Luna ~ 28

1.3K 43 1
                                    

Di balkon kamar, Luna menumpahkan semua kesedihannya lewat air mata. Ya dengan air mata mampu meredakan kesedihan dan kekecewaan yang Luna alami.

"Kalau Dad menganggap gue anak pembawa masalah, kenapa gak dari dulu kalian membuang gue?" lirih Luna.

"Tuhan kapan gue bahagia? Kapan Tuhan?" Luna melihat ke atas langit berharap bintang mampu mengirimkan keluhan Luna kepada sang pencipta.

Jeduar!

Petir datang dan hujan lebat pun turun. Lengkap sudah. Menangis ditemani hujan malam hari.

Hawa dingin mulai terasa. Luna meninggalkan balkon kamar dan menuju tempat tidurnya. Tanpa sadar Luna melihat figura foto dirinya bersama abang sepupunya, Dean. Luna jadi merindukan sosok cowok yang selalu mendukung dan men support Luna. Yang selalu ada disaat suka dan duka. Sudah lama Luna tidak berjumpa dengannya. Tapi sekarang tidak. Mungkin dia sibuk dengan urusan kuliahnya jadi tidak ada waktu buat bertukar kabar. Dan Luna juga sudah mengganti nomor nya sewaktu dia putus dengan Viko.

Luna mengambil figura itu dan mengusapnya. "Bang, Luna rindu sama abang. Rindu, samgat sangat rindu.

Kalau mau chat abang, liat di belakang figura foto ini.

Luna jadi keingat sama pesan terakhir abang Dean. Luna membalikkan figura itu dan ternyata benar. Disana terdapat nomor telepon bang Dean.

"Nomornya masi aktif ga ya?"

Ragu, antara ngechat bang Dean atau tidak. Takut kalau nomornya tidak aktif lagi.

Dengan yakin Luna menyimpan nomor itu dan langsung menelvon bang Dean.

1

2

3

"Yess terhubung." teriaknya senang.

"Hallo?" ucap bang Dean.

Kok jantung gue dag dig dug gajelas ya? Apa ini efek karena tidak lama bertemu dengan bang Dean?

"Kalau tidak penting saya mati-"

"Bang Dean." lirih Luna.

"I-ini siapa? Kok bisa dapat nomor saya?" terdengar suara gugup di sebrang sana. Luna yakin abang Dean pasti ketakutan. Kejadian beberapa tahun lalu meninggalkan bekas dan trauma.

"Ini Luna bang. Luna kangen sama abang." ucapnya jujur.

Luna akui, Luna sangat rindu sama abang sepupunya ini. Abang yang paling dekat sama Luna dibanding abangnya sendiri. Bahkan Luna berpikir kenapa abang sepupunya lebih baik dibanding abang kandungnya?

"Luna, ini beneran kamu dek?"

"Iya bang. Bang, Luna rindu." lirih Luna. Luna kembali menangis, tangisan rindu.

"Apa kabarmu dek?"

"Raga gue baik bang. tapi tidak dengan perasaanku bang. Bang, gue mau pergi dari sini. Bawa gue pergi bang." ucap Luna sambil sesenggukan.

"What happend, Lun? Why you cry?"

***

Pagi hari nya, Luna bersiap-siap pergi bersama bang Dean. Semua pakaiannya ia masukkan ke dalam koper dan tinggal menunggu abangnya datang dan membawanya pergi dari rumah ini.

Untung saja keadaan rumah sekarang sepi. Kedua orangtuanya dan saudaranya pergi tanpa dirinya. Ya lagian untuk apa Luna ikut kalau mereka akan anggap Luna hanya pembantu mereka. Sama saja.

Tin tin..

Suara klakson mobil mengejutkan Luna. Dengan semangat Luna menyambut abang yang ia rindukan.

"Long time no see, my brother." ucap Luna senang.

"Haha, sekarang sudah pandai bahasa inggris ya, sudah kapok kena marah sama ortu mu karena nilai bahasa inggris rendah." sindir bang Dean.

Tidak terima dengan sindiran halus dari abangnya, Luna memukul lengan abangnya.

"Aduh dek sakit." bang Dean mengaduh kesakitan sambil mengelus tangannya yg terasa sakit.

"Siapa suruh jahil." Luna mengambil kopernya dan memindahkannya ke belakang mobil.

Dean mengatur nafasnya yang terputus-putus, lalu menghampiri Luna dan membantunya mengangkat barang.

"Kamu yakin mau pergi dari rumah ini?" tanya Dean meyakinkan. Luna menghela napas dan mengangguk mantap.

Sekarang ia harus memantapkan hatinya untuk meninggalkan rumah ini. Sudah cukup Luna tersiksa batin di rumah ini. Ketidak adilan, kurang perhatian, tidak disayangi, diabaikan bahkan dianggap pembawa masalah. Cukup sudah. Kini Luna ingin membuka lembaran baru, memulai harinya yang baru walau berat baginya.

"Siyap bang. Tidak ada yang perlu disesali lagi. Luna ingin bahagia bang. Sakit bang, Luna harus menahan rasa sakit hati terus." lirih Luna. Matanya mulai memanas. Cairan bening berhasil menetes.

Dean memeluk Luna dengan penuh kasih sayang. "Yaudah kalau itu mau mu. Abang akan bantu kamu bahagia dek. Abang berjanji." Dean sambil tersenyum tulus Dean mengangkat wajah Luna dan menghapus air mata di pipi Luna.

"Yaudah ayok kita pergi." ajak Dean.

Luna melepas pelukan mereka. "Tunggu dulu bang, Luna mau letakkan ini ke kamar mom."

"Baiklah."

***

TBC
SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA BAGI YANG MENJALANKANNYA
JANGAN LUPA VOMENT NYA GAES:) EDISI PUASA BERBAIK HATILAH KALIAN UNTUK VOMENT:)

LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang