Jari yang ditumbuhi bulu-bulu halus milik Ubed mengusap layar ponsel. Menatap deretan kata yang Fay kirim untuknya.
[Bed, besok aku akan melamar Liana. Tolong ikhlaskan dia. Aku janji akan membahagiakan dan tak akan menduakannya dengan wanita mana pun]
Pesan yang hanya terbaca tanpa sanggup membalas. Ia bingung pesan balasan apa yang cocok untuk mendeskripsikan hatinya sekarang.
Marah?
Cemburu?
Kecewa?
Takut?Namun, tak ada yang bisa dilakukan selain menerima itu semua.
Ubed meninggalkan rumah Liana dengan hati tercabik. Melihat Fay yang 'gercep' memperjuangkan cintanya pada Liana, membuatnya semakin ragu bahwa akhirnya nanti mereka bisa bersatu kembali.
Mata Ubed memanas. Seolah ada angin besar yang menerpa dan ingin meruntuhkan air matanya. Namun, dia adalah seorang pria. Sulit baginya menangis meski hatinya sudah terisak sakit.
Ditarik gigi mobil, dan menginjak gas perlahan. Dilirik bayangan rumah Liana dengan sebuah mobil mewah terparkir manis di depannya. Tak ada lagi kata yang bisa menggambarkan betapa hancur hatinya.
'Inikah yang Liana rasakan dulu? Saat aku mengatakan akan menikah lagi dengan Raudah? Dengan kondisi yang mengharuskan ibu dari anakku itu menerimanya.'
'Kamu terlalu gegabah, Bed.'
'Tak bisa mengambil keputusan dengan baik. Bisa-bisanya memaksa menduakannya.'
'Kamu jahat telah membuatnya terluka hatinya ... bahkan Liana hilang ingatan karena kecerobohanmu!'
'Kamu juga terlalu bodoh melepaskan wanita sebaik Liana ... bodoh tak mampu berbuat apa pun kala pria lain mengambilnya darimu.'
Rutukan demi rutukan memenuhi kepala Ubed. Ia sadar kesalahan dalam mengambil keputusan di masa lalu bisa membuat masa depannya hancur berantakan. Dan kini ... Ubed ada di fase itu. Menuai apa yang telah ditanam. Alih-alih bisa berbuat sesuatu, bahkan satu pilihan pun tak ada yang menguntungkan baginya. Ubed hanya punya satu hal untuk diperbuat, melepaskan dan merelakan.
___________
Abah Liana berusaha tenang di depan pada polisi. Meski ia tak bersalah, tetap saja ada perasaan gugup kala diinterogasi. Mengenai kejadian yang pernah dialami, lelaki yang dipanggil Hamdi itu berpikir hal semacam ini tak akan terjadi. Mengingat kasusnya sudah sangat lama, hingga korban tak akan pernah melaporkan ke polisi.
Bayangan-bayangan saat seorang gadis diseret teman-temannya menari dalam ingatan. Siapa yang menyangka bahwa gadis malang itu adalah Raudah, istri dari Gus Ubaidillah yang juga telah menikahi puterinya.
Dunia terasa sangat sempit, sampai mereka bisa bertemu lagi. Lebih buruk pertemuan ini adalah moment yang membawanya harus bolak-balik ke kantor polisi. Yang dikhawatirkan jika pada akhirnya semua bukti mengarah padanya. Mengingat Raudah hanya melihat Abah Liana yang memiliki luka bakar di tangan kala itu. Bukan pelaku yang seharusnya mendapat hukuman.
"Jadi Anda bukan pelakunya?" Seorang pria dengan tag name Priyono menakutkan dua jari dengan memangku dagu di atas meja.
"Bukan," jawab Abah Liana. Mendengar jawaban tersebut, satu pria lain yang mengenakan seragam polisi mengetik sesuatu.
"Hem." Priyono manggut-manggut. Lalu meraih sebuah bolpoin. Memberi catatan pada buku sakunya.
Ia berniat menggunakan keterangan saksi untuk melakukan penelitian di lapangan. Untuk lebih mudah buku kecil itu lah yang sering digunakan menulis garis besar dari kasusnya.
"Lalu apa Anda tahu siapa pelakunya?" sambung polisi itu lagi.
"Em ...." Lelaki yang dikenal dengan nama Hamdi oleh polisi ber-'em' agak lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
NODA 3
RandomKecelakaan membuat kisah cinta Liana dengan seorang anak kiai bernama Gus Ubaidillah kandas. Namun, wanita itu justru mengingat Fay, mantan pacarnya sebagai pria yang sangat dicintai, sehingga membuat Gus Ubed terpaksa menjatuhkan talak untuknya.