Hari ini hari senin. Hari yang paling penting untuk dihindari. Upacara bendera yang dilaksanakan nanti di lapangan sekolah membuat Fathur mau tidak mau membuka matanya dengan malas.
Pagi ini rumahnya dibuat heboh dengan Janu dan Juli yang tengah berebutan kamar mandi di dekat dapur. Cowok itu sudah sangat lelah melihat kelakuan dua temannya yang seperti orang bodoh.
“Rumah ini gede, kamar mandi gak cuma satu.”
“Iya gue tau rumah lo gede, tapi gue duluan yang naro handuk di sini Thur.”
“Apaan sih Jul gue duluan juga yang masuk tadi. Pas gue mau nutup pintu lo tiba-tiba aja dateng.”
Juli mengibaskan tangannya ke wajah Janu, bermaksud mengusir temannya itu.
“Gue gak perduli, yang jelas gue duluan tadi yang masuk ke sini.”
Hampir setengah sejam bersiap siap dengan rusuh tentunya. Akhirnya empat anak laki-laki itu kini telah tiba di lapangan upacara. Fathur dan empat temannya baris di barisan murid terlambat dan atribut tidak lengkap.
Padahal perkiraannya ia akan sampai tepat sebelum bel berbunyi. Namun saat mereka tiba di depan gerbang sekolah, pagar besi itu sudah terkunci dan pos satpam yang kosong.
“Anjir itu pak kumis ngomongin apa sih lama amat perasaan. Pegel nih kaki gue,” kesal Juli.
“Baru segini aja udah ngeluh lo Jul, katanya mau jadi pemuda Pancasila. Gimana sih lo!”
“Bacot lo!” ucap Juli sembari mendorong pelan bahu Janu.
Dan terjadi aksi senggol senggolan. Dua cowok itu masih saling berdebat walau dengan suara yang pelan. Bahkan sekarang sudah saling memukul satu sama lain.
“Lo berdua bisa diem nggak sih!” tegur Fathur.
Dua orang di depannya langsung menoleh ke arah Fathur, kemudian tanpa suara Janu dan Juli menghentikan aksinya. Dua cowok itu seperti baru saja dimarahi oleh ibu mereka. Dan tidak lama setelahnya upacara pun selesai.
Semua murid membicarakan diri. Ada yang ke kelas dan ada juga yang pergi ke kantin.
“Biru ke kantin yuk.” Juli mengajak Biru yang sedang jalan beriringan dengan Susi dan Bella.
“Nanti kalo gurunya masuk gimana? Gue gak mau dihukum.”
“Ya elah santai aja kali. Tadi kan Toni ngasih tau kalo pak Alim nggak masuk.”
“Loh emang iya? Gue gak tau.”
“Istrinya pak Alim lahiran anak ke lima, jadi dia gak bisa ngajar pagi ini.”
Setelah tiba di kantin mereka memilih duduk di tempat yang biasa mereka tempati. Karena masih pagi jadi mereka hanya membeli beberapa cemilan dan minuman bersoda. Biru larut dengan obrolan bersama Juli dan Janu.
Sementara Fathur, Jaka dan Jalu, mereka sibuk dengan ponsel masing-masing. Tiba tiba sebuah suara membuat mereka semua menoleh.
“Hai Fathur? Gue boleh gabung di sini?”
—