Home

169 4 0
                                    

Pintu kedatangan non domestic bandara Incheon mulai ramai dipadati penumpang yang siap bertemu dengan jemputan mereka. Seorang gadis berjalan dengan langkah cepat, sepertinya ia begitu tergesa, mungkin gadis itu melihat jemputannya dari kerumunan orang-orang di pintu kedatangan. Bahkan gadis itu tidak menyadari keberadaan Chaeyoung dan menubruknya keras. Dengan sedikit tergesa dan wajah bersalah gadis itu meminta maaf kepada Chaeyoung, membantunya memunguti ipod yang terjatuh. Caheyoung hanya dapat tersenyum memaklumi, ia tahu, gadis ini tidak sengaja dan begitu bersemangat untuk bertemu dengan siapa pun yang ada beberapa meter di depan mereka.

Lihatlah gadis itu sekarang memeluk erat seseorang di depan sana, membuat perasaan Caeyoung menghangat seketika. Namun di lain sisi ia merasa kesepian dengan apa yang ia pandang saat ini. Caeyoung lupa kapan terakhir kali ia merasakan apa yang dialami gadis itu. Chaaeyoung iri melihatnya. Seandainya saja ia mengabari orang itu, mungkin ia akan dapat merasakan sambutan hangat juga. Ah, apa yang ia pikirkan.

Dengan sedikit kesusahan Chaeyoung mulai menggeret koper besar yang ia bawa. Memasuki salah satu taxi yang terparkir dan membiarkan sopir taxi memasukkan kopernya ke bagasi.

"ke alamat ini paman.." ujar Chaeyoung singkat sembari memberikan secarik kertas saat sopit taxi sudah kembali duduk dibelakang kemudi.

Taxi yang ditumpangi Chaeyoung melaju membelah kota Seoul. Tidak banyak yang berubah dari kota ini semenjak ia tinggalkan. Seoul masih tetap sama, dengan segala hiruk pikuk kesibukan dan Gedung-gedung tingginya. Orang-orang yang berjalan tanpa henti, kota ini seperti tidak pernah tidur, padahal langit sudah mulai gelap dan jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kota ini bukanlah tempat yang cocok untuk beristirahat, chaeyoung menyadari itu bahkan sebelum manajernya mempertanyakan keputusannya. Akan tetapi seseorang yang amat chaeyoung rindukan berada disini, di kota ini. Perdebatan yang tak kunjung berujung antara dirinya dengan sang manajer berakhir dengan kekeras kepalaan chaeyoung.

Dan disilah ia sekarang, berdiri diam menatap intercom di hadapannya. Ia ragu, apa tindakannya sudah benar? Bagaimana jika orang itu tidak menginginkan kehadirannya? Bagaimana jika... jika ia hanya akan membuat hubungan mereka semakin keruh?.

Chaeyoung mengigit bibir bawahnya ragu. Tangannya membetulkan syal yang melilit lehernya, ia mulai kedinginan saat ini, angin musim gugur sepertinya mendorongnya agar secepatnya memencet tombol intercome. Dengan tekad yang ia kumpulkan, telunjuknya mulai memencet tombol intercome di depan sana.

Tidak butuh lama, chaeyoung mendapatkan respon dari balik sana. Suara berat yang sedikit serak terdengar, suara yang sangat ia rindukan. Dengan senyuman yang sedikit kaku, chaeyoung menatap kea rah intercome.

Tidak ada suara lagi. Beberapa menit chaeyoung lalui dengan sunyi, ia mulai berpikir, sepertinya orang itu benar-benar tidak menginginkan kehadirannya. Chaeyoung tersenyum miris, dengan berat hati ia mulai menggeret kopernya kembali, mencari penginapan untuk dirinya bermalam saat ini. Namun tiba-tiba saja pintu di belakangnya terbuka dengan cukup tergesa, chaeyoung mengetahui dengan kerasnya suara yang ditimbulkan seseorang disana saat membukanya.

Orang itu berdiri disana, menatap chaeyoung dengan tatapan yang tidak bisa chaeyoung baca. Terlalu banyak emosi disana, namun satu hal yang membuat chaeyoung dapat merasa lega, ia menemukan tatapan kerinduan dari mata orang itu untuknya.

Orang itu melangkah cepat menuju chaeyoung, hampir berlari mungkin, mengikis jarak di antara mereka. Sebuah pelukan hangat yang tidak pernah chaeyoung harapkan akan ia dapatkan.

"Aku merindukanmu, sangat merindukanmu.."

Kata-kata yang mampu membuat chaeyoung merasa bahwa dirinya adalah manusia paling bahagia di dunia ini. Chaeyoung melepas pelukan orang itu, menatap wajah di hadapannya dengan tatapan yang tak kalah sama, merindukan sosok dihadapannya.

"aku juga merindukanmu, tapi aku sangat kedinginan, bolehkah..." chaeyoung menggantungkan ucapannya, ia ragu.

"oh tentu saja, maafkan aku.." kekeh orang itu, menyadari keteledorannya ".... Membiarkanmu membeku merupakan hal terakhir yang akan aku lakukan" tambahnya sambil mengambil alih koper dari tangan chaeyoung, menggeret koper tersebut dan menggenggam tangan chaeyoung dengan tangannya yang lain.

"welcome home sister.." ujarnya dengan senyuman lembut ke arah chaeyoung.

=

Chaeyoung mengitari seisi kamar dengan matanya, kamar ini masih tetap sama seperti dulu, tidak ada yang berubah, bahkan koleksi piringan hitamnya masih di tempat yang sama, tersusun rapi seperti tidak tersentuh.

"kau merindukan kamarmu, aku tau itu.." seru seseorang yang saat ini berjalan kea rah chaeyoung, membawa sebuah selimut tebal di pangkuannya.

Chaeyoung terkekeh kecil, tidak ada yang lebih mengenal dirinya di banding seseorang yang saat ini telah duduk di sampingnya di atas ranjang.

"Junhoe oppa, terima kasih.." chaeyoung mengalihkan tatapannya dari koleksi piringan hitam yang sedari tadi ia perhatikan, beralih menatap seseorang disampingnya yang ia panggil junhoe "...terimakasih karena membiarkannya tetap seperti ini dan tentu saja membersihkannya"

"asal kau tahu saja, aku suka mampir kesini mendengarkan koleksi piringan hitammu, ada beberapa yang mungkin sudah sedikit lecet karena terlalu sering aku putar, mengacak tempat tidurmu, dan.."

"yaaaak!!!"

Junhoe tertawa mendengar teriakan protes chaeyoung, mata chaeyoung melolot seakan akan melompat keluar, pemandangan yang selalu junhoe rindukan saat dirinya menggoda gadis itu

"jangan bilang kau makan di atas tempat tidurku.." selidik chaeyoung, matanya memicing kea rah junhoe yang semakin bersemangat untuk menggodanya.

"tentu saja.. aku melakukannya.."

Sebuah pukulan mendarat di lengan junhoe, namun tidak menghentikan tawanya. Pukulan chaeyoung tidak pernah menyakitkan, dulu maupun sekarang, tenaga gadis itu tidak ada peningkatan sama sekali.

Chaeyoung masih tetap dengan wajah cemberutnya, membuat junhoe mau tidak mau berhenti dari aksi jahilnya. Dengan lembut junhoe meraih chaeyoung, memeluknya dan menenggelamkan kepala di cekungan leher gadis itu, menghirup dalam-dalam bau yang sangat ia rindukan.

Chaeyoung membalas pelukannya dan mereka terdiam cukup lama, hanya suara nafas mereka yang terdengar.

"jangan pernah meninggalkanku lagi, berjanjilah"

Chaeyoung menganggukkan kecil ".. aku berjanji" ujarnya.

=

next part

StayWhere stories live. Discover now