Prolog

18 3 0
                                    

Anak laki-laki itu menatap pantulan dirinya didepan cermin, tinggal memakai dasi. Selesai.

Tiba-tiba terdengar suara barang pecah dan disusul oleh suara berisik, seperti seseorang yang tengah bertengkar.

Sudah biasa. Itulah yang ada dipikiran Adrian, dan ia benar-benar tak peduli. Menurutnya kejadian itu adalah hal biasa menurutnya.

Adrian menuruni satu persatu anak tangga. Hingga ia berada di anak tangga terakhir, ia semakin jelas mendengar pertengkaran yang selalu terjadi di rumahnya.

"Kamu itu Mamanya! Seharusnya kamu bisa mendidik Adrian menjadi lebih baik! Bukan keluar-luar tidak jelas!!" bentak Arnan-Papa Adrian.

"Saya itu bukan keluar-luar tidak jelas! Saya itu kerja demi kebaikan Adrian! Karena semua uang kamu pasti kamu serahin keselingkuhan kamu, kan?!" balas Sinta-Mama Adrian tak kalah tinggi.

Sebelum Arnan membalas ucapan Sinta, Adrian sudah lebih dahulu memotong ucapannya, "Berisik! Ini masih pagi, jangan buat ribut. Ganggu!"

"Adrian jaga ucapan kamu," tegur Arnan.

Adrian memutar bola matanya, setelah itu ia menutup pintu rumah dengan sangat kencang.

***

Adrian Mengendarai mobil dengan kecepatan rata-rata, berharap bahwa akan ada kabar yang mengatakan bahwa ia mengalami kecelakaan. Mungkin saja dengan kejadian itu orangtuanya akan mengerti dirinya.

Namun, lagi-lagi ia merasa bahwa tuhan tak pernah mengabulkan harapannya. Karena, ia harus tiba di sekolahnya, SMA Nusa Bangsa.

Ketika, ia membuka pintu mobilnya, sudah dapat di pastikan bahwa ia akan menjadi pusat perhatian. Sebab, wajah rupawannya membuat banyak gadis tergila-gila padanya. Hidung mancung, alis tebal, rahang yang sempurna, bibir merah muda, serta tubuh tinggi. Membuatnya terlihat begitu sempurna.

Berada dalam mood yang buruk membuat Adrian malas untuk mengikuti pelajaran di kelasnya. Ia memutuskan untuk pergi ke rooftop, untuk menenangkan pikirannya.

Adrian memandang kebawah dimana yang terlihat hanya mobil dan motor yang terjajar rapih.

Adrian menghela nafas. Ia terlalu lelah menghadapi semuanya. Andai saja, ia tak terlahir, mungkin ia tak perlu melihat perdebatan keluarganya. Andai saja, dulu dia tak meninggalkan Adrian mungkin ia masih memiliki harapan, dan mungkin ia takkan pernah menjadi Adrian yang terkenal dingin.

Adrian merentangkan kedua tangannya, mengadahkan kepala dan menutup matanya membiarkan udara sejuk menerpa wajahnya.

Pintu rooftop terbuka memperlihatkan gadis dengan bola mata hitam indah. Gadis itu membelalakan matanya, ia pikir lelaki itu akan bunuh diri. Segera ia mendekat dan menarik lelaki itu.

Merasa ada yang menariknya Adrian membuka matanya dan menoleh kearah kanan dimana gadis itu menariknya. Adrian tertegun, matanya menatap bola mata hitam itu sepersekian detik. Ia terlalu hanyut, ia terpesona. Namun ia tersadar ketika gadis itu menggerakan tangannya seperti memberi sebuah isyarat.

Adrian mengernyit, ia tak mengerti apa yang di katakan oleh gadis itu. Merasa mengerti dengan kerutan didahi Adrian gadi itu mengeluarkan kertas catatan dan pulpen yang selalu ia bawa dan menulis sesuatu.

"kamu mau bunuh diri?"

"Lo pikir gue mau bunuh diri?" Gadis itu mengganguk.

Adrian mendengus. "Gue bukan orang bego, yang menyelasaikan masalahnya dengan bunuh diri. Karena, gue tau bunuh diri itu bukan menyelasaikan masalah, tetapi menghindari masalah. Dan hanya seorang pecundang yang melakukannya."

Gadis itu mengerjapkan matanya. Ia tak tau bahwa Adrian bisa mengatakan hal sebijak itu, tentu saja ia tau bahwa Adrian yang ada dihadapannya adalah lelaki yang terkenal dingin.

Adrian memandang gadis itu dari atas hingga bawah. "Gue penasaran, keliatanya lo itu kayak cewek baik-baik. Tapi, lo ngapain disini?"

"Ini jam pelajaran olahraga tapi guru nggak ada jadi aku milih pergi kesini."

"Setau gue, murid baik-baik itu lebih milih di taman belakang sekolah. Tapi lo..."

Gadis itu hanya tersenyum. "Itu apa yang lo bawa?" Gadis itu menujukan buku tebal berisikan rumus-rumus fisika.

"Fisika?" Gadis itu menganguk.

Sadarkah Adrian bahwa saat ini ia begitu ingin tau tentang kegiatan orang lain? Gadis itu tak jadi membaca buku yang telah ia bawa, ia malah terpana ke arah bawah, dimana banyak kendaraan terpakir.

Sedangkan, Adrian ia memutuskan melihat gadis disampingnya. Gadis itu terlihat begitu sempurna, Mata yang tak telalu sipit dan terlalu bulat, hidung mancung, bibir merah muda, didukung pipi yang tak bisa dibilang tirus dan juga chuby.

Bel pergantian jadwal berbunyi, membuat gadis itu segera meninggalkan rooftop. Adrian hanya bisa menatap punggung gadis itu yang sudah mulai menjauh.

Adrian menghela nafas, menyederkan badannya kesenderan kursi. Pikirannya hanya tertuju pada gadis tadi, gadis dengan bola mata hitam yang begitu menghipnotisnya.

Adrian bangkit tetapi sesuatu membuatnya menahan langkahnya, buku gadis itu. Ia segera membukanya dan terdapat nama gadis itu.

Natasha, XII IPA 1

"The beautiful name," gumam Adrian lalu ia menggelengkan kepalnya disertai senyum kecil yang menghiasi bibir merah mudanya. "Gue pasti udah gila."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Not PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang