Kutemukan Retno di dapur sendirian, tengah berdiri menghadap ke arah kompor. Aneh, kenapa suasana begitu sepi?
Kuperhatikan, ia hanya diam mematung. Tak bergerak layaknya seseorang yang tengah memasak.
Degup jantung yang tadinya sudah stabil, kini kembali berdetak lebih cepat. Kulangkahkan kaki perlahan ke arah Retno. Semakin dekat. Kian dekat. Saat berdiri persis di belakangnya, kuraih pundak dan memanggilnya.
"Dik ...."
Ia menoleh dan ...
"Aaaaa ...!"
Wajah Retno berlumur darah merah segar. Cairan itu mengalir dari mata hingga menodai pakaian yang ia kenakan. Bau anyir menguar. Iris hitam di mata telah menghilang, hingga yang tersisa hanya warna putihnya saja.
Retno ... ah, bukan! Sosok itu ... menyeringai! Mengeluarkan tawa nyaring melengking. Menimbulkan sensasi ngeri yang luar biasa di telinga.
Seluruh tubuhku gemetar hebat. Dada terasa seperti ditusuk-tusuk hingga nyaris tak bisa bernapas. Di saat seperti ini, kenapa tak pingsan saja? Kenapa malah mataku semakin jelas melihat rupa pucat itu. Ia mendekat ... semakin dekat ....
Tak mau terjadi sesuatu, aku melangkah mundur --dengan kaki bergetar--. Sial, hanya beberapa langkah, punggung sudah membentur dinding.
Makluk menyerupai Retno itu semakin dekat. Tangan pucatnya terayun, mengarah ke leherku. Aku merosot dan berteriak sekencangnya. Menutup mata sambil kedua tangan menghalau agar ia tak menyentuhku.
"Mas! Mas Bagas! Mas!"
Suara itu?
Kubuka mata perlahan. Terlihat sosok menyeramkan tadi berubah menjadi Retno dengan wajah cantik berseri, bersih, tak ada noda darah berceceran.
"Ret-retno? D-dik Retno?"
Masih belum percaya, kukucek kedua mata, lalu berkedip-kedip. Masih sama! Dia benar-benar Retno!
Dengan tangan gemetar, kusentuh wajahnya. Asli. Ya, dia memang istriku sungguhan.
"Ada apa, Mas?" tanya Retno panik. Ia jongkok di hadapan sambil menepuk pelan pipiku.
Sambil mengatur napas, aku memandang sekeliling. Tak ada apapun. Semua tampak biasa saja.
"Ng ... nganu, Dik. Ka-kamu dari mana?"
"Loh, ya, ndak ke mana-mana. Dari tadi masak di sini. Lha kok tiba-tiba kamu lari dari kamar. Pas aku noleh, kamu malah teriak-teriak. Ada apa, ta, Mas?"
Glek! Penjelasan wanita berjilbab biru itu membuatku kesulitan menelan ludah. Jadi, baru saja aku berhalusinasi? Atau ada makluk yang merasuki Retno? Ada apa ini sebenarnya.
"Mas? Mas? Kok, malah melamun, ta?" Tepukan Retno di pundak menyadarkanku dari lamunan.
"Eh ... anu, Dik. Itu ... aku tadi cuma ... cuma ...."
"Assalamualaikum!" teriak Yeni dari luar sambil berjalan mendekati kami.
"Wa'alaikum salam!" jawab Retno.
Melihat Yeni datang, aku langsung bangkit sambil membantu Retno berdiri. Kini, aku sudah mulai bisa mengendalikan diri.
"Ada apa, ta? Kok, pada berduaan di sini?" tanya gadis yang memakai rok lebar pendek sampai paha putih mulusnya terlihat jelas itu.
"Ndak ada apa-apa, Yen," sahutku cepat sebelum Retno membuka suara.
"Kamu dari mana?" tanyaku pada Yeni untuk mengalihkan pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TUMBAL PERAWAN (END)
HorrorBagas, seorang pria muda yang baru saja dipecat dari kantornya, mencoba mencari pesugihan dengan tumbal perawan. Beberapa kali mendapat kemudahan, tapi juga mengalami hal-hal mistis. Apakah Bagas akan berhasil mendapatkan kekayaan?