"Kau mau bicara apa, Wonu-ya?" Jihoon bertanya pada Wonwoo dengan nada sebal yang sangat kentara. Matanya juga menatap tajam gadis kurus yang duduk di depannya dengan kedua tangan Jihoon yang terlipat di depan dada. Menandakan Jihoon benar-benar sedang kesal sekarang ini.
Bagaimana tidak kesal jika Jihoon yang sudah berdiri di halte bus depan kampus berniat untuk pulang lalu tidur, tiba-tiba mendapat panggilan dari Wonwoo dan meminta gadis mungil itu ke cafe belakang kampus disaat bus yang akan membawanya pulang ke rumah sudah berhenti di depannya. Dan jika Jihoon menolak untuk bertemu, Wonwoo akan adukan perihal Jihoon yang bolos kelas beberapa kali pada kedua orang tuanya. Ya walaupun eommanya mengetahui bahkan tak jarang Jihoon yang minta izin bolos pada eommanya, namun tidak dengan appanya. Jihoon mana mau kena omelan appanya. Apalagi uang bulanannya dipotong setengah. Jadi dengan sangat terpaksa, Jihoon kembali memasuki kampus dan berjalan cukup jauh ke cafe itu.
"Dimakan dulu, Ji, donatnya." Jihoon melirik piring kecil berisi dua donat rasa coklat mint favoritnya. Astaga menggoda iman sekali dua donat itu. Ah tapi Jihoon sedang tidak dalam mood yang baik untuk makan. Jihoon sedang kesal dengan orang yang membelikan donat itu. Tapi, donatnya juga serasa memangil-manggil untuk segera dicicipi.
Wonwoo tersenyum kecil melihat kekalutan Jihoon yang ingin memakan donat favoritnya atau tetap pada gengsinya. Semua orang terdekat Jihoon sudah pasti tau betapa cintanya Jihoon pada donat dan betapa moodynya gadis mungil itu.
"Jangan dilihat saja, Ji, makan dulu baru kita ngobrol. Aku tau kau belum makan." Jihoon mendengus sebal mendengar suara kekehan Wonwoo yang mendapati dirinya tengah menatap donat dengan kalut.
"Seungkwan yang bilang padaku, maka dari itu aku bilang ketemuan di sini." Wonwoo kembali berbicara yang membuat Jihoon menghembuskan nafas panjang. Tangan kanannya kemudian meraih satu buat donat lalu menggigitnya. Pertahanannya runtuh ditambah perutnya yang mulai tidak beres membuat Jihoon menyerah. Menggigit potongan besar donat itu, sebelum menatap sahabatnya itu.
"Apa yang mau kau bicarakan?" suara Jihoon terdengar setelah menelan makanan di mulutnya dengan susah payah. Kemudian menyeruput minuman dinginnya, sebelum memasang wajah malasnya. "Kalau tentang Soonyoung, aku pulang. Moodku sedang buruk."
"Kau sudah tau kita akan membahas siapa, Ji." Wonwoo terkekeh pelan melihat Jihoon yang menatap tajam kearahnya. Gadis mungil itu mendengus keras-keras menunjukkan ketidaksukaannya. Wonwoo mengerti, sangat mengerti kalau Jihoon bisa saja marah jika dia melanjuti. Namun, bagaimanapun juga, masalah Jihoon dengan Soonyoung harus segera beres. Jengah juga Wonwoo melihat Jihoon yang sering absen mengikuti jam perkuliahan.
"Kita harus membahas ini supaya masalahmu cepat selesai." Suara Wonwoo berubah serius, begitu pula raut wajah gadis kurus itu yang berubah serius. Membuat Jihoon mau tidak mau harus duduk tenang mendengarkan setiap nasihat sang sahabat dengan mulut yang terus mengunyah donat kesukaannya.
"Baik, aku mendengarkanmu."
~
Sore itu, sepulang Jihoon bertemu dengan Wonwoo di kafe belakang kampus, gadis mungil itu menghela nafasnya entah yang keberapa kali dalam seharian ini, kala melihat seorang laki-laki bermata sipit sumber masalahnya akhir akhir ini, tengah berdiri di depan pintu rumah Jihoon yang masih terkunci.
Jihoon kembali melangkah mendekati rumahnya dengan lambat. Gadis mungil itu malas sekali melihat laki-laki bermata sopit yang sedang jongkok di depan pagar rumahnya entah melakukan apa. Jihoon tidak mau tau dan tidak berniat peduli.
"Sedang apa kau?" Jihoon bertanya dengan suara sebal, sembari membuka kunci gembok pagar rumahnya.
"Oh Jihoonie, sudah pulang?" Soonyoung tersentak pelan, kemudian senyum lebar terlukis di wajah tampannya. Laki-laki itu segera berdiri di hadapan Jihoon begitu gadis itu berhasil membuka gembok pagar rumahnya.
"Kwon Soonyoung, sedang apa kau di depan rumahku?" Jihoon kembali bertanya dengan nada menuntut dan juga kedua mata sipitnya yang menatap tajam kedua mata Soonyoung yang lebih sipit darinya itu.
Soonyoung mengusap belakang lehernya beberapa kali kemudian mengangkat plastik di tangan kanannya, sebelum menjawab pertanyaan Jihoon. "Ah ini, membawakanmu makanan. Kau belum makan sejak tadi kan? Makanan yang kutitipkan pada Hansol kau berikan ke Seungkwan. Seharian ini kau juga baru makan donat dan milkshake, jadi-"
"Cukup Soonyoung hentikan!" Jihoon memotong dengan bentakan yang berhasil membuat Soonyoung tersentak kaget.
"Kita sudah berakhir, kenapa sih kau masih bersikap seolah-olah masih jadi kekasihku?" Seruan Jihoon dengan nada frustasinya berhasil membuat Soonyoung diam di tempat. Soonyoung sadar Jihoon lelah menghadapi sikapnya. Kedua mata sipit Jihoon kemudian menangkap gadis mungil di depannya yang sedang menghembuskan napasnya pelan sebelum bersuara dengan pelan juga. "Kau membuat hariku bertambah berat, Soonyoung."
Soonyoung menghembuskan napasnya, sebelum membalas Jihoon. Tak lupa laki-laki itu mengulas senyum tipisnya. "Hubungan kita memang berakhir Jihoonie, tapi kita masih bisa berteman bukan? Apa aku tidak boleh berteman denganmu?"
"TAPI SIKAPMU INI BUKAN SIKAP SEORANG TEMAN!"
Jihoon lepas kendali. Kulit wajahnya memerah dengan pundak yang naik turun akibat berteriak marah tadi. Jihoon lelah, benar-benar lelah dengan sikap Soonyoung yang seolah tak lagi memahami perasaannya. Gadis mungil itu kemudian mengambil napas dalam-dalam mengatur emosinya. Sementara Soonyoung diam seribu bahasa dengan berbagai macam pikiran yang berkecamuk di otaknya.
"Maafkan aku, kau pulang lah, aku lelah sekali mau istirahat." Jihoon kembali bersuara setelah merasa tenang. Kemudian gadis itu memilih untuk membuka gerbang rumahnya. Mengabaikan Soonyoung yang masih terdiam di tempanya.
Namun saat kaki Jihoon mulai melangkah, tangan Soonyoung langsung menggapi lengan Jihoon. Menghentikan langkah Jihoon dan membuat gadis itu mungil itu mendengus kesal. Sungguh Soonyoung memainkan emosinya saat ini.
"Ji-"
Jihoon dengan segera menyentak kasar tangan Soonyoung dengan wajah datarnya. Bahkan ketika Soonyoung baru mengeluarkan suaranya pun Jihoon langsung memotong dengan nada suara yang begitu datar. "Kubilang pulang, Kwon Soonyoung!"
Soonyoung kembali menghembuskan nafasnya pelan entah yang keberapa kali. Laki-laki sipit itu memilih untuk mengalah daripada semakin membuat emosi gadia mungil di depannya itu semakin kacau "Baiklah, besok kita harus bicara bagaimanapun keadaanmu, kita harus bicara!" Selesai berbicara, Soonyoung memindahkan kantong plastik berisi makanan ke tangan Jihoon secara paksa. "Aku pulang dulu. Jangan sampai tidak makan, nanti maagmu bisa kambuh. Aku tak mau kai sakit."
Aliran anak sungai pun terbentuk di pipi bulat Jihoon begitu Soonyoung berjalan menjauhinya. Jihoon meremat katong plastik berisi makanan pemberian Soonyoung dengan kepala menunduk menyembunyikan wajahnya. Pundaknya bergetar menandakan gadis mungil iti tengah menangis. Bersamaan dengan suara motor Soonyoung yang terdengar semakin menjauh, mulut Jihoon mulai merapalkan kata maaf.
"Mianhae, Soonyoungie. Jeongmal Mianhae."
~
Author note pertama di cerita ini wkwkwk
Aku mau tanya ke kalian, kalian milih ending yang happy or sad?
Aku masih galau untuk menamatkan ff ini, dan karena ff ini udh mau tamat jadi aku minta saran dari kalian hehehe
Daripada kugantungin macam jemuran kan ga enak ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Berpisah Itu Mudah [Soonhoon GS]
FanfictionSoonhoon couple. Padahal berpisah itu memang mudah, namun menghapuskan semua kenangan kita adalah hal yang paling menyulitkan untukku Disclaimer : seventeen milik pledis dan keluarga mereka. Ide cerita murni milik sendiri. Terinspirasi dari lagu ber...