Author Note : Vote sebelum membaca ya❤ Belajar menghargai jerih payah orang lain nulis😳
Ini paling panjang dari part-part lainnya ya❤
Pukul dua belas tepat tengah malam.
Mataku masih tidak mau diajak berkelana ke dunia mimpi, padahal rasanya penat dan badanku terasa remuk semua sehabis melakukan permainan gila dengan Bagas tadi sore. Tarik-tarikan pelapah daun kelapa, tahu kan permainan itu? Permainan anak kecil, yang mana satu orang duduk di atas pelapah daun kelapa dan satunya lagi menarik. Tujuannya, untuk nostalgia—mengingat masa kecil kami dulu. Waktu kecil aku memang selalu mau ikut permainan anak laki-laki; main kelereng, gasing, sampai main layangan aku ikut juga. Hingga almarhum Ayah mulai mengenalkanku dengan Barbie. Permainan super feminin anak perempuan.
Mengingat masa kecil memang tidak ada habisnya. Masa di mana semuanya masih polos. Tidak kenal gadget atau game-game online. Tidak seperti anak-anak era sekarang yang apa-apa diberi handphone supaya orang tuanya tidak ribet. Alhasil, anaknya dewasa sebelum waktunya. Banyak yang sudah kenal pacaran diusia dini.
Huh, semakin pikiranku berkelana mataku semakin segar saja. Kubuka jendela kamar, membiarkan angin malam masuk menerpa wajahku yang kusam nan semerawut karena tidak bisa tidur. Di luar ternyata mendung, membuat malam seperti sedang berkabung. Hitam pekat, yang nampak hanya siluet pepohonan dan gedung-gedung tinggi yang menjulang.
Besok sebenarnya aku harus bangun pagi-pagi sekali. Ada kegiatan di sekolah berhubungan dengan kegiatan pramuka. Kegiatan yang sebenarnya aku malas sekali mengikutinya. Kalau tidak menyangkut nilai, aku pasti tidak akan mau berkemas dan mengikuti acara tersebut. Acara pengukuhan. Khusus untuk kelas sepuluh yang mengikuti ekstrakurikuler pramuka. Meskipun ada juga sih, yang bukan anggota pramuka tiba-tiba ikut acara tersebut. Contohnya Bagas, yang kupaksa ikut karena aku tidak mau menderita sendirian di acara tersebut. Awalnya menolak, tapi akhirnya dia luluh juga denganku, meskipun tidak satu kelompok. Keputusannya juga didorong oleh Kak Linggar yang menitipkanku dengannya selama dia di Palangkaraya mengikuti turnamen basket.
Ponselku bergetar di atas nakas, menampilkan notifikasi pesan dari Bagas.
Buruan tidur, ntar besok telat. Apa mau gue temenin tidurnya?
Dasar penguntit! Aku bergedik geli, mengetikkan pesan balasan.
Najisun!
Setelah itu merangkak naik ke atas kasur memaksakan mataku untuk segera tidur. Ya, meskipun paginya mataku tetap berkantung hitam, layaknya hewan berbulu, panda. Tubuhku juga terasa remuk dan lesu karena kualitas tidur yang buruk.
"Kamu serius mau ikut pengukuhan? Kalau nggak enak badan nanti Ibu yang bilang sama kepala sekolah, biar kamunya dikasih izin nggak usah ikut."
Aku menggeleng, diikuti uapan lebar, sambil memasukkan beberapa barang terakhir dalam ransel. "Nggak usah, Bu, lagian Tari cuma kurang tidur doang."
"Ya udah, tapi kalau ada apa-apa langsung kabarin Ibu. Itu barang-barang kamu udah lengkap semua?"
"Udah, Bu. Tari berangkat dulu, Bulug udah nungguin di depan."
"Bulug?"
"Bagas Bu, maksudnya."
"Jangan suka kasih gelar jelek sama teman. Bagas ganteng gitu dibilang Bulug."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia dan Ilusiku [Completed✔]
Fiksi Remaja[ Selesai ditulis 17 juni 2019 ] ================================== Note : Follow terlebih dahulu sebelum membaca. ================================== •Attention : Cerita mengandung unsur ketagihan. Baca 1 part dan kalian akan kecanduan sampai endin...