dirinya tidak bisa menerima uang—yang secara teknis—berasal dari orang tua Dilan. Padahal menurut Dilan, membayar setengah uang sewa kepada sang kolomnis tidak ada bedanya dengan membayar uang sewa ke landlord apartemen biasa. Lagipula, orang tuanya memang sengaja mengirimkan uang saku bulanan yang sudah mencakup biaya sewa tempat tinggal, kok. Rangga saja yang gengsinya tinggi, protes pacarnya yang lebih muda itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 23, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LakunaWhere stories live. Discover now