Prolog✓.

27 5 0
                                    


Dunia begitu kejam, dan aku tak suka dengan semua itu.

****

Angin sore berhembus kencang menerpa rambutku yang sudah basah akibat keringat. Aku baru saja pulang dari latihan klub basket di sore hari ini.

Tak kala aku juga selalu memainkan piano sebelum aku pulang kerumah di sebuah gudang alat musik disekolah.

Tuts piano adalah hadiah terbaikku yg selalu aku mainkan dan selalu aku dengar. Tak peduli dengan dunia luar yang semakin kejam, aku terus memainkan musik atau irama di tuts piano tersebut.

Aku berjalan dengan santai menuju rumahku yang sedikit jauh dari sekolah. Terkadang aku kelelahan untuk sampai dirumahku.

Aku hidup dikeluarga yang mungkin dibilang hanya pas-pasan. Ibuku adalah seorang pembuat roti dan kue, dia memiliki toko roti  kecil di depan rumah kami.

Aku tak keberatan dengan itu, terkadang aku ingin sekali membantu ibuku membuat roti walau dapat 1 biji saja, tapi ibuku tak mau membiarkanku menyentuh semua itu karena ibuku tak mau aku ikut bekerja dengannya dan alasannya sangat menyentuh yaitu ia ingin aku fokus sekolah saja.

Ayahku, dia adalah pria brengsek yang aku kenal dalam seumur hidup. Aku tak pernah menganggap dia ayah. Aku sangat benci dengannya, meninggalkan kami berdua dan dia mencari wanita kaya diluar sana.

Aku tak masalah dengan itu, namun aku selalu sakit saat aku melihat diam-diam ibuku yg sedang menangis menatap foto pernikahannya dengan ayahku. Kenapa ibu tak mau melepaskan si brengsek itu, padahal jelas-jelas itu lah alasannya membuat ibuku terus menangis setiap malam.

Sekarang aku hanya tinggal berdua bersama ibu, dengan rumah yg tidak terlalu kecil untuk tempat berteduh kami hingga aku masuk SMA.

Ayahku telah meninggalkan ibu 4 tahun yang lalu disaat aku tak tahu apa-apa dan hanya diam disaat ibuku dicaci maki olehnya.

Aku tak tahu menahu tentang ayahku, mungkin dia sudah kaya dan tak akan pernah kembali pada keluarganya yang lama walau hanya sekedar menanyakan kabar.

Dan satu lagi, ayahku tak suka aku punya mimpi menjadi seorang pianis. Dia sangat benci dengan benda itu. Bahkan pianoku pernah ia rusak hingga tak bisa aku mainkan.

Menangis, hanya itu yg aku bisa lakukan. Dengan umurku yang masih berusia sepuluh tahun mana bisa aku melawan ayahku. Yang membuat hatiku lebih teriris bahwa piano itu adalah pemberian ibuku, itu kado ulangtahunku saat aku berusia pas sembilan tahun.

Jika aku bertemu dengannya, mungkin harapanku hanya ingin memakinya dan bahkan aku akan meludahinya didepan ibuku sendiri.

*****

TBC

Aku bawa cerita baru nih:') makasih telah baca:')

Vomen ya💜
Tq😙

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Piano [myg]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang