Bagian 1 : Kuburan leluhur

23 10 2
                                    

Di sebuah desa yang aku tinggali,masih melekat kisah-kisah: bualan dan berbau mistis. Menurutku kisah itu takhayul dan dongeng semata. Tapi anggapan masyarakat desa itu berlaku dan nyata. Memang aku sendiri banyak mendengar kisah-kisah janggal kental dengan mistis. Mungkin puluhan cerita sudah menumpuk di ingatanku. Salah satunya cerita tentang "kuburan leluhur".

Sebagian masyarakat percaya kuburan itu ada. Sisanya mereka masih bertanya-tanya. Termasuk juga aku, aku sangat penasaran. Pernah sekali mendengar cerita itu dari sesepuh desa. Kuburan leluhur letaknya berada di tengah-tengah hutan di salah satu bukit yang ada di desa.

Penasaran menggerogoti pikiranku. Mendengar cerita sesepuh desa yang akrab di panggil "Abah" itu hanya beberapa paragraf saja sudah di potong. Waktu itu hari sudah semakin gelap, dan masyarakat membubarkan diri karena mereka takut akan terjadi sesuatu pada mereka.

Orang tuaku pernah menjelaskan hal yang sama. Aku dilarang berkeliaran ketika menjelang magrib. Ah sudahlah. Aku menurut saja, bersama orang-orang aku juga bubar bergegas pulang.

Aku berpikir jika mengusut lebih dalam misteri-misteri di desa, banyak hal yang mungkin mengungkap kebenaran. Kebenaran bahwa itu mitos, hanya fiktif belaka. Aku meyakinkan diri untuk melangkah mencari kebenaran yang ada.
Mengungkap segala kisah-kisah yang pernah orang-orang bilang.

Aku merenung malam ini

Malam tampak berbagi dengan bintang-bintang. Aku pandangi langit di jendela terbuka. Sungguh indah. Besok ketika siang berganti, aku siap berkisah mencari kebenaran di antara kisah-kisah. Beberapa menit adegan aku memandangi langit berlalu. Aku mulai terserang kantuk. Rebahan di kasur akan lebih cepat meninggalkan malam. Aku tertidur.

Malam yang sunyi berbintang

Tak terasa pagi datang lebih awal. Mungkin perkiraanku saja. Saking lelapnya aku tertidur. Kupastikan aku tidak lupa rencana hari ini. Aku akan bertanya kepada Sesepuh desa yang biasa orang-orang sebut Abah. Menanyakan seluruh cerita tentang "Kuburan leluhur" di tengah hutan itu. Aku sendiri antara percaya dan tidak percaya. Orang-orang sih selalu percaya yang diceritakan Abah. Memang aku juga percaya cerita-cerita lain yang Abah ceritakan.

Tapi rasanya kali ini berbeda. Kuburan leluhur katanya mengutuk kepada orang yang ingin pergi ke kuburan itu. Mereka akan menderita sakit yang aneh lalu meninggal. Rumor menurut warga desa seperti itu. Kisah ini masih mengambang di pikiranku. Mungkinkah yang sudah berbeda alam bisa mengutuk yang hidup?

Jiwaku mengatakan kisah ini ganjil. Bukankah Yang Maha Kuasa yang menetapkan takdir seseorang. Kenapa warga desa selalu mengaitkan peristiwa dengan hal yang absurd.

"Akanku tanyakan kepada Abah."

Segelintir kisah atau cerita yang sesepuh desa lontarkan sudah menjadi makanan pokok bagi masyarakat. Termasuk aku. Ceritanya aneh-aneh dan di luar nalar manusia. Masyarakat selalu percaya, karena beliau sesepuh desa. Tahu seluk-beluk desa, sejarah desa dan hal-hal yang belum orang-orang tahu. Aku hanya tahu desa ini sangat sejuk udaranya.

Bukit-bukit yang hijau, dengan hutan yang masih terjaga. Mungkin masih ada hutan yang belum dijarah manusia. Aku menerka-nerka alam desa ini. Tanah desa bisa di bilang subur dan desa ini belum pernah kekeringan. Alam yang masih terjaga bisa jadi faktor suburnya desa ini.

***

Rumahku tidak terlalu jauh dari rumah Abah. Kurang dari seratus meter juga sudah sampai. Hanya saja belokan demi belokan menghambat perjalanan ke rumah Abah. Hari ini teduh. Tapi agak mendung. Aku lihat dari jendela mengendap-endap, Abah ada di dalam. Lantas aku mengetuk pintu beberapa kali dan beruluk salam.

"Assalamualaikum. Sampurasun "
Aku memanggil penghuni rumah. Tapi pintu belum di buka. Apa suaraku tidak terdengar? Bisa saja. Rumah Abah panjang ke belakang. Pasti tidak terdengar. Aku coba memanggil penghuni rumah lagi. Tidak lama pintu terbuka juga. Eh ternyata istrinya Abah yang buka pintu. Aku beruluk salam lagi lalu mencium tangannya.

"Sampurasun. Abahnya ada? Tanyaku pendek

"Rampes. Eh gening Ari..., Abah ada lagi makan."

Lalu istrinya Abah mempersilahkan masuk. Ini pertama kalinya aku bertamu ke rumah Abah. Sebelumnya aku hanya lewat dan lewat depan rumahnya saja. Kini aku bertamu di rumahnya.

Kalau dari luar rumahnya biasa saja, tapi lebih panjang. Berbeda ketika memasuki dalam rumah. Ini yang di sebut "jangan memandang luarnya saja tapi harus telaah juga dalamnya."

Aku duduk di ruang tamu. Aku hanya diam melihat Abah sedang makan. Terlihat dari tempat aku saat ini. Tapi mataku melihat-lihat sekeliling ruangan tamu. Di setiap pojok banyak benda-benda pusaka: seperti keris, pedang dan entah benda apa itu. Banyak juga wayang-wayang berjejer rapi di dalam rak kaca di depan tempatku duduk.

Aku melihat istrinya Abah sedang berbicara di meja makan. Entah apa yang di bicarakan. Lalu Abah menengok ke arahku. Aku kaget. Tapi aku berikan senyuman sambil menganggukkan kepala.

kadieu jang tuang sareng Abah

"Kesini makan bareng Abah." Ajak Abah

Aku terkejut. Baru bertamu sudah langsung diajak makan. Malu. Entah kenapa mendadak lapar? Padahal tadi pagi aku sudah sarapan. Aku menolak sekali tawaran makan bareng Abah. Tapi beliau memaksa terus. Bergabunglah aku bersama Abah di meja makan.

Singkat kisahku di meja makan. Bukan main. Masakan buatan istrinya Abah enak. Ingin tambah sepiring lagi. Tapi aku tahan. Kini aku duduk di kursi panjang di ruang tamu. Ini momen yang sudah aku rencanakan malam itu. Malam yang senyap berbintang.

Aku akan bertanya kelanjutan cerita Kuburan leluhur di tengah hutan itu. Di mana sebenarnya kuburan itu? Hutan mana yang harus aku susuri. Perbincangan aku buka dengan menanyakan di mana letak kuburan itu.

Abah hanya tersenyum ke arahku. Beliau menunjukkan letak kuburan itu di bukit Haur. Tepat di tengah hutannya kuburan itu berada. Aku menyimak. Namun Abah menanyakan satu hal kepadaku. Kenapa kamu ingin ke kuburan itu? Bahaya. Ucap Abah melarang.

"Kamu belum tahu bahwa sudah ada warga sakit-sakitan lalu meninggal. Karena pergi ke kuburan itu. Kamu jangan pergi ke sana. Berbahaya. Abah sudah lihat sakit mereka. Sakitnya aneh-aneh." Abah berkisah.

Jadi semakin seru kisah ini. Ternyata betul ada orang yang pergi ke sana. Dari cerita yang Abah ucapkan tidak Menjadikan aku takut. Malah jadi semakin penasaran. Aku kekeh akan pergi. Di kepalaku sudah terencana apa yang akan aku lakukan nanti. Sebelum aku pergi dari rumah Abah. Aku di berikan semacam pisau. Belati! Tidak ada yang aneh dengan belati ini. Abah berpesan hati-hati. Jangan merusak alam di hutan itu.

Sekitar setengah jam aku duduk dan berbincang dengan beliau. Lalu aku pamit dan berterima kasih atas jamuannya. Terutama tentang letak di mana Kuburan leluhur.

"Kebenaran akan terungkap"

Kini aku tahu harus ke mana. Sangat perlu kisah mereka yang sudah menjajaki kaki di bukit Haur. Mereka yang menyusuri hutan itu, tapi apa mereka sudah menemukan kuburan itu. Apa yang mereka lalukan sampai jatuh sakit. Sakit yang mereka derita katanya aneh. Seperti apa itu? aku penasaran. Tapi di mana mereka tinggal.

Berjalan menyusuri jalan setapak aku berpikir. Siapa yang tahu keberadaan mereka. Abah sendiri tidak memberi tahu. Menyusahkan bila harus bertanya kepada orang-orang. Mereka sedang sibuk berladang. Sibuk dengan urusan masing-masing.

Hari ini aku harus mendapatkan kisah mereka. Bagaimana pun caranya.Harus.!

Tiba di pos ronda desa aku duduk. Menghela napas. Lelah. Lumayan jauh dari rumah Abah ke pos ronda ini. Istirahat sejenak lebih baik. Menyandar di bilik pos ronda, aku bisa melihat perkebunan warga desa. Bukit-bukit yang mengeliling desa. Bukit haur juga terlihat.

Pengembara Ari LayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang