The Slave

39 6 3
                                    

"Terkadang, sangat mengerikan saat pikiranku bisa memakan kesadaranku sendiri"

Pagi itu berjalan seperti biasa, berangkat ke sekolah dengan lukisan biru-ungu yang tercipta karna pembuluh darah yg pecah di bawah kulit. Ku pakai kacamata berframe tipis bundar sempurna di mata yang bahkan tak bisa sepenuhnya terbuka pagi hari ini, memakai seragam sekolah dan berangkat dengan kaki yang sedikit tergilir karena tertendang bola kemarin sore.

Mungkin orang-orang hanya melihatku sepintas sebelum mereka membicarakan luka-luka ditubuhku ini, bukan hal yang besar kata orang, tapi aku takut. Benar-benar takut. Ketika orang-orang memulai mengarahkan mata tajamnya ke arahku, aku hanya bisa menggulung kepalaku ke bawah sedalam mungkin, rasanya aku ingin punya mata di ubun-ubunku agar aku bisa berjalan dengan nyaman walaupun posisi berjalanku tak lebih baik dari anak usia 2 tahun.  Dan ya, aku selalu merasa ada mata sebesar rumah yg sedang memperhatikanku, menerorku dan membuatku terus membuka mata ini lebar-lebar walau jam telah menunjukkan angka 3 dini hari.

Brak

"VIOOOO!!!!"
Teriakan nyaring itu benar-benar mampu membuatku melakukan sesuatu yang benar-benar aku benci--meluruskan kepalaku.

"Luna, ada apa?"
"Heiiiii, tidurmu nyenyak?"
"Tidak terlalu,"
"Ah benarkah? OMG kau tak apa-apa kan?"
"Tak apa, kau sudah mengerjakan tugasnya bukan?"
"Mengalihkan pembicaraan, dasar kau ini."

Perempuan itu, Luna. Dia adalah juliet rose di tengah kehidupan sekolah yang benar-benar tidak menjunjung peri kemanusiaan. Dia satu-satunya temanku, hanya dia yang mau menerima orang sepertiku, dia cantik, pintar, baik, dan tugasku berada di samping orang yg sangat bersinar itu adalah menjadi bayangannya. Tak sulit, hanya berjalan disampingnya, menjadi tempat penitipan hadiah ketika valentine tiba atau tempat penitipan salam dari berbagai jenis laki-laki. Bukan salah Luna juga, bagaimana bisa aku memikirkan hal seperti ini dari orang sebaik Luna? My brain is a shit.

Mungkin, aku hanya iri. Otak menjijikan ini terus memutar sesuatu yg membuat diriku mengingat sesuatu yg tak berguna, dan membuat hariku terasa lebih berat hanya karna senyum kecut dari beberapa orang yang bahkan tak aku kenal. Urusan sepele itu tiba-tiba menjadi beban seberat jupiter.

Lamunan tak berguna itu kembali datang, dalam perjalanan ke kelas lebih dari 10 orang telah menyapa Luna, dan tak ada yg melihatku. Kecuali orang yang ada di sampingku tentu saja.

"Vi, lukamu sudah sembuh? Ada lebam lagi tidak?"
"Ada, aku dapat beberapa lagi,"
"Vio.... :(((( aku selalu bawa salep dan obat merah di ranselku karna aku tau kamu ga bakal mau kalo diajak ke uks."
"Hm, akh, maafkan aku."
"Buat apa kau minta maaf! Aku yang bersikeras juga, bukan salahmuu."
"Terima kasih."
"Santai aja."

Luna menepuk bahuku lembut dan eyesmilenya benar-benar mampu membuat seorang perempuan ini terkesima akan keindahan ciptahan Tuhan. Setelah melalui beberapa anak tangga dan jalan yang dipenuhi daun-daun orange-coklat yang terlepas jatuh bebas ke tanah yg sepenuhnya telah tertutup lapisan adonan semen, kami sampai di kelas kami, kelas di lantai 2 tepat disamping pemandangan lapangan basket dan beberapa mohon maple yg hampir mencium pembatas balkon. Aku suka suasana sekolah di pagi hari. Bukan berarti aku menyukai kehidupanku di sekolah. Aku hanya suka ketika aku berada di sekolah dengan diriku sendiri. Aku masuk ke dalam kelas dan menuju bangku di sudut kelas, tempat menyenangkan untuk tidur. Meluruskan lengan kananku dan menumpuk kepala di atasnya.

Aku ke sekolah hanya untuk tidur, wah mewah sekali hidupku ini. Sering kali penjelasan guru terbaik di sekolahku hanya menjadi angin semilir yang menembus otakku dan membuatnya terasa lebih ringan, aku lebih nyaman belajar sendiri.

Drrrtttt

Handphoneku bergetar membuat bulu kudukku sedikit merinding, ada pesan masuk--benar-benar membuatku merinding setengah mati. Demi kerang ajaib, aku belum pernah menerima e-mail dari siapapun didunia ini, luna tak pernah mengirim e-mail, hanya pesan singkat atau telpon di saat-saat tertentu. Demi janggut neptunus, apa yang harus kulakukan? Aku takut itu adalah pesan ancaman, atau yang lebih buruk pesan dari penagih hutang.  Aku memberanikan diri untuk mengintip alamat e-mail orang yang baru saja mengirim sesuatu padaku.

Ah. Younowwhoiam378.

Aku tersenyum lebar ketika melihat nama itu. Dia, orang itu adalah temanku yang kedua. Aku telah menyebutkan semua temanku yang ada di dunia ini. Hidup ini simple bukan?

Fun(eral)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang