Part 9

1.4K 194 8
                                    

Sinar matahari sayup-sayup menyelinap masuk ke dalam kamar kayu itu. Krist perlahan membuka matanya, baru sadar kalau dirinya tertidur lebih dari 12 jam. Dilihatnya Singto yang masih tertidur pulas di sebelahnya, perlahan dipegangnya dahi Singto memastikan kalau demamnya sudah turun.

"Singto~" gumam Krist, tapi yang dipanggil masih asyik tertidur sambil memeluk lengan Krist. Krist tersenyum kemudian mengacak pelan rambut Singto. Krist menutup matanya lagi, tak ingin momen seperti ini berlalu dengan cepat. Tapi tanpa dia sadari, ayahnya masuk ke ruangan itu sambil membawa 2 mangkuk sup.

"Kalian tidur nyenyak sekali..." Gumam ayahnya. Krist terkejut, sejak kapan ayahnya pulang?

"Hooaaamm.." Krist pura-pura meregangkan badannya seolah-olah baru bangun tidur.

"Oh, apa Pho mengganggumu tidur?"
"Eh, sawadde khap Pho. Maaf tak memberitahukan kalau saya menginap di rumah Krist" ucap Krist seolah-olah dirinya adalah Singto.

"Tak apa nak. Krist juga belum pernah membawa temannya pulang, Pho senang akhirnya dia memiliki teman" ucap ayah Krist sambil tersenyum. Krist benar-benar merindukan ayahnya. Kalau saja dia berada di tubuhnya sendiri mungkin dia sudah memeluk ayahnya dengan erat.

"Pho, apa pho perlu bantuan? Aku akan membantu membersihkan rumah ini.."
"Oh tak usah nak....."
"Singto, namaku Singto Pho"
"Oh nak Singto. Lebih baik kau istirahat saja, kau dan Krist sedang sakit kan?"

Singto mengerjapkan matanya, merasa terganggu dengan suara obrolan Krist dan sang ayah.

"Oh Krist, kau sudah bangun nak? Ayo makan dulu, lalu minum obat" ucap ayah Krist sambil memberikan dua mangkuk itu masing-masing kepada Krist dan Singto. Singto menatap tajam ayah Krist, bukan karena benci tapi karena kepalanya masih terasa sakit.

"Krist, apa kau masih marah pada Pho karena jarang pulang? Pho minta maaf ya, mulai sekarang Pho akan menjagamu dan tak akan membiarkan wanita itu menyentuhmu lagi"
Singto hanya mengangguk pelan sambil memegangi kepalanya.

"Hei, kau tak apa-apa?" Tanya Krist khawatir. Krist berusaha menyentuh kepala Singto, tapi Singto malah menepis tangan Krist dengan kasar.

"Eer, Pho. Sepertinya Krist masih butuh istirahat. Biar aku yang merawatnya, Pho tinggalkan saja dia denganku.."
"Baiklah nak, kalian makan yang lahap ya" ucap ayah Krist kemudian berlalu keluar.

"Dia ayahmu?" Tanya Singto. Krist hanya mengangguk sambil memakan sup nya.

"Eh, bukannya badanmu sudah baikan? Kenapa kau menatap ayahku tajam seperti itu?"
"Kau tak merasakannya? Kepalaku masih sakit, rasanya seperti mau pecah.."
Krist terkejut karena dirinya sama sekali tak merasakan apapun. Diam-diam dia mencubit lengannya sendiri sampai memerah, tapi Singto sama sekali tak bereaksi apapun.

"Kau.... Benar-benar merasa sakit?" Tanya Krist hati-hati. Singto menatapnya tajam, berpikir kalau Krist hanya bercanda menanyakan itu, sementara Krist tampak ketakutan, berpikir kalau jiwa mereka mungkin tak akan kembali.

"Aku sudah selesai. Aku pulang sekarang, takut ayahmu mencariku. Jangan lupa diminum obatnya ya sayang"
"Siapa yang kau panggil sayang hah?" Ucap Singto dingin. Krist hanya tersenyum lebar sambil mengacak rambut Singto kemudian berlari keluar kamar.

"Krist Perawat sialan! Ku bunuh kau kalau aku sembuh!" Teriak Singto tapi Krist hanya tertawa lebar diluar ruangan.

~Switch!~

Krist berjalan menyusuri lorong rumah sakit ini. Setelah mengintrogasi Tay akhirnya dia mendapatkan lokasi rumah sakit tempat Gun dirawat. Dirinya benar-benar tak enak telah membuat Gun tak bisa berjalan lagi, jadi dirinya memutuskan untuk meminta maaf kepada Gun karena tak bisa menyelamatkannya waktu itu.

"Gun Atthaphan.. 301.." gumam Krist sambil memperhatikan nomor di setiap pintu yang dia lewati. Krist menghentikan langkahnya saat menemukan pintu bertuliskan 301. Perlahan dibukanya pintu itu, takut sang penghuni merasa terganggu. Begitu masuk, hal pertama yang dilihat Krist adalah Gun yang sedang duduk di kursi roda menghadap jendela sambil membaca buku.

"Permisi, apakah anda yang bernama Gun Atthaphan?" Tanya Krist sesopan mungkin. Gun langsung memutar kursi rodanya ke arah Krist.

"Iya saya Gun, anda siapa?" Tanya Gun.

"Saya Singto, teman Krist" ucap Krist sambil meletakkan parcel buah di atas meja.

"Oh anda teman P'Krist? Apa kabarnya sekarang? Kenapa dia tak kesini?"
"Dia sedang sakit sekarang. Saya kesini juga ingin mewakili dia untuk minta maaf atas kejadian tahun lalu"
Gun tersenyum kemudian menggerakkan kursi rodanya mendekati Krist.

"Oh jadi anda sudah tau ceritanya? Katakan padanya, saya tak apa-apa. Kata dokter, beberapa kali terapi saya sudah bisa berjalan lagi"

Krist terkejut, Off berbohong padanya kalau Gun sama sekali tak bisa berjalan, dan kebohongannya itu membuat Singto menderita sekarang. Krist mengepalkan tangannya kuat-kuat, dirinya benar-benar marah pada Off sekarang karena membuat Singto jatuh sakit.

"Oh iya, tumben P'Krist sakit. Biasanya dia orang yang tahan banting.."
"Eer, kalau saya ceritakan masalahnya apa anda tak keberatan?"
Gun menatap Krist bingung. Dengan hati-hati dia menceritakan penyerangan Off tempo hari.

"Jadi papi menyerang P'Krist lagi?" Tanya Gun. Krist hanya mengangguk perlahan.

"Hhh, padahal saya sudah memberi tahu papi kalau saya jatuh karena kecelakaan, bukan karena kesalahan P'Krist. Kapan sih dia mau mendengarkan ku," ucap Gun kesal.

"Jadi anda sama sekali tak marah pada Krist?"
"Tidak, saya tak pernah marah padanya. Saat saya terjatuh saya menyadari yang kami lakukan hari itu memang salah. P'Krist tak salah apa-apa tapi kami tiba-tiba menyerangnya. Sampaikan maaf saya pada P'Krist ya"
"Baikah, saya akan menyampaikan permintaan maaf anda padanya" jawab Krist sambil tersenyum, tapi dalam hatinya terasa sangat panas menahan emosi.

"Kau? Bukannya kau teman Krist?"

Krist refleks menoleh, tampak Off masuk ke ruangan itu dengan wajah tak bersalah membuat Krist semakin marah.

"Sialan kau!" Ucap Krist kemudian memukul Off.

"Apa masalahmu hah?!" Ucap Off sambil membalas pukulan Krist. Perkelahian tak dapat dihindari lagi. Gun dengan panik menekan tombol darurat di sisi ranjangnya. Tak lama beberapa petugas masuk dan melerai mereka berdua.

"Kau sudah membuat kekasihku sakit sialan! Kau harus mendapatkan akibatnya!" Teriak Krist tepat sebelum dirinya ditarik keluar dari rumah sakit itu.

"Dia pantas mendapatkan yang lebih dari kemarin! Lihat saja kekasihmu itu tak akan selamat!" Teriak Off tak kalah kencangnya, tapi masih sempat ditangkap telinga Krist. Dengan kasar petugas-petugas itu mendorong Krist keluar dari areal rumah sakit itu.

"Akh!" Pekik Krist sambil menyeka darah yang menetes di sudut bibirnya. Dirinya yakin wajah Singto kini pasti penuh lebam karena Off memukulnya dengan kuat, tapi dirinya belum juga puas saat melihat luka lebam di wajah Off.

"Tunggu saja Off, sebelum kau menyentuh Singto ku, ku pastikan kau yang tersiksa lebih dulu"

~Part 9 end~

[KristSingto AU] Switch! [End] [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang