Aku bangun dari tidurku, kemudian keluar dari tenda dan menghirup udara segar. Karena semalam aku membawa kebingungan dialam mimpi. Aku terus menghirupnya dan mendengar kicauan burung, hatiku sangat tenang. Mikha keluar dari tenda dan ia merenggangkan tangannya keudara lalu menguap lebar.
"Ditutup Mikha, kebiasaan kamu," kataku lalu menutup mulutnya dengan tanganku, kemudian aku melepaskannya kembali. Sedangkan Mikha hanya memunculkan deretan giginya.
"Segar ya," kata Mikha sambil tersenyum menikmati sentuhan udara dingin nan sejuk ini.
"Iya, kalau begini umurku bisa sampai sangat tua," katanya. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan mulai melakukan pemanasan pagi, lalu Mikha mengikutiku.
Setelah cukup berkeringat aku dan Mikha berkumpul ditempat bekas api unggun semalam. Ternyata disana sudah ada Mois dan Clement, yang sedang meminum teh hangat.
"Kalian ambil teh ini dimana?" tanya Mikha lalu melirik teh yang digenggam Clement.
"Tenda dapur, cepat ambil nanti keburu habis," jawab Clement menyuruh kami untuk segera mengambil teh. Aku dan Mikha langsung menuju tenda dapur, mengambil teh untuk menghangatkan tubuh. Setelah mengambil teh, kami kembali menemui Mois dan Clement.
"Anak-anak setelah ini kalian boleh makan, lalu bersihkan diri masing-masing. Karena, kita akan melaksanakan kegiatan kita untuk menyusuri hutan Ralimpus. Jam sembilan kalian berkumpul lagi disini," kata kepala sekolah lalu menuju tenda para guru sambil membawa TOA berwarna putih itu.
"Ayo cepat habiskan, aku sudah sangat lapar," kata Mikha yang sudah menghabiskan teh hangatnya dalam sekejap lalu ia memegang perutnya.
"Ya ampun, kamu haus atau bagaimana?" tanya Clement sambil mengerjapkan matanya berkali-kali.
"Lapar, Clement," jawab Mikha dengan tatapan ganas yang siap mencakar Clement kapanpun, sedangkan Clement hanya bergidik ngeri. Aku dan Mois hanya tertawa kecil dan saling tatap.
Oh Tuhan, kenapa semakin hari, dia semakin manis. Aku tambah mencintainya.
Setelah kami menghabiskan teh hangat, kami beranjak ke tenda dapur untuk mengambil sarapan. Kami makan dibawah pohon yang begitu besar dan menikmati segarnya angin pagi hari. Setelah selesai makan, kami langsung membersihkan diri agar lebih cepat. Karena, aku sudah tidak sabar ingin berjalan menyusuri hutan Ralimpus, yang banyak kejutan.
Semuanya telah selesai melakukan aktivitas masing-masing, sekarang kami sudah berkumpul lagi ditempat api unggun semalam. Kami akan memulai perjalanan.
"Sebelum berangkat alangkah baiknya kita berdoa, agar diberi keselamatan dan kelancaran. Doa mulai."
"Selesai. Kalau sudah lengkap, mari kita mulai perjalanan kita," kata kepala sekolah lalu memimpin perjalanan kita. Aku tersenyum senang.
Aku, Mois, Mikha, dan Clement berjalan diakhir, dibelakang kami terdapat penjaga Gunung Ralimpus. Kami bercanda gurau saat berjalan dan penjaga itu menceritakan kisah tentang Gunung Ralimpus.
"Disini ada air terjun, tapi anehnya setiap jam delapan malam, warnanya akan berubah menjadi biru. Lalu, pada jam dua belas malam, akan berubah menjadi merah darah. Makanya air terjun itu disebut Dwiarna," kata penjaga itu menjelaskan.
"Kalau pagi menjelang siang seperti ini, ia tidak berubah warna?" tanya Clement.
"Tidak. Hanya orang tertentu yang dapat melihat perubahan warna tersebut, entahlah kenapa bisa begitu. Peneliti juga bingung dibuatnya."
"Berarti ini menjadi misteri, pasti Papaku tertarik untuk meneliti di Air Terjun Dwiarna," kata Mikha, mengingat ayahnya adalah peneliti alam.
Penjaga itu terkekeh, "hasilnya pasti akan sama, bahkan peneliti dari luar negeri yang terbaik pun tidak bisa memecahkannya."
"Astaga, pasti sulit sekali," kataku, lalu menerawang betapa indahnya air terjun itu.
***
Gelap, itulah yang dilihat sekarang.
Dingin, itulah yang dirasakan sekarang.
Telingaku menangkap dengan jelas air menerjun dengan deras ke bawah.
Aku menatapnya dengan datar.
Hati ini terlanjur tersakiti, aku menangis seadanya.
Aku melempar cincin biru mengkilap kedalam air terjun itu. Cincin yang melambangkan kepemilikan seseorang. Aku sangat mencintainya.
Kenapa alam mengambilnya?
Kenapa alam memisahkan kita?
Kenapa alam terlalu jahat?
Aku mencintainya dan alam memisahkan!
Aku belum siap kehilangan...
Aku terus menangis disana sampai berjam-jam.
Sampai akhirnya aku tak kuat, benar-benar tak sanggup.
Aku harus menyusulnya.
Aku menyayat tangan kiriku, darah segar pun keluar bercampur dengan air.
'Tunggu aku disana, sayang'***
Aku tersadar dan melihat semua orang menatapku dengan khawatir, ternyata aku pingsan. Tunggu. Aku tidak pingsan, aku merasa tadi tertidur dan bermimpi tentang air terjun. Air terjun?! Aku langsung beridiri dan menatap penjaga Gunung Ralimpus dengan intens.
"Ada apa dengan air terjun itu?" tanyaku dengan nada dingin yang membuatnya kaget setengah mati, aku bisa melihat raut wajahnya yang berubah.
"Ka-kamu me-melihatnya?" tanyanya dengan gagap dan gelisah.
"Ada apa?" tanyaku lagi.
"Apa kamu mengetahuinya?" tanyanya balik, aku mengerutkan dahi. Mengetahui apa? Aku hanya diberi mimpi dan aku ingin bertanya agar lebih jelas.
"Ceritakan dengan lengkap dan jelas, jangan coba berbohong."
"Aku mempunyai putra, dia menikah dengan gadis cantik yang berbeda satu tahun lebih muda darinya. Putraku memberinya cincin indah berwarna biru berlian, tetapi dua tahun kemudian putraku meninggal. Karena, ia melakukan penyelaman hingga dasar laut terdalam, tabung oksigennya habis. Ia meninggal dilaut. Istrinya tak terima, ia pergi ke air terjun itu, lalu melempar cincinnya. Ia juga bunuh diri disana, tetapi jasadnya tak pernah ditemukan. Hanya cincin biru berlian ini saja."
"Kami warga desa Ralimpus tidak pernah membocorkannya pada siapapun, bahkan polisi atau peneliti sekalipun. Karena, kami akan diganggu olehnya jika memberi tahu. Setelah bertahun-tahun kami menyimpannya dan aku menyimpan cincin ini, aku diberi mimpi olehnya. Jika ada yang mengetahui kematianku dengan sendirinya, tanpa ada satu orang pun yang memberitahu, berikan cincin itu pada orang tersebut dan jagalah baik-baik."
Penjaga itu mengeluarkan cincin berlian berwarna biru itu dan menyerahkannya padaku. Aku mematung dan terheran, aku mengetahui kematian seseorang dengan mimpi. Apa ada maksud dibalik ini semua? Kenapa tiba-tiba aku mengetahuinya?
Aku mengambil cincin itu dan memperhatikannya, tidak ada yang salah, menarik dan cantik. Jujur, aku menyukainya, tetapi untuk apa aku membawanya? Baiklah, aku akan menerimanya dan menjaganya.
Setelah semua membaik, akhirnya kami semua melanjutkan perjalanan menyusuri hutan. Lalu, kami sampai di Air Terjun Dwiarna. Bagus, persis seperti yang ada dimimpiku, semuanya sama. Dia si cantik itu, berdiri ditepi air terjun.
Aku tertegun saat ada yang menggenggam tangan kananku, aku menoleh mendapat ada Mois disana sedang tersenyum kearahku.
"Tak usah takut, aku ada disampingmu," katanya dengan yakin, lalu ia mengambil cincin yang berada ditangan kiriku. Ia memasangnya dijari manisku, lalu ia mencium tanganku dengan lembut. Sungguh aku tak bisa bernafas selama beberapa detik, aku gugup, kaget, senang, semuanya bercampur jadi satu.
Manis. Sungguh.
"Aku mencintaimu, dari sekarang."
__________________
Siang itu, di Air Terjun Dwiarna.
Mois mengatakan cinta padaku, hanya mengatakan. Setelah itu hubungan kami masih sebatas teman.
Tapi bodohnya aku tak membalasnya.
Jujur, senang.
Ralimpus memberi jawabannya.
Andai kamu tahu, saat itu aku mencintaimu lebih dulu dari padamu.
Aku bisa merasakan kebahagiaan hari itu sampai saat ini.
Aku mencintaimu juga, dari dulu sampai sekarang, Alamois.-Skyana Ocean-
Yang terus menunggumu, sambil menceritakan tentangmu pada semuanya.____________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Alam dan Dia [COMPLETE]
Novela JuvenilIni semua tentang alam dan dia. Dia kiriman alam, yang menjadi manusia pertama yang meluluhkan hatiku. Alam mentakdirkanku bersamanya. Perjalanan panjang yang sangat indah untuk membuat kisah masa depan. Dia, Foreston Alamois, si kiriman alam, si i...