14. LANGIT MENDUNG

1.1K 42 2
                                    

Alhamdulillah sikembar sekarang sudah bisa di beri makan. Setelah lima bulan kemarin kami harus bergantian tidur hanya untuk menenangkan si kembar di tengah malam. Semenjak diberi makan, mereka gak terlalu banyak bangun malam. Jadi, aku dan papahnya bisa tidur dengan nyenyak.
Iqbaal selalu membantuku menyuapi mereka. Jadi aku bisa mengerjakan hal lain selama Iqbaal menyuapi mereka makan. Atau sekedar bersantai sejenak sambil melihat mereka yang cemong karena sedang makan.
"alhamdulillah yah nikmatnya punya anak Dek" ucapnya disela-sela kegiatannya yang sedang menyuapi Esha dan Aqsha.
"iya,  dua Sekaligus hahaha"
Sesekali di tengah suapanya Iqbaal selalu mengajak mereka bicara dan bercanda. Sehingga aku gemas jika si kembar memberikan respon candaan papahnya dengan gelak tawa yang menggemaskan.
Setelah makan, biasanya Abi membawa cucu - cucunya (Esha, Aqsa dan Zakiya) untuk duduk di depan bersamanya. Sekedar mendengarkan ceramahnya atau mendengarkan ayat Al -Qur'an yang di bacakan Abi. Dan anehnya, mereka tampak anteng mendengarkanya sampai selesai. Justru kalau Abi menyelesaikan bacaanya. Akan ada salah satu dari mereka yang menangis.
Zakiya sudah berumur satu tahun lebi sekarang. Dia sudah pandai berjalan dan sedikit berbicara. Jadi kalau Abi selesai dengan bacaanya. Dia langsung lari ke ayahnya. Sedangkan Esha dan Aqsa, malah menangis dan akan berhenti jika Abi melanjutkan bacaannya.
Jika sudah begitu, Iqbaal akan menggendongnya dan melanjutkanya dengan sholawat. Jadi mereka berhenti  menangis kadangn sampai ketiduran.
Setiap pagi kami selalu ajak si kembar jalan - jalan di taman kota. Biasanya sambil mengantar papahnya jogging dan aku memilih jajanan yang enak disana
"kamu juga jogging dong mah, biar sehat” ucap Iqbaal
"jogging sambil dorong stroller? "
"ya udah gantian yah joggingnya" tawar Iqbaal
"gak ah,  kamu aja yang jogging, aku mau jajan aja"
"huh alesan gak bisa jogging karena dorong stroller. Padahal mau jajan"  ucapnya sambil mencubit hidungku.
"iiiih sakit paaah" rengekku
Cup
Dia mencium pipiku membuat aku kaget karena ini ditempat umum
"iiihh..kamu suka gitu deh. Ini tempat umum" ucapku kesal
"biarin biar semua orang tahu kalau kamu istriku.” Ucapnya sambil memelukku
"paaaah...iiikh..lepasin..malu!!"
"kamu tuh dari zaman ta’aruf sampai punya anak dua, Maluuuu terus. Kapan gak malunya sih"
"walau udah halal, kita tidak boleh memperlihatkan kemesraan kita ditempat umum. Kita itu dikasih nikmat malu oleh Allah. Kalau urat malu kita putus, maka putuslah iman kita, naudzubillah"
Dia malah tersenyum menatapku dengan tatapan yang membuat pipiku terasa panas
"aku bangga kamu jadi ibu dari anak – anakku Mah. “ dia mengatakan itu sambil membelai kepalaku. Aku mulai merasa takut karena  setelah itu biasanya dia akan mencium keningku.
“kamu jangan jauh- jauh ya, aku jogging keliling dulu sebentar"
"iya"
Walau aku sudah jauh lebih dari dekat dengan Iqbaal. Tetap saja aku masih merasa tersanjung dan deg-degan kala dipuji atau di tatap seperti tadi. Aku menatap si kembar dan menghela nafas
“ papah kalian itu, tak ada seharipun disetiap waktu mamah dibuatnya tidak melayang ke udara”
Mereka tertawa seolah mengerti apa yang sedang aku bicarakan. Aku mulai memesan makanan. Dan mengajak bercanda Aqsha dan Esha. Saat makananya datang, aku mulai menyantapnya. Baru beberapa suap makan, aku terhenti karena Aqsha menangis.
Aku memberikan Asi yang sudah di masukan ke dalam botol susu. Tapi Aqsha tak kunjung berhenti menangis, dia malah menghempas botol susu yang aku berikan. Aku menggendongnya tapi di susul dengan tangisan Alesha.
"aduuuh...papah kemana yah?" ucapku sambil mengedarkan pandanganku mencari keberadaan Iqbaal.
Hingga pandanganku terhenti menangkap Iqbaal yang sedang asik berselfi ria dengan ibu-ibu yang sedang jogging. Aku kesal dan langsung menempatkan Aqsha kembali di stroller.
Aku menelpon Iqbaal berkali - kali tapi aku lihat dia malah semakin asik selfi. Hingga panggilan yang terakhir diangkatnya.
"mah...?" dia sudah melihat kerahaku
"balik kesini atau aku pulang sendiri!!!. Tut tut tut" aku langsung menutup panggilanya. Kulihat dia menghampiriku.
"kamu tuh nyadar gak sih...aku disini sama dua anak kamu. Yang satu nangis, yang satunya lagi ikut nangis. Aku mau makan aja susah. Tapi kamu malah enak – enakan  selfi sama ibu-ibu itu" cerocosku tanpa jeda, membuat dia kesusahan memotong pembicaraanku
"sayang...mereka yang minta foto sama aku" jelasnya
"terus kalau seindonesia minta foto sama kamu, kamu lebih milih ngikutin kemauan mereka dan menelantarkan anak dan istri kamu? " cerocosku lagi
"astaghfirullah, kok fikiran kamu sejauh itu sih sayang. Emang aku ada tampang suka menelantarkan anak istri?"
Aku memalingkan wajahku karena masih kesal karena merasa repot sendiri.
“ maaf ya” ucapnya sambil memeluku.
Aku memundurkan langkahku menolak pelukannya. Tiba – tiba adegan ini terhenti kala si kembar tiba – tiba tertawa terbahak -bahak.
"mamah lucu yah kalau lagi marah" sindirnya sambil menatapku dengan mata jahilnya.
Aku semakin kesal dan kembali duduk menyantap makananku. Lalu dia menghampiriku dan membelai kepalaku.
"jangan marah lagi yah, lain kali aku gak akan gitu lagi. Nanti kalau ada yang ajak foto, aku bawa dia ke hadapan kamu. Dan kita foto bareng"
Aku tak menggubrisnya, aku meneruskan makan tanpa melihatnya. Tapi dia menarik kepalaku dan menjilat bibirku tiba – tiba. Itu membuat aku terkejut dan melihat kanan kiri takut ada yang lihat.
"itu ada sisa saus di bibir kamu, maaf ya aku bersihin" ucapnya sambil tersenyum jahil. Bahkan dia mengedipkan mata saat aku menatapnya sengan tajam. Membuat aku semakinpanik dan menginjak kakinya .
“ Aw sakit sayang” ringgisnya
“ kamu emang gak pernah dengerin kata aku” ucapku masih kesal
“ kan aku udah minta maaf dan gak akan mengulanginya lagi”
“ barusan kamu mengulanginya, Pah”
“ oh kirain masih ngebahas selfi sama ibu – ibu”
“ walau sudah halal, kita harus tahu malu jika bermesraan didepan umum”
“ ya maaf, tadinya cuma mau bersihin”
“ ada tissue, okey!” timpalku sambil mengangkat tissue
“ iya sayang, maaf”
Aku melanjutkan aktivitas makanku. Bukan Iqbaal namanya kalau tak melanjutkan menatapku dengan senyum manisnya.

Setelah acara makan dan saling menatap, kami kembali pulang. Sesampainya di Pondok, kami dikejutkan dengan kerumunan orang disana.
"ada apa? " tanya Iqbaal setelah kami turun dari mobil kepada salah satu santri yang berke
"barusan Abi jatuh A" jawab santri tersebut
Mendengar hal itu, Aku dan Iqbaal langsung lari kedalam sambil membawa anak-anak. Saat kami masuk, terlihat Teteh menangis dan A Dimas menenangkannya sambil menggendong Zakiya.
"bhaaaal hiks hiks, Abi” ucap Teteh sambil menangis
Iqbaal langsung menghampirinya dan memeluknya dari samping.
" tadi Abi jatuh saat membersihkan halaman diluar baal, sekarang lagi didalam diperiksa sama dokter” jelas A Dimas
Ceklek , pintu kamar Abi terbuka menampilak dokter dengan wajah penuh kekecewaan.
“saya mohon maaf, Abi punya riwayat darah tinggi dan stroke. Benturan di tulang punggungnya sangat parah. Sehingga nyawanya tidak tertolong “ ucap Dokter
“AAAABIIIII ... YA ALLAH” teriak Teteh
Aku sendiri menutup mulutku dengan tangan.seolah tidak percaya dengan apa yang ku dengar. Teteh langsung berlari ke kamar Abi , disusul Iqbaal dan A Dimas. Anak – anak di bawa yori karena Yori dan Omar sudah berada dirumah itu sejak tadi.
Di kamar akupun menangis tidak menyangka Abi akan meninggalkan kami secepat ini. Tiba – tiba teringat semua kenangan ketika pertama kali Abi menerimaku di rumah ini, kebaikan abi kepadaku dan pada cucu - cucunya. Iqbaalpun tak kuasa menahan kesedihannya. Dia langsung memelukku dan tangisnya pecah dipelukanku.
Lama kami menangisi kepergian Abi, aku melepaskan pelukanya dan ku usap air matanya. Ku genggam tanganya dengan erat.
"kamu yang tabah yah...Allah sayang Abi, jadi Allah panggil Abi lebih dulu dari kita" ucapkumencoba menguatkan Iqbaal.
Dia memejamkan mata tak bisa berkata apa – apa. Tubuhnya semakin bergetar karena tak bisa menahan air matanya. Iqbaal dan Teteh mencoba ikhlas. Mereka menyelimuti tubuh Abi dari kepala sampai kakinya yang sudah terbujur kaku. 
"aku ngurus dulu jenazah Abi dulu" ucapnya
"iya..aku di rumah Yori jaga anak-anak" ucapku
“ Titip Zakiya ya Li” pesan Teteh
“ Iya Teh”
Aku keluar kamar menuju ke rumah Yori. Di rumah, Yoripun terlihat sembab begitupun dengan Omar.
“ Li hiks hiks” sapa Yori dengan wajah sembabnya
Aku menghampirinya dan kami berpelukan.
“ Kalian disini dulu ya, aku bantu ngurus jenazah dulu” ucap Omar
“ iya,Mar”
Omar pergi keluar, sementara kami menimang anak – anak agar menyusul Zakiya yang sudah terlelap dari tadi.
"sebenernya kejadianya gimana Yor? Kenapa Abi bisa jatuh? "
"tadi Abi bersihin rumput dekat Mushola dengan santri-santri putera. Pas Abi berdiri, Abi gak sengaja terpeleset kebelakang. Punggungnya  mengenai batu disitu. Abi ga sadarkan diri, santri – santri yang ada disitu pun langsung menggotongnya ke rumah. Lalu A Dimas langsung menelpon dokter. Selanjutnya, ya seperti yang kamu saksikan"
"aku nyesel tadi malah pergi sama Iqbaal dan anak-anak" sesalku
"ini kan kecelakaan, lebih baik kamu do’ain Abi aja "
"iya Yor"

Kami menidurkan anak – anak yang sedari tadi sudah terlelap . Beberapa lama kemudian terdengar bacaan Yasin yang menggema.  Suasana terasa berbeda dipondok hari ini. Langit pondok terlihat mendung seolah ikut merasakan kesedihan ditinggal Abi. Sayup – sayup angin juga terasa menggema di telinga kami padahal tidak dalam keadaan hening.
Tiba – tiba ada suara langkah kaki dari luar. Rupanya Iqbaal menghampiriku dengan helaan nafas yang berbeda.
"kamu mau ikut ke Makam, Dek?"
"anak- anak gimana?" tanyaku balik
"anak - anak sama aku aja” timpal Yori
“ jangan deh,kasian” tolakku
“Aku disini aja yah, jagain anak-anak" lanjut Yori
" ya udah kalau gitu, hati – hati ya dirumah.aku udah kabarin ayah , katanya mau langsung kesini”
“ iya”
Aku mencium tangan Iqbaal dan Iqbaal kembali pergi. Aku melihat keranda sudah siap membawa Abi ke Makam. Iqbaal dan A Dimas dibagian depan mengangkat keranda. Teteh yang di belakang keranda memeluk foto Abi sambil menangis. Mereka mulai berjalan diiringi lafaz HAUKALLAH ( LAA ILAHA ILALLAH) melewati gapura pondok.
Betapa pilunya hati ini saat mengingat keriangan santri mengumandangkan sholawat setiap menyambut keluarga Abi. Dan sekarang mereka dengan wajah sedihnya mengantar Abi ke peristirahatan terakhirnnya dengan mengumandangkan kalimat Haukallah.



UHIBA LIA ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang