23 - Diam Diam

17.2K 1.2K 14
                                    

#SENJA#

Setelah kemarin menghabiskan waktu pergantian tahun di rumah keluarga Jingga, liburan tersisa 6 hari. Aku berencana menghabiskan sisa liburan ini bersama Jingga karena nanti ketika sudah masuk sekolah, dia pasti sibuk belajar mulu persiapan ujian.

Hari ini, aku mengajaknya lari pagi di Stadion. Tentu saja dengan usaha ekstra. Aku yang menjemputnya, membangunkannya sampai harus dengan menyiram air ke wajahnya.

Percayalah, sebenernya aku nggak tega harus nyiram se-ember air ke dia tapi gimana ya, cuma itu satu-satunya cara terbaik membangunkannya.

"Kenapa berhenti ?" Tanyaku pada Jingga yang berhenti berlari. Ini baru 2 putaran loh. Masa segini doang dia udah capek.

"Aku ke toilet ya," pamitnya padaku tapi aku mengikutinya dari belakang.

Dia menghentikan langkahnya, berbalik menghadapku, "Aku beneran ke toilet. Sana kamu lanjut lari"

Iya aku memang nggak percaya dia benar-benar ke toilet karena dia suka kabur kalau diajak olahraga gini.

"Beneran ke toilet loh ya ? Awas kalo kamu kabur," aku memberi nada mengancam kepadanya.

"Iyaa," ia kemudian pergi. Aku memperhatikannya dari kejauhan. Setelah melihatnya benar-benar menuju ke arah toilet, aku kembali melanjutkan berlari.

.
.

Aku sudah berlari hingga putaran ke 4 tapi Jingga tak kunjung datang. Oke fix, dia pasti kabur. Nggak mungkin antre toilet selama ini.

Aku putuskan untuk mencari keberadaannya. Aku berjalan mengamati satu per satu orang-orang yang berjualan makanan. Tempat paling memungkinkan bagi Jingga untuk kabur.

Akhirnya aku menemukannya sedang mengantre beli bubur ayam!

Dasar.

Lari cuma 2 putaran aja lelet. Giliran antre makan, semangat.

Aku berjalan menghampiri dirinya.
"Enak ya beli bubur," kataku padanya sambil mencubit keras pinggangnya. Biar aja dia kesakitan. Huh.

"Mang, tambah buburnya satu lagi, nggak pakai kacang," Jingga menambah satu pesanan lagi ke Mamang penjual bubur itu.

"Kamu makan dua ?" Tanyaku padanya.

"Buat kamu"

"Aku nggak mau," kataku menolak tapi ia malah menyerahkan semangkuk bubur itu kepadaku.

Kami berdua sekarang duduk berhadapan, ada semangkok bubur ayam tepat di hadapan kami.

"Kamu mau nyogok aku pake ini ?" Tanyaku kepadanya sambil menunjuk bubur ayam di hadapanku.

"Mau minum apa ?" Oh dia mengalihkan pembicaraan ya.

"Aku nggak mau makan bubur ini"

"Teh hangat aja ya"

Dia sama sekali tak mendengarkan ucapanku. Awas ya. Tunggu saja pembalasanku.

***

"Mau diam sampai kapan ?" Tanya Jingga kepadaku.

Sejak makan bubur sampai sekarang, aku memang mendiamkannya dan bersikap cuek. Biar dia tahu kalau aku sebal dengannya.

"Senja," entah sudah keberapa kalinya ia memanggil namaku tapi aku masih betah diam dan fokus menyetir. Ya karena tadi pagi yang jemput dia itu aku, maka aku juga yang mengantarkannya pulang.

Kini mobilku sudah sampai di rumah Jingga dan aku masih saja diam kepadanya.

"Hati-hati di jalan," katanya trus keluar dari mobilku kemudian masuk ke dalam rumahnya.

Jingga Untuk SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang