Saphire International High School, sekolah bertaraf internasional yang didirikan tiga tahun lalu. Masih tergolong usia seumur jagung jika dibandingkan sekolah lainnya. Tetapi dalam segi fasilitas maupun kualitas, Saphire International High School atau yang biasa disingkat menjadi SIHS, mampu bersaing dengan lembaga pendidikan terdahulunya.
Berbicara tentang SIHS, dua pendirinya yang telah bersahabat sejak sekolah menengah yaitu Jati Ardieman Nuraga dan Ganendra Eka Bima memiliki visi dan misi untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang tak hanya ahli dalam bidang akademik tetapi dalam prestasi non akademik lainnya.
Ganendra Eka Bima, namanya sudah malang melintang di dunia pendidikan. Ia sering mengisi seminar-seminar mengenai cara belajar dan mengajar juga mengisi berbagai acara diklat profesi tenaga pendidik untuk menjadi pengawas atau pun juri.
Sementara Jati Ardieman Nuraga merupakan pebisnis ulung, anak perusahaannya tersebar di mana-mana, dari mulai sector perdagangan hingga property. Namun tetap saja, ia memiliki cita-cita untuk mendirikan sebuah sekolah yang mumpuni, sebagai bentuk baktinya pada negara bukan untuk kepentingan komersil.
Mereka berdua berkeinginan, bahwa bakat setiap manusia tidak bisa disamaratakan. Ada yang ahli dalam bisang seni, tetapi lemah dalam bidang olahraga atau akademik. Ada yang ahli dalam akademik, namun tak pandai seni atau olahraga begitupun sebaliknya. Karena pada hakikatnya, akademik bukanlah hal nomor satu untuk dijadikan acuan kepintaran. Hal itu yang masih menjadi paradigm sistem belajar di Indonesia.
Mereka memiliki kurikulum sendiri, berbasis pada negara-negara maju yang telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Keduanya memiliki harapan, bahwa ketika siswa belajar di SIHS, mereka mendapat kenyamanan dan dukungan dari pihak sekolah. Maka dari itu, Pak Ganendra mengajukan pada Pak Ardie untuk memfasilitasi segala kebutuhan para siswanya. Sebisa mungkin siswa dibuat betah dan enjoy untuk bersekolah.
Karena fasilitas yang eksklusif, maka tak sembarangan siswa bisa bersekolah di sana. Selain materi yang cukup, untuk dapat bergabung dengan SIHS mereka harus mengikuti beberapa tes untuk penyaringan pendaftaran. Ada tiga kategori dalam tes, yaitu Karakter, Literasi dan Numeric.
Ketiga kategori tersebut diujikan dalam sebuah analisis studi kasus. Tiap-tiap siswa pendaftar diberikan kasus-kasus berbeda, dari sana mereka akan dinilai bagaimana cara memecahkan masalah dan cara mengemukakan sebuah solusi.
Hal itu dinilai dari ketelitian dalam menganalisa kasus untuk kategori literasi, logika dalam pemecahan masalah untuk kategori numeric dan solusi yang diterapkan untuk kategori karakter. Jika skor siswa mencukupi standar yaitu minimal B dengan poin sebesar 80, maka siswa tersebut dinyatakan lolos.
Setelah siswa lolos tes, maka mereka dipersilakan untuk memilih kelas yang diinginkan. Yaitu academic, sports dan art. Dalam academic terbagi menjadi tiga kategori, seperti sekolah menengah pada umumnya, yaitu ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial dan bahasa.
Karena persaingan yang ketat itulah, maka Nika pun ikut melakukan tes untuk lolos di SIHS. Walaupun ia adalah anak dari kepala sekolah, yaitu pak Ganendra. Tetapi ia harus tetap profesional untuk mengikuti prosedur yang ada.
Setelah satu minggu menunggu hasil, akhirnya ia mendapatkan pemberitahuan via email dan dinyatakan lulus dengan grade A dan mendapatkan poin sebesar 95. Hasil yang cukup memuaskan dan membanggakan tentunya.
"Ayah! Nika lulus tes masuk di SIHS! Nika gak malu-maluin ayah 'kan?" ucapnya sembari memamerkan deretan gigi putihnya.
"Wah hebat ya anak ayah! Siapa dulu dong? Anaknya Ganendra!" Pak Ganendra mengusak pelan surai anak semata wayangnya itu. "Minggu depan siap-siap masa pengenalan lingkungan sekolah ya. Nika, fighting!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fiance is My Enemy | (HANLIS)
Novela JuvenilJika di dunia hanya tersisa satu orang laki-laki dan ia adalah seorang Catra Brian Nuraga atau Bian, lebih baik Nika menjadi jomblo seumur hidupnya, dibandingkan bertunangan dengan pemuda itu. Namun nampaknya takdir berkata lain, kedua orang tua me...