Memasuki rumah dengan hati yang berbunga-bunga, Indah tidak bisa menyembunyikan ekspresi kebahagiaan yang terpampang jelas di wajahnya. Dia tidak tahu apakah dia adalah wanita paling bahagia di dunia, tapi yang dia tahu adalah, dia pasti termasuk salah satu dari mereka.
“Ayah... Ibu... Aku pulanggg...” sapa Indah saat melihat kedua orang tuanya yang sedang duduk dan menonton Tv di depannya.
Mang Untung yang melihat putrinya pulang dengan raut wajah bahagia tidak bisa menahan senyum saat dia dengan penasaran bertanya, “Kenapa kamu terlihat sangat bahagia? Apakah kamu baru saja menemukan sesuatu di luar sana?”
Memikirkan kembali saat di pasar tadi, Mang Untung tidak bisa tidak menggoda, “Jika Ayah tidak salah ingat, ada seseorang yang sejak pagi selalu cemberut karena tidak bisa melihat Angga.”
“Ayahhh...! Apakah Ayah tidak bisa sekali saja tidak menggodaku tentang Kak Angga!” balas Indah dengan cemberut dan kesal. Tapi, wajahnya yang memerah tidak bisa menyembunyikan perasaan malu dan bahagianya.
Berjalan mendekati Ibunya, Indah dengan manja memeluk lengan Ibunya dan mengeluh, “Ibu! kamu harus memberitahu Ayah untuk berhenti menggodaku seperti itu! Aku bukan anak kecil lagi!”
Mengelus rambut Indah dengan penuh cinta, Istri Mang Untung menatap putri satu-satunya yang telah tumbuh dewasa. Sebagai orang yang telah membesarkanya sejak kecil, dia tahu seperti apa putrinya. Walaupun dia sedikit menebak sesuatu, tapi tetap saja, dia ingin Indah sendiri yang mengatakannya. Dengan senyum samar di wajahnya, Istri Mang Untung dengan lembut bertanya, “Ibu juga penasaran, apa yang membuat putri ibu ini tampak begitu bahagia? Apakah itu...”
“Itu pasti Angga,” kata Mang Untung sambil mengambil gelas di atas meja dan menyeruput isinya. Melirik Indah yang hanya tertuduk malu tanpa bisa menjawabnya, Mang Untung tersemyum menggoda. “Benar kan, tebakan Ayah. Apalagi yang bisa membuatmu senang seperti ini jika bukan karena Angga.”
“Benar?” tanya Istri Mang Untung kepada Indah.
“En...” jawab Indah dengan lembut sambil menganggukkan kepalanya.
“Saat Indah sedang sedang membereskan dagangan, Kak Angga tiba-tiba datang dan akhirya membantu Indah membereskan dagangan. Setelah itu... setelah itu, Kak Angga mengantar Indah pulang...” Saat Indah mencoba menjelaskan kepada Ayah dan Ibunya, dia hanya bisa menundukkan kepalanya dan suaranya semakin kecil seperti berbisik karena malu.
Walaupun Mang Untung sudah sedikit menebak, tapi dia tetap merasa penasaran saat melihat putrinya yang telah tumbuh dewasa dan mulai mengenal cinta. Tapi saat dia ingin bertanya lebih lanjut, Istrinya dengan lembut menepuk pundak Indah dan dengan lembut berkata, “Sudah, sudah... Kamu pasti lelah seharian membantu Ayah berjualan di pasar. Sana mandi, habis itu makan. Ibu sudah membuatkan masakan kesukaanmu.”
“Iya...” jawab Indah dengan patuh mengangguk. Dia memang sempat merasa sangat lelah setelah seharian membantu Ayahnya di pasar. Tapi setelah bertemu dengan Angga, semua kelelahannya menghilang dan lenyap ditelan udara.
Perlahan berdiri, Indah berjalan menuju kamarnya dengan kepala yang masih tertunduk. Saat dia hendak berjalan lebih jauh, Indah berhenti saat dia mulai mengingat sesuatu. Membalikkan badannya, Indah menatap Ayahnya dan berkata, “Ayah, Kak Angga tidak akan lagi berjualan di pasar. Karena, dia sudah mendapatkan pekerjaan baru.”
“Pekerjaan apa?” tanya Mang Untung dengan bingung. Karena dia tidak pernah mendengar Angga membicarakan tentang mencari pekerjaan baru. Bukankah Angga yang bilang sendiri bahwa dia menyukai pekerjaannya saat ini? Kenapa dia tiba-tiba mendapatkan pekerjaan baru? Pikir Mang Untung dengan ragu.
“Kak Angga sekarang menjadi satpam,” jawab Indah sambil berlari menuju kamarnya.
Melihat Indah yang sudah masuk kamarnya, tatapan lembut Istri Mang Untung berubah saat dia dengan tajam memelototi suaminya dan dengan tidak senang berkata, “Ibu kan sudah pernah bilang. Ibu tidak suka jika Indah bersama Angga! Kenapa Bapak enggak pernah ngerti sih!”
“Loh? Emang kenapa? Indah sendiri yang suka dengan Angga, Bapak enggak pernah maksa-maksa Indah buat suka sama Angga. Kenapa kok jadi Bapak yang disalahin?” tanya Mang Untung dengan bingung saat melihat Istrinya yang sedang menatapnya dengan marah dan kesal.
“Bapak emang gak maksa Indah. Tapi Bapak itu kesannya seperti menyetujui hubungan Indah dengan Angga! Angga itu gak cocok buat Indah. Dia gak bakal bisa buat Indah bahagia. Yang ada malah Indah yang menderita!” jawab Istri Mang Untung dengan suara yang semakin meninggi karena emosi.
Jika itu menyangkut masa depan putrinya, dia tidak ingin ada kompromi. Bahkan jika itu adalah Angga yang dia anggap hampir seperti anak sendiri, dia tetap tidak ingin Indah menyesal di kemudian hari.
“Kenapa sih Ibu gak suka kalau Indah bersama Angga? Angga itu anak yang baik. Lagi pula, perasaan orang gak bisa dipaksakan. Biarkan Indah memilih pilihannya sendiri, dia sudah besar, dia tahu apa yang dia lakukan,” kata Mang Untung yang mencoba menenangkan istrinya.
“Angga memang anak yang baik. Tapi pekerjaannya yang kurang baik!”cetus Istri Mang Untung dengan tidak senang.
“Kurang baik gimana sih? Ibu kalau ngomong jangan ngawur,” kata Mang Untung sambil sedikit mengerutkan kening saat dia mengingatkan Istrinya.
“Hmph! Siapa yang ngawur! Emang kenyataannya begitu. Apa hebatnya jadi satpam? Tetep aja dia gak bakal bisa buat Indah bahagia. Masa depan Indah masih panjang dan Ibu yakin, dia pasti bakalan sukses nanti. Tentu saja, pasangannya harus orang sukses juga.” Balas Istri Mang Untung dan mengabaikan ekspresi tidak senang suaminya.
Sebagai Ibu yang membesarkan dan menyekolahkannya sampai ke perguruan tinggi, dia sangat berharap Indah bisa hidup bahagia dan memiliki masa depan yang cerah di kemudian hari. Dia tidak ingin Indah mengulangi nasip kedua orang tuanya yang hidup dalam kesusahan. Dia sudah merasakan dan tahu betapa sulitnya hidup sebagai orang tak punya. Jadi, dia tidak ingin Indah harus mengalami nasib yang sama seperti dirinya.
“Ibu lupa ya? Jika bukan karena membantu kita, Angga tidak akan jadi begini. Saat Bapak sakit, Angga yang membantu melunasi biaya pengobatan Bapak. Saat Indah butuh biaya buat kuliah, Angga juga yang bantu. Apakah dia pernah menagih uang yang dia pinjamkan? Enggak!” kata Mang Untung saat dia mencoba mengingatkan kembali Istrinya. “Entah sudah berapa banyak uang yang dia pinjamkan, Apa Ibu tahu? Bapak selalu malu kalau melihat Angga di pasar.”
“Kenapa malu? Bukan seperti kita enggak bakal bayar hutang kan? Bapak gak usah khawatir, nanti Indah yang bakal lunasin hutang Bapak,” kata Istri Mang Untung dengan acuh tak acuh sambil mengganti channel Tv.
“Haahhh...” sambil mendesah panjang dan menggelengkan kepalanya, Mang Untung menatap Istrinya dan pelahan berdiri. “Terserah Ibu aja lah. Bapak pusing. Bapak mau keluar dulu cari angin. Kalau lama-lama duduk disini, Bapak bisa ketularan gak punya hati,” sindir Mang Untung dan mulai berjalan pergi.
“Biarin gak punya hati! Ini semua bukan untuk Ibu! Ini semua buat Indah!” balas Istri Mang Untung dengan marah saat melihat Mang Untung keluar dari rumah.
...
Di tempat yang berbeda, sekelompok pria berbadan kekar tengah berbaris di depan sebuah rumah mewah. Menatap orang-orang di depannya, Herry menyeringai dengan kejam dan berkata, “Bagus! Jika kalian sudah siap, ayo! Aku sudah tidak sabar untuk melihat pria brengsek itu mati dengan mata kepalaku sendiri!”...
...
...Terima kasih telah membaca, jika berkenan,
- Pembaca diharapkan memberi penilaiannya pada cerita ini dalam skala 1 - 100 (silakan tulis di kolom komentar),
- Jika pembaca mendapati typo, salah dalam penempatan tanda huruf, atau yang lainnya, harap untuk mengomentarinya di kolom komentar. Untuk pembelajaran ke depannya.Like & Share if you care
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Kontrak 1 Milyar (Tunda)
RomansaMenceritakan seorang penjual rujak bernama Angga, namun dia memiliki identitas khusus yang tidak diketahui oleh orang biasa, dan tiba-tiba terjebak pernikahan kontrak selama 4 tahun dengan wanita dingin dan kaya bernama Bella. Ada juga wanita cantik...