Zero diam-diam memasukkan sebungkus permen kopi ke mulutnya. Dia melanggar pasal satu tata tertib masuk perpustakaan: dilarang membawa makanan ke perpustakaan apalagi melemparkan permen ke dalam mulut dan mengunyahnya. Haram.
Dia berani melakukan itu karena Si Pustakawan sedang fokus ke layar komputernya. Dia selamat.
Atau tidak?
Gadis berseragam itu sekarang menatapnya. Permen di mulut Zero tiba-tiba berasa kotoran cicak. Kedoknya telah terbongkar. Congrats.
"…." Dia ingin meletakkan telunjuknya di mulut untuk membuat gestur 'diem aja lu oon' tapi tidak kesampaian. Apa daya, Si Pustakawan sudah bangkit dari kubur dan menengok kanan-kiri tidak jelas. Sumpah, apa wajar laki-laki seumurannya takut pada pustakawan-cebol-bau-kencur itu?
Ah, sepertinya dia punya gangguan mental.
Anjiranjiranjir, batin Zero panik. Bulir-bulir keringat dingin di kening, hidung, dan lehernya malah bikin greget.
Malu kan kalau harus diusir paksa hanya gara-gara sebutir permen berharga 150 rupiah?! Apa harga dirinya memang serendah itu?
Walah, najis banget lah pokoknya.
"Mas-mas yang di sana." Si Pustakawan dengan suara tenang mulai menegur pengunjung perpusda yang menurutnya tidak tertib.
Mendengar suara pustakawan-cebol-bau-kencur itu, perasaan Zero langsung tidak tenang. Dia menundukkan kepala dalam-dalam. Perlahan dia mengatur napas selayaknya Ibu hamil yang buka empat--dan sedang berada di Antartika.
Mampus, bentar lagi kayaknya dia beneran di-DO dari tempat favoritnya ini.
Disaat kritis itu, Zero mulai bertekad. Kalau sampai dirinya diusir dari perpusda, Zero tidak akan mengembalikan dua buku yang sedang dipinjamnya. Tidak akan pernah, camkan itu.
Dia akan menyobek buku itu, menempalkannya di dinding, dan menyantet penerbitnya. Pasti!
"…Tolong jangan ramai. Ini perpustakaan bukan warung kopi." Lanjutan kalimat si pustakawan-cebol-bau-kencur membuat Zero mengangkat kepalanya dengan ekspresi penuh kemenangan. Dia sampai repot-repot mengangkat tangannya ke udara.
Sontak, perbuatan Zero mengundang tawa kecil gadis berseragam yang duduk tiga meter di depannya.
Zero langsung membuang muka. Dasar tidak punya tata krama, batin Zero kesal. Kalau memang mau minta permennya bilang dong. Jangan asal ketawa di depannya, kan dia jadi salting.
Salting karena malu, tepatnya.
Awas saja ya kalau berani ngadu, Zero tidak segan-segan menantangnya berduel. Dia tidak akan kalah, dia juga tidak akan mengalah. Hah, kecil itu mah.
Emang apa susahnya bermain bekel?
Tinggal lempar-tangkap-ambil dan urutan itu akan jadi siklus.
Gampang kan?
Orang jenius itu beda. Jangan gunakan akal biasamu untuk menilai si Jenius ini. Tidak akan kuat.
###
Jangan lupa vote dan comment :v
KAMU SEDANG MEMBACA
SUNGLASSES
RandomZero, fotografer freelance yang berpikir hidupnya cukup datar sampai ia bertemu dengan seorang malaikat pencabut nyawa. Ops, malaikat penolong maksudnya. Malaikat tanpa sayap yang menyebut dirinya 'Koharu'. Seorang perempuan bercup B, (mungkin?) ya...