Class 3 -

3.4K 198 1
                                    

"Ayah. Apa maksudnya dengan Earl tinggal disini?" Oh, aku tahu persis apa yang ayah katakan. Aku hanya berharap ayah salah bicara atau apapun itu. Yang benar saja! Bagaimana bisa ayah meminta seorang lelaki untuk tinggal serumah dengan anak gadisnya? Meskipun disini ada banyak orang, tapi tetap saja! Memalukan!

"Bukankah sudah jelas. Ayah ingin kalian setidaknya mencoba saling mengenal. Jadi Earl harus tinggal disini. Bagaimana raja dan ratu Northen, apa kalian setuju?" Tanya ayah tanpa memperhatikan tatapan protesku.

Ratu Esme langsung mengangguk setuju. Jujur saja aku tidak suka padanya. Dia bahkan tak repot-repot untuk menyembunyikan ketertarikannya pada perjodohan ini hanya karena kerajaan kami akan membawa keuntungan bagi Northen.

"Tapi yang mulia Raja, itu tidak perlu, saya akan sering kemari untuk memberikan kelas bagi para calon pangeran, jadi aku dan Emily tetap akan sering bertemu. Tidak perlu mengkhawatirkan hubungan kami. Tentu saja kami akan mencoba untuk menjadi lebih dekat." Earl terlihat membujuk. Sepertinya dia juga merasa tidak nyaman dengan ide Ayah.

Tentu saja! Siapa yang akan nyaman dengan hal aneh yang di ajukan Ayah? Ini kehidupan nyata! Bukan cerita kacangan tentang muda mudi yang harus hidup serumah dan akhirnya saling jatuh cinta. Atau memang itu yang direncanakan Ayah?! Hah! Coba saja. Aku bukan gadis melow yang mudah tersentuh dengan hal-hal manis yang dilakukan laki-laki.

"Terserah padamu Pangeran Earl." Jawab Ayah. "Tapi.. Jika kamu tidak tinggal disini, berarti tidak akan pernah ada Prince academy." Uhh, sepertinya Ayah tidak bisa dibantah kali ini.

Aku mengedip pada Earl memberinya kode untuk menerima syarat Ayah. Lagipula, apa yang akan terjadi jika Earl tinggal disini? Semuanya tidak akan berjalan seperti harapan mereka.

Earl hanya mengendik pasrah. Sepertinya ini diluar perkiraannya.

"Baiklah Ayah, kami akan menerima syaratmu." Jawabku halus. Tidak ada salahnya menjadi patuh kan? Toh Aku tidak akan jatuh -dalam perangkap- cinta yang disiapkan Ayah.

"Bagus." Ucap Ayah puas dengan jawabanku.

"Earl akan tinggal di kamar yang bersebelahan dengan kamar Emily. Agar kalian cepat akrab." Tambah Ayah yang sukses membuatku tersedak.

Gigih sekali Ayah sampai menyandingkan kamar kami berdua. Heh!! Apa sebenarnya yang Ayah harapkan agar terjadi.

Weitss!! Kalian jangan berpikir macam-macam. Jangan lupa ini ISTANA. Jangan membayangkan kalau kamar kami bersebelahan berarti setiap membuka pintu kami akan saling bertemu karena pintu kami bersebelahan. Kalian harus tahu. Kamarku bahkan lebih luas dibandingkan lapangan futsal. Dan jarak dari satu pintu ke pintu lainnya terpaut beberapa meter. Jadi sebenarnya percuma saja menyandingkan kamar kami. Tidak akan ada efeknya. Tidak akan!

"Kalian buatlah rancangan detail untuk sekolah yang ingin kalian buat. Kita akan segera realisasikan ide kalian." Jawab Ayah memenuhi keinginan kami.

"Baik." Jawabku dan Earl bersamaan. Meski nada suara Earl terdengar tidak antusias.
"Dan besok kita akan membahas masalah bangsawan dan rakyat biasa yang belum terselesaikan. Emily, pikirkan dengan baik perkataan ayah tadi." Kata ayah dengan memandangku dalam. Tatapan yang arif namun penuh kekhawatiran. Kadang aku merasa sedih mengapa aku terlahir sebagai perempuan. Meski Plenamory sudah tidak ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Tetap saja, pandangan umum bahwa laki-laki lebih dapat diandalkan itu tidak bisa hilang begitu saja. Bahkan aku sendiri pun mengakui hal itu. Sekuat apapun aku berusaha, sekeras apapun aku berlatih. Tetap saja ada beberapa hal yang tidak mampu ku kuasai dengan baik. Dan itu... membuatku frustasi!!!
"Baik ayah." Jawabku singkat

"Kalau begitu kami akan meninggalkanmu disini nak. Besok Ibu akan mengirimkan pakaian dan pengawal pribadi untukmu." Kata Ratu Esme dengan nada bahagia yang tidak berusaha ditutupinya. Illfeel-ku padanya naik satu derajat setiap mendengar perkataan yang keluar dari bibirnya.

Earl hanya mengangguk tanpa minat. Dia tampak sedang berpikir keras. Sepertinya dia benar-benar tidak nyaman dengan syarat yang diajukan Ayah.

"Jaga sikapmu selama disini Earl. Bagaimanapun juga kamu adalah wajah Northen. Kamu harus bisa menjaga wibawa negara kita." Pesan Raja Arthur sebelum berdiri.

"Baik ayah." Jawab Earl singkat. Dia terlihat tidak ingin ditinggal sendirian disini.

Ratu Esme memeluk Earl dengan senyum puas terkembang diwajahnya. "Berusahalah untuk menjadi dekat dengan putri Emily Earl." Bisik Ratu Esme. Namun cukup keras sampai aku yang berdiri berseberangan bisa dengan jelas mendengarnya. See? Kepribadiannya memang benar-benar tidak menyenangkan. Bukankah dia seorang ratu? Bukankah seharusnya dia lebih menjaga sikapnya? Apalagi sekarang dia sedang bertamu di negara tetangga.

Sekarang giliran Niall, adik Earl, yang memeluk kakaknya dengan hangat. Dia tidak banyak bicara seperti raja Arthur. "Jaga diri kak. Sering-seringlah pulang. Aku akan kesepian tidak ada dirimu diistana.." Ucap Niall Hangat. Kepribadiannya sangat tenang dan hangat. Terlihat sekali kalau hubungan kakak-adik itu terjalin cukup baik.

Tiba-tiba aku merasa sesak. Aku iri. Aku selalu ingin punya saudara. Melihat mereka yang begitu dekat satu sama lain. Aku juga ingin punya adik yang memelukku dengan hangat seperti itu. Atau setidaknya kakak yang selalu ada untukku...

Rombongan Northen itu akhirnya pamit dengan senyum bahagia penuh harapan. Terserahlah. Yang jelas perjodohan ini tidak akan berhasil! Tidak akan.

"Ikut denganku." Kataku pada Earl setelah kami selesai mengantar keluarganya sampai di gerbang. Aku sama sekali mengabaikan Ayah dan Ibu. Biar saja! Siapa suruh menjebakku dalam perjodohan konyol seperti ini. Untung saja Earl tidak seburuk dugaanku. Kalau iya, pasti Aku akan langsung meledak sekarang.

Earl hanya mengikutiku dalam diam. Seperti yang kukatakan tadi. Dia tampak berpikir keras sampai dahinya berkerut dalam. Jelek sekali dia saat sedang berpikir. Huh.. Tidak elegan sama sekali.

Aku membawanya kembali ke tepi kolam di samping kamarku. Ini memang tempat favoritku. Menenangkan dan cocok untuk berpikir. Apalagi untuk menyusun strategi seperti saat ini.

"Sudah dapat ide? Apa yang harus kita lakukan?" Tanyaku to the point.

"Belum." Jawabnya singkat. Dan Earl kembali tenggelam dalam pikirannya.

"Sudahlah tak perlu dipikirkan terlalu keras. Tak ada ruginya kamu tinggal disini. Toh kita sudah saling terbuka, jadi rencana orang tua kita tidak akan berhasil. Meskipun Ayah sampai bertindak sejauh ini, Tak akan ada bedanya karena kita berdua sudah sepakat kan." Kataku ringan. Aku yakin dengan diriku sendiri. Meski Earl tidak buruk, bukan berarti aku akan semudah itu jatuh cinta. Oh tolonglah! Aku ini Emily. Princess Emily. Butuh lebih dari sekedar Earl untuk membuatku bertekuk lutut dihadapan seorang pria.

Earl memandangku tajam. "Apa kamu sedikitpun tidak bisa menebaknya?" Tanya Earl menggantungkan kalimatnya. Wajahnya tampak menyedihkan. Seperti wanita yang sedang menahan tangis.

"Menebak apa?" Tanyaku tak mengerti.

"Kamu pikir kenapa aku menolak perjodohan ini sampai memikirkan ide briliant seperti Prince Academy?" Tanyanya tak sabar. Terlalu terbawa emosi menurutku.

"Karena kita masih terlalu muda?" Jawabku tak yakin. Rona wajahnya memerah. Entah apa yang sedang berkecambuk didalam pikiran Earl. Tapi sekarang dia terlihat cengeng dimataku.

"Salah! Aku menolak karena aku sudah punya PACAR Emily. Kenapa kamu sangat tidak peka hah?!" Jawab Earl penuh emosi.

Rasanya seperti mendengar petir ditengah hari!!!

Bukan! Bukan karena pengakuannya. Tapi karena perubahan sikapnya yang sangat cengeng itu. Kemana perginya Earl yang tadi sempat membuatku kagum dengan pemikirannya? Dia tidak lebih dari pemuda cengeng yang sangat mengagungkan cinta!!!

"Hah..." Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku. Aku benar-benar tidak tahu harus berkomentar seperti apa.

"Apa kamu kecewa padaku?" Tanya Earl memandangku lekat.

"Sedikit.. Sekarang aku merasa "dimanfaatkan" olehmu." Jawabku jengah. Kupikir dia sepemikiran denganku. Ternyata semua ini hanya demi kisah cintanya sendiri.

"Maaf.. Tapi rencana ini tetap menguntungkan kita berdua kan? Tidak ada bedanya aku punya pacar atau tidak, karena kita tidak ada niatan untuk Bersama. Jadi.. Percayalah. Aku bukan orang yang akan memanfaatkanmu untuk kepentinganku sendiri. Kita akan berusaha Bersama sampai ini berakhir." Jawabnya mencoba menenangkanku. Yah... Sebenarnya memang tidak ada bedanya dia punya pacar atau tidak, aku hanya merasa... dikhianati? Karena dia tidak mengatakannya dari awal.

"Baiklah. Kita lakukan saja sesuai rencana kita." Jawabku datar. Hahh. Hari yang panjang dan berat. Cukup berat sampai badanku terasa sakit semua. Aku ingin segera kembali ke kasurku yang nyaman.

"Ayo masuk. Sepertinya ruanganmu sudah selesai disiapkan." Earl hanya mengangguk ringan dan mengikuti langkahku masuk ke dalam menuju kamar kami masing-masing. Kami berjalan dalam diam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. Dan aku yakin. Earl sedang meratapi nasibnya yang tidak bisa bersama dengan kekasih tercintanya. Hahh... Kekanakan!

"Selamat malam." Kataku ketika kami berhenti di depan kamarku. "Kamarmu tepat disebelahku. Selamat beristirahat." Sekali lagi. Earl hanya mengangguk dan kembali berjalan menuju kamarnya. Apa-apann itu? Bahkan dia tidak menjawab ucapan salamku. Sangat tidak sopan!

*************

Aku berguling-guling di tempat tidur. Mataku sedikitpun tak mau terpejam. Perjodohan ini benar-benar mengusik ketenangan batinku. Sebenarnya apa yang ada di benak orang tuaku? Dan lagi si Earl itu! Ku pikir dia berpikiran sejalan denganku. Huh! Ternyata hanya karena dia sudah punya pacar makanya dia berusaha keras untuk menolak perjodohan ini. Tentu saja. Tidak ada alasan bagi Northen untuk menolak perjodohan ini karena memang sangat menguntungkan bagi mereka. Bodohnya aku yang sempat terpesona padanya.

Asal saja aku memainkan handphone. Kukirimkan pesan singkat pada sahabatku, Liz. Jangan bilang aku gaptek atau kampungan karena masih menggunakan cara lama ini. Keluarga kerajaan memang tidak diperbolehkan memakai media sosial APAPUN! Karena menurut mereka itu rawan pembajakan dan manipulasi. Sedangkan kami harus menjaga reputasi dan wibawa. Ya ya, aku sampai mendengar desahan kalian. Ribet kan menjadi anggota kerajaan? Memang sangat ribet dan mengikat. Terkadang aku sampai tak bisa bernafas karena semua aturan ini.

-Sudah tidur Liz?- Well, memang basa-basiku garing. Tapi memang aku benar-benar tidak tahu harus menulis apa. Aku hanya butuh teman bicara. Dan hanya Elizabeth lah yang ku punya sekarang.

-Apa kamu tidak tidak punya jam Em? Ini jam 1 pagi. Tentu saja aku sudah tidur. DARI TADI.- Balas Elizabeth.

-Baiklah-baiklah. Sampai jumpa di kampus besok.- Ku akhiri pembicaraan kami yang bahkan belum di mulai. Memang percuma mengganggunya di jam begini. Dia itu putri tidur, tak ada yang bisa menyita waktu tidurnya barang sebentar pun.

*********

"Bagaimana tidurmu semalam? Kamu tampak pucat." Sapaku pada Earl. Aku terbiasa bangun pagi dan selalu menyempatkan diri duduk-duduk di taman sebelum sarapan. Ternyata Earl sudah lebih dulu ada disini.

"Belum begitu nyaman. Aku bukan tipe orang yang mudah menyesuaikan diri." Jawabnya sembari tersenyum. Sepertinya suasana hatinya sudah lebih baik dari pada semalam.

"Apa kami perlu mendekorasi ulang kamarmu agar sama dengan kamarmu di Northen?" Tanyaku. Ini bukan basa-basi. Aku ini putri. Apa yang tidak bisa kuperbuat? Meskipun dengan cara menyuruh orang lain.

"Tidak perlu, aku akan baik-baik saja setelah beberapa hari." Jawabnya sopan dan manis. Kalau dilihat-lihat, dia itu flower boy. Dia lebih terlihat cantik daripada tampan. Ah, istilah cantik sepertinya berlebihan. Manis lebih tepat untuknya. Ya, pemuda manis. Hem, cocok juga.

"Oh iya, bagaimana dengan kuliahmu?" Tanyaku lagi.

"Untuk sementara waktu aku akan cuti dulu, Selanjutnya...." Earl tidak menyelesaikan kata-katanya.

"Selanjutnya?" Tanyaku penasaran.

"Aku belum tahu. Aku harus memastikan dulu berapa lama aku akan tinggal disini, baru aku bisa mengambil tindakan." Jawabnya.

"Hem, benar juga. Baiklah, ayo sarapan dulu. Aku sudah terlambat untuk ke kampus." Ajakku. Earl hanya mengangguk kecil dan kami mulai berjalan.

"Bukankah tidak apa-apa kalau kamu terlambat. Tidak akan ada yang menegurmu kan?" Ucap Earl.

"Memang benar. Tapi citraku sebagai putri raja akan hancur karena hal sepele itu." Jawabku cemberut. Memang gampang-gampang susah menjadi diriku. Disatu sisi, kita mempunyai kekuasaan dan dihormati, namun dilain sisi kita tidak bisa menikmati hak-hak istimewa yang kita miliki. Jadi sebenarnya percuma saja.

"Hahaha, benar juga. Kadang-kadang aku merasa bahwa kehidupan ini menyedihkan." Kata Earl

"Benar." Jawabku singkat karena kami sudah tiba di ruang makan. Ayah dan Ibu sudah menunggu kami.

"Duduklah disini Earl." Kata Ibu.

Apa-apaan itu. Siapa sebenarnya yang anak ibu? Mentang-mentang ada menantunya, jadi dia yang di anak emaskan. Oh, bahkan Earl belum menjadi menantunya. Ups, salah. Maksudku, TIDAK akan menjadi menantunya.

Earl hanya menurut dan duduk di sebelah Ibu. Aku sendiri duduk di depan Ibu, tepat disamping Ayah. Sebenarnya aku lebih menyukai makan di meja kecil bundar. Agar kami lebih dekat satu sama lain. Tapi hal itu tidak diperbolehkan. Semua harus sesuai prosedur. Aturan di kerajaan kami memang masih terlalu kaku. Kadang aku ingin cepat-cepat naik tahta agar bisa secepatnya mengganti semua aturan kolot itu. Karena ayah bahkan tidak ingin mengganti satupun aturan yang sudah ketinggalan jaman itu. Menurutnya, warisan leluhur haruslah dijaga. Kecuali sudah benar-benar tidak bisa dijalankan, baru aturan itu boleh diganti.

"Emily, bagaimana kalau hari ini kamu mengajak Earl ke kampusmu? Kasihan kalau dia harus tinggal sendirian di istana. Karena hari ini Ayah dan Ibu harus menghadiri konferensi di balai kota." Ucap Ayah.

Hampir saja aku tersedak mendengar perkataan Ayah. Sebenarnya apa yang terjadi pada orang tuaku? Apakah ada batu meteor yang secara tak sengaja menghantam kepala mereka? Kenapa sekarang mereka begitu senang menyiksaku? Apa kata Ayah tadi? Mengajak Earl ke kampus bersamaku? Yang benar saja! Memangnya siapa yang meminta dia tinggal disini? Kenapa sekarang aku yang harus bertanggung jawab pada keberadaannya? Hah.. Gila!

"Tidak bisa Ayah. Kuliahku padat hari ini. Akan lebih kasihan lagi kalau Earl harus melamun sendirian di kampus.

"Tidak apa-apa, pasti akan menyenangkan bisa ikut bersamamu Emily." Ucap Earl sambil tersenyum "manis". Sangat manis sampai rasanya aku ingin sekali mencubit kedua pipinya yang mengembangkan senyum sempurna itu!

Apa Aku tidak salah dengar? Gila! Kurasa Earl juga dihantam meteor yang sama dengan orang tuaku!!!

*********


Edited 12 Mei 2020

Prince AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang