Tabir Mulai Terbuka

6.3K 477 39
                                    

________________________

Malam sunyi ditemani gerimis. Obor menyala di beberapa tempat, menerangi tempat terpencil yang paling dihindari warga. Banyak batu nisan tanpa nama yang berjejer rapi untuk menandai bahwa di bawah sana ada raga tanpa nyawa yang berbaring istirahat.

Dusun Tlogotirto sedang mengalami kejadian buruk untuk kesekian kalinya. Kali ini lebih mencekam, tidak biasanya korban dikembalikan dalam keadaan seperti ini. Apa ini teror yang sesungguhnya? Mereka menunduk lesu, di depan mereka ada gundukan tanah yang masih baru, tempat seorang korban makhluk gaib yang sedang mengamuk dikebumikan.

Reza bersimpuh menangis meraung di samping pusara sang sahabat. Pedih, itulah yang dirasakan Reza ketika melihat jasad Wildan petang itu.

Pemuda malang itu terkoyak oleh dahan runcing pohon beringin yang menembus dadanya, darah di mana-mana bahkan oran tubuh pemuda malang itu ikut terkoyak tak berbentuk. Merenggut nyawanya dalam kesakitan yang menyiksa.

Reza terisak saat kembali terlintas di dalam benaknya. Suara rintihan terakhir Wildan saat menyebut namanya. Kesakitan amat nyata terlihat dari mata sahabatnya kala itu. Sungguh biadab siapapun yang sudah melakukan semua itu.

Reza masih menangisi kematian Wildan, menyumpah serapah makhluk keji yang tega merenggut nyawa sahabatnya dengan cara sesadis itu. Seandainya ia lebih cepat mencari Wildan, mungkin saat ini Wildan masih bersamanya menghadapi teror demi teror lalu pulang dan kembali bersekolah bersama Nara dan Martha seperti dulu.

"Maafin gue, Wil. Gue nggak bisa nyelametin lo...." gumam pemuda itu pilu disela isak tangisnya.

"Nak Reza, sebaiknya kita doakan Nak Wildan, agar bisa beristirahat dengan tenang. Ini takdir, tidak ada yang ingin memiliki takdir seperti ini. Tapi bagaimanapun juga Yang Kuasa sudah menggariskan hidup dan mati manusia. Tidak ada yang bisa menolak atau pun menghindar," Pak Karjo meremas pundak Reza. Meminta Reza kuat.

"Betul, Nak. Semoga kejadian ini tidak akan terulang lagi," seorang warga tampak gelisah dengan situasi yang sangat mencekam akhir-akhir ini. Ia menoleh ke ke belakangnya, beberapa meter dari tempatnya berdiri adalah area kebun pisang yang bejejer seperti barisan tak kasat mata yang saat ini tengah memandanginya. Lalu ia buru-buru kembali meluruskan pandangannya saat di belakangnya sudah tidak ada siapa pun, yang ada hanya rasa merinding yang membuat tubuhnya semakin gemetar. Semua warga telah pulang begitu prosesi pemakaman selesai, kini di area pemakaman hanya ada mereka bertiga dan satu makhluk yang sedang berdiri di samping Reza dengan tubuh berlumuran darah. Tapi tidak ada yang melihat.

Reza terdiam. Kilasan kenangan bersama Wildan harus pupus begitu saja. Dipisahkan oleh maut yang bisa datang kapan saja.

Pemuda itu mengerat gigi, kedua tangannya meremas tanah makam Wildan penuh amarah. Berjanji dalam hati akan memusnahkan apapun yang sudah mencelakai sahabat-sahabatnya.

Ia berjanji.

***

"Kamu merasa aneh ndak, To?"

Gimin bertanya pada Yanto, rekan rondanya. Malam ini Yanto dan Gimin mendapat tugas giliran ronda di sudut utara desa yang bersebelahan dengan pemakaman tempat Wildan dikubur tadi. Api menyala di depan mereka dengan ubi kuning yang masih masih terpendam di dalamnya.

"Aneh kenapa?" Yanto menyahuti tidak terlalu berminat membahas hal-hal yang kemungkinan berbau mistis.

Gimin mendekat. Menatap sekitar yang saat ini gelap gulita. Suasana pinggir dusun lebih mencekam dari biasanya, ditambah baru saja ada orang yang meninggal membuat malam yang harus mereka lewati terasa lebih berat dari malam sebelumnya. Apes. Bisa dibilang begitu, karena mereka harus ronda semalaman hanya berdua saja. Minto dan Sariyo, teman ronda mereka yang lain mendadak sakit, membuat Yanto dan Gimin harus menerima takdir untuk ronda berdua.

Misteri Seruni (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang