Hayuk vote dulu sebelum membaca :')
Happy reading!!
***
Hari ke-12
Hati manusia bisa saja berubah. Entah saat ini ia amat sangat mencintaimu, menyayangimu, dan mengasihimu. Tapi kau tak akan tau bagaimana kedepannya. Jangankan kedepannya. Bisa saja esok hari, perasaannya padamu sudah berubah dari yang sangat mencinta menjadi yang sering memberi luka.
Kepercayaan pun menjadi taruhannya. Bagaimana kita membentuk kepercayaan itu sendiri sehingga kita sangat rapuh akan hal-hal di sekelilingnya.
Terkadang, menjadi acuh tak acuh pun penting untuk menyelamatkan kita dari jurang kesakitan yang sudah menanti.
Berkali-kali Rena memantapkan hatinya untuk tetap mempercayai orang yang selama ini ia percayai. Tapi bagaikan angin yang tak henti-hentinya berhembus, kecurigaan itu terus-terusan muncul di lubuk hatinya.
Bahkan ketika ia sempat membicarakan masalahnya pada Cia dan Nanda, mereka berusaha untuk tetap membuat Rena berpikiran positif. Tapi Rena merasa bahwa ucapan tak akan menghilangkan kecurigaannya bila ia tak menemukan bukti yang kuat.
Setelah insiden Cia yang terpuruk kemarin, Rena, Cia dan Nanda memutuskan untuk saling jujur tentang masalah yang mereka hadapi.
Cia dengan masalah ayahnya yang ada di rumah sakit. Nanda dengan masalah kurang pintar mengatur keuangannya dan Rena dengan masalah keluarganya yang ia rasa ada yang salah.
"Gue lebih sering liat hape akhir-akhir ini karena ayah kadang ngirimin pesan yang aneh-aneh gitu. Gue awalnya nggak ambil pusing, tapi pesan yang terakhir ternyata ngode kalo dia ada masalah sama karyawannya. Gue nggak sadar kalo dari awal ayah minta gue pecahin kode itu. Gue nggak becus kan jadi anak?" kata Cia memulai pembicaraan sambil menatap ke arah Rena dan Nanda dengan sendu.
Mereka bertiga saat ini ada di kamar Rena. Setelah sepakat untuk saling terbuka saat di atap sekolah tadi, Rena dan Nanda hanya menemani Cia menangis. Setelahnya mereka kembali ke dalam kelas dan memutuskan untuk menceritakan semuanya saat dirumah Rena.
Rena mengerti bagaimana perasaan seorang anak yang gagal memahami maksud dari orang tua mereka, karena sampai saat ini pun ia tak paham apa yang sebenarnya terjadi dengan papa dan mamanya.
Nanda mengelus bahu Cia, menguatkan Cia untuk tidak menangis lagi setelah matanya terlihat sangat sembab saat ini.
"Lo nggak salah, Ci. Emang dikira lagi main detektif-detektifan apa pake kode-kode segala." jawab Nanda yang langsung dihadiahi jitakan di kepalanya oleh Rena.
"Duhh pala gue! Lo tau gue bego, Ren! Lo jitak setiap hari gimana nggak tambah bego!!" jawab Nanda kesal.
"Serius bisa nggak? Bukan waktunya bercanda nih!" kata Rena sambil memelototi Nanda.
"Gapapa, Ci. Gue tau lo nggak peka makanya kode pramuka aja lo gagal paham semua." lanjut Rena lalu tersenyum pada Cia.
"Yahh sama aja lo kayak gue tadi, Ren. Fokus!! Nggak usah pake bercanda." jawab Nanda sok pintar.
"Gaya lo udah kayak sultan ya." cibir Rena.
"Yaudah, Ci. Sekarang fokus aja sama penyembuhan bokap lo. Buat urusan uang atau apalah itu gue bisa bantu kok." kata Rena menenangkan Cia.
Cia memandang Rena terharu. Baru kali ini ia merasa sangat-sangat beruntung memiliki kedua temannya.
Walaupun mereka berdua sama sekali nggak waras, tapi bagi Cia, ketidakwarasan yang mereka miliki akan menjadi pengawet hubungan pertemanan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap Yang Patah | Fm Series
JugendliteraturNamanya Meireena Sovaska Namboru. Cewek super-aktif yang duduk di bangku kelas 3 SMA. Biasa dipanggil Rena atau si tangan ajaib. Hidupnya sempurna. Punya papa seorang pengusaha batu bara yang sukses, mamanya memiliki butik yang lumayan terkenal dan...