#05 - Another Man

287 21 0
                                    

"Huaahh... enak banget, Mas, condotel-nya." Rana melempar tas selempangnya sembarangan dan menjatuhkan dirinya di atas kasur king size yang diletakkan di tengah kamar.

Adnan tersenyum melihat tingkah Rana yang seperti anak kecil. Ups, dia memang anak kecil—buat Adnan.

"Kok bisa Mas Zamran akhirnya memberikan condotel ini untuk kita?" tanya Rana.

"Ralat, bukan memberikan, tapi menjual," ralatnya.

"Ya ya, maksudnya itu. Mas Zamran kan menjual dengan harga yang tidak tinggi, lumayan loh bedanya dengan harga di pasaran. Bisa dicicil pula. Kalau harus bayar cash, gila aja. Nggak bisa makan puluhan tahun deh tuh."

Adnan menyusul Rana naik ke atas kasur dan pura-pura meminting lehernya dengan tangan kanan, tangan kirinya memencet hidung Rana. Ini hobi baru Adnan semenjak menikah dengan Rana. Abis hidungnya lucu, agak pesek, jadi ia gemas.

"Ngeledek ya, istri Mas nih. Enak aja, itu gunanya networking dan juga berjasa buat seseorang," kata Adnan sok jumawa.

"Mulai deh mulai sombongnya. Di depan Mas Zamran aja, 'jangan dibahas Zam aku jadi nggak enak'. Ternyata di belakang 'nah kan itu berkat jasaku'." Rana malah semakin jadi meledek Adnan, segala pakai improvisasi menirukan suara Adnan yang malah jadi lucu kalau Rana yang ngomong.

Adnan makin gencar memintingnya, bahkan menjadi berguling-guling di kasur. Untung kasurnya luas. Tapi kalaupun jatuh juga tidak apa sih, karena lantainya dilapisi oleh karpet bulu yang lumayan tebal. Meskipun begitu ya tetap sakit kalau jatuh dengan tidak sukarela mencium lantai.

Tiba-tiba telepon genggam Adnan berbunyi tanda ada telepon masuk. Ia menyudahi aksi pinting-meminting Rana dan segera mengangkat telepon saat melihat nama yang muncul di layar sentuh.

"Halo, Zam. Assalamu'alaykum."

"Halo, Nan. Waalaykumussalam. Wah, gimana nih pengantin baru yang baru pulang honeymoon?" goda Zamran.

"Never been better, Mate. And actually, we can have another honeymoon in your luxury condotel." Adnan dan Zamran sama-sama tertawa. Tapi serius deh, kayak mimpi bisa nempatin condotel harga selangit ini. Setidaknya tidak dalam waktu dekat saat karir Adnan masih di ujung kuku.

"Lagakmu, bener-bener kayak bocah kenal cinta monyet. Lucu, gemuyu aku, Nan," Zamran terbahak di seberang telepon sana. Adnan keki dan hanya menarik datar ujung bibirnya sambil memutar bola mata.

"Ledekin aja terus. Tadi Rana yang ngeledek aku, sekarang kamu."

"Jangan ngambek lah," kata Zamran masih sambil terkekeh.

"Ngomong-ngomong, kenapa telepon Zam? Nggak mungkin kamu telepon hanya untuk menanyakan honeymoon-ku, kan?"

"Actually, no. Tapi insting persahabatanku denganmu sudah seperti twintuition, ikatan batin antara saudara kembar. Anything happened in Jogja, Nan?"

Tiba-tiba saja suasana hati Adnan berubah, acara ledek-meledek tadi seperti hilang tanpa bekas. Gila juga si Zamran, benar-benar bisa merasakan ikatan batin dengan Adnan atau dia sewa mata-mata selama mereka di Jogja? Oh, kemungkinan kedua sangat tidak mungkin, kurang kerjaan sekali manusia satu itu.

Tapi benar sekali nalurinya, Adnan memang masih sedikit terganggu dengan hadirnya kembali sosok Marryn. Adnan tidak tahu kenapa Marryn terus tinggal di pikiranku, malah Adnan khawatir Marryn kembali menggali sepotong hati yang sudah terkubur lama karena tidak pernah sampai kepada tambatannya.

"Nope, Sob. Satu-satunya yang terjadi adalah aku bertemu bidadari yang turun dari surga dan sekarang sedang berada di hadapanku," Adnan sengaja mengeraskan volume suaranya agar Rana yang sedang melihat-lihat furnitur di dalam kamar dapat mendengarnya.

Dua Kita - Romance Novel [SUDAH TERBIT - SHINNA MEDIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang