Man from the Past

431 70 10
                                    

Hyuka menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Sudah kira-kira setengah jam lamanya ia harus bertahan dalam situasi yang menyiksa batin ini. Berapa lama lagi lehernya harus tegang begini? Ingin benar Hyuka melemaskan otot lehernya, namun sedikit saja ia bergerak maka ia akan menghadapi momok terbesarnya saat ini.

Orang di sebelahnya, yang menurut dugaan Hyuka adalah karyawan berusia sekitar empat puluh tahun, sedari tadi mengangkat tangan untuk menggenggam pegangan kereta. Memamerkan bagian ketiak kemejanya yang basah dan beraroma aduhai. Tepat di samping wajah Hyuka, yang sudah merasa ingin mati saja saking muaknya. Masker hitam yang dikenakannya sama sekali tidak mengurangi aroma yang disebarkan orang di sebelahnya. Ditambah lagi orang itu tampaknya sama sekali tidak menyadari ketidaknyamanan Hyuka.

Andai saja kereta tidak sepenuh ini, tentu Hyuka sudah memilih untuk pindah ketimbang menghadapi kengerian tidak sengaja bertatap langsung dengan ketiak basah jika ia menoleh sedikit saja. Namun, mustahil baginya untuk bahkan sekedar bergeser. Kereta terlalu padat penumpang, bahkan Hyuka sama sekali tidak dapat melihat di mana kakinya berada. Seseorang bisa saja pingsan namun tidak akan jatuh karena tertahan oleh penumpang lain di sekitarnya.

Situasi yang sungguh sempurna untuk merenggut sebuah nyawa. Nyawa yang seharusnya menjadi jatah Taehyun, namun apa daya kini beralih menjadi tanggung jawab Hyuka. Gara-gara Taehyun yang terserang diare di hari ujian, dan dosennya hanya punya waktu petang ini untuk memberikannya ujian susulan.

Target Hyuka kali ini adalah seorang bankir berusia tiga puluh delapan tahun bernama Kim Dongsoo. Sejak sebelum masuk kereta Hyuka telah membayanginya, dan kini ia hanya berjarak sekitar semeter dari targetnya.

Hidup Kim Dongsoo mungkin akan bisa lebih panjang seandainya ia tidak mencoba memeras seorang pengusaha saat menemukan beberapa transaksi mencurigakan. Tetapi tamak, licik, dan ceroboh tidak pernah jadi kombinasi yang bagus.

Bankir itu mungkin hanya berpikir akan mendapatkan penghasilan cuma-cuma, namun Hyuka yakin ia tidak akan melakukan hal itu jika mengetahui bahwa pengusaha itu memiliki hubungan dengan dunia underground. Dan ia membuat dirinya tampak mengetahui banyak hal saat melakukan pemerasan, membuatnya seolah menandatangani surat kematiannya sendiri.

"Perhatian, sebentar lagi kereta akan memasuki...."

Mendengar pengumuman itu, Hyuka merasa ingin bersorak karena akhirnya ia akan terbebas dari Si Ketiak Basah. Beberapa penumpang bersiap untuk turun di stasiun berikutnya, bergeser menuju pintu. Salah satu penumpang itu adalah Kim Dongsoo. Perlahan Hyuka mengikuti arus sebagian penumpang yang mulai bergerak sembari memperkecil jaraknya pada targetnya. Kini Hyuka telah berdiri tepat di belakang mangsanya. Pistol kecil berperedam telah siap terkokang di balik jaketnya.

"Kereta telah tiba di Stasiun...."

Seluruh perhatian penumpang yang akan turun tertuju pada pintu kereta yang terbuka. Yang berarti sebuah kesempatan bagi Hyuka untuk membidik target.

Bang!

Satu peluru menembus jantung Kim Dongsoo, dan seketika statusnya berubah menjadi mayat. Semua terjadi dalam keheningan, dalam waktu hanya sepersekian detik.

Dengan santai Hyuka menyelipkan pistolnya ke saku dalam jaketnya. Kerumunan penumpang yang beranjak turun sama sekali tidak menyadari leher salah satu dari mereka telah terkulai lemas, namun disangga tegak oleh orang-orang yang berdiri rapat di sekitarnya.

Penuh percaya diri Hyuka melangkah keluar dari kereta. Saat ia beranjak, ia dapat merasakan tubuh Kim Dongsoo mulai terjatuh akibat kehilangan penyangganya.

Tepat saat pintu kereta tertutup kembali dan kereta mulai berjalan, terdengar jeritan histeris dalam gerbong. Disusul seruan panik orang-orang yang baru menyadari bahwa ada mayat korban pembunuhan dalam gerbong mereka. Beberapa orang di peron menoleh ingin tahu, namun kembali tidak peduli saat kereta melaju pergi.

Hyuka menyeringai puas. Misinya telah selesai dengan sukses.






"Kamu di mana?"

"Masih di kampus, baru selesai ujian. Target masih hidup, nggak?"

"Sudah jadi penghuni alam lain. Cepat jemput aku, ya."

"Oke. Kamu sekarang di mana?"

Hyuka menatap lingkungan sekitarnya. "Aku juga nggak tahu tepatnya, lebih baik kukirimkan saja lokasinya. Omong-omong, ada toko kue di sini."

"Lalu?"

"Sambil menunggu, aku mau makan sesuatu. Tapi kamu yang bayar."

"Kenapa?"

"Karena gara-gara kamu tadi aku jadi harus berdesak-desakan naik kereta. Kamu nggak tahu sih, pengalaman buruk macam apa yang kualami."

"Apa ada yang meraba pantatmu?"

Hyuka cemberut seketika. "Sialan. Nggak, lah!" tukasnya ketus. Kemudian ia bercerita panjang lebar tentang penderitaannya berada di samping ketiak basah nan beraroma wah.

Taehyun cuma terkekeh mendengar celotehan Hyuka. "Iya, deh. Pesan apa saja yang kamu mau, nanti aku yang bayar. Atau bayar pakai uangmu dulu, nanti kuganti."

"Begitu, dong!" Hyuka memutuskan sambungan dan mengirimkan lokasinya.

Hyuka menanggalkan maskernya saat ia berjalan memasuki toko kue. Semerbak aroma kue dan roti segera memenuhi rongga hidungnya. Hyuka mendesah senang, lalu segera menghampiri rak-rak berisi aneka roti.

Ia sedang melihat-lihat roti manis saat merasakan sesuatu di kakinya. Hyuka menunduk, dan kaget bukan kepalang saat mendapati matanya beradu pandang dengan sepasang mata besar yang penuh kepolosan. Seorang bocah menatapnya dengan tatapan terkesima, sementara tangan mungilnya memeluk kaki Hyuka erat.

"Hai?" sapa Hyuka ragu. Bocah itu-- mungkin lebih tepatnya disebut bayi--sepertinya baru berusia sekitar satu tahun. Ia terus memandang Hyuka lekat dengan kedua mata besarnya.

"Kamu mau ini?" Hyuka meraih roti berbentuk kura-kura dan menunjukkannya pada bayi itu.

Masih tidak ada jawaban, namun kini mata bayi itu beralih memandang roti di tangan Hyuka. Duh, manisnya. Hyuka ingin benar menggendong bayi itu, namun ia harus minta izin orang tuanya dulu. Hal terakhir yang Hyuka butuhkan saat ini adalah dituduh sebagai penculik anak, terlebih dengan pistol yang masih mendekam di saku jaketnya.

Hyuka berlutut agar matanya dapat sejajar dengan bayi itu. "Kakak akan belikan kamu roti, tapi Kakak butuh izin dari orang tuamu dulu. Di mana Mama? Atau kamu ke sini bersama Papa?"

"Jah! Jah!" Bayi itu nyengir lebar, memamerkan gigi-gigi kecilnya tanpa melepaskan rangkulannya. Hyuka tertawa dan menjawil pipi bulat bayi itu.

"Taehyungie, sini! Jangan ganggu Kakak!" Terdengar suara dari belakang punggung Hyuka. Ah, rupanya namanya adalah Taehyung, pikir Hyuka.

Taehyung menoleh sebentar, lalu melengos dan malah memeluk lengan Hyuka erat. Hyuka hanya bisa tertawa gemas melihat tingkah Taehyung.

"Ah, namamu Taehyung, ya?" Hyuka menyentuh ujung hidung bayi manis itu lembut sebelum membalikkan badan untuk menghadapi orang tuanya. "Tidak apa-apa, Taehyungie sama sekali tidak mengganggu, ko..." Hyuka menengadah untuk menatap ayah Taehyung dan tercekat.

Karena pria di depannya, yang semestinya merupakan ayah Taehyung, adalah Choi Yeonjun.

Choi Yeonjun, orang yang seharusnya sudah tewas lima tahun yang lalu.

Protecting You, Killing for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang