Ia masih belum mau keluar dari kamarnya, memandangi sebuah gambar foto seorang pria dan terus menunggu ponselnya bergetar menandakan panggilan. Jasmine terus berharap, jika Carlos akan berubah pikiran. Mungkin saat itu ia sedang kesal sehingga memutuskan secara sepihak, sudah dua hari namun belum juga ada tanda-tanda yang dia inginkan.
"Bri, ayo keluar," itu suara Jena.
"Sepertinya dia hancur, Carlos memang keterlaluan," tambah Paris.
"Aku kemarin melihat Carlos bersama wanita lain." Jena masih berdiri di depan pintu kamar Briana. Menunggu sang pemilik kamar untuk keluar dan makan.
"Benar-benar jahat sekali pria itu," mereka berdua hendak menjauh dari pintu.
Tiba-tiba pintu terbuka dan nampak wanita cantik yang tengah patah hati ini keluar membawa dua koper besar.
"Mau kemana?"tanya Paris khawatir melihat sahabatnya yang super cantik ini wajahnya sembab.
"Aku mau pulang,"
"Kenapa mendadak?"
Paris sedikit kaget melihat sahabatnya yang sedang sakit hati justru pulang. Mereka berniat menghibur dan akan membawa Jasmine traveling ke manapun.
"Ya kau pantas untuk berlibur dan bersenang-senang Bri, kabari kami selalu ya" Jena tanpa banyak kata langsung memeluk sahabatnya itu.
Ia jelas tahu, Briana butuh waktu untuk menormalkan hatinya karena kesedihan yang Carlos ciptakan.
Jena dan Paris adalah dua sahabat Jasmine sejak mereka kuliah di jurusan yang sama.
***
Di bandara, ia duduk termenung dekat dengan jendela. Wajahnya tidak bersinar, terlihat suram dan muram, namun tidak membuatnya jelek, ia tetap dan akan selalu cantik. Masih terus menatap layar ponselnya yang memperlihatkan fotonya bersama laki-laki, Jasmine kembali menghela nafas. Rasanya sangat menyesakkan bertahan selama 4 tahun dan kemudian berakhir karena suatu yang sangat principal.
Ia pulang kembali ke kota lahirnya tanpa memberitahu ayah, itulah mengapa di pintu kedatangan ia langsung mencari taksi.
"Maaf nona, aku sedang buru-buru"
Itu adalah laki-laki yang merebut taksi Briana. Huftt sabar. Menjadi kebiasaanya ketika kesal akan meniupkan udara ke atas permukaan wajahnya. Walaupun ia sudah tidak memiliki poni lagi.
Moodnya kembali turun, ia berbalik mencari taksi lainnya namun seorang laki-laki menabrak bahunya cukup keras, hingga hampir terhuyung jatuh. Beruntung, sang penabrak memiliki reflek bagus untuk mencegah tubuh Jasmine menyentuh lantai. Dapat Jasmine rasakan, otot pria itu begitu kuat melingkupi tubuhnya.
"Sorry Miss",
"It's ok Sir," tanpa melihat siapa yang menabrak, Jasmine langsung melanjutkan langkahnya mencari minuman guna mengembalikan mood.
***
Ia telah sampai di rumah, disambut oleh ayahnya yang jelas-jelas tahu akan kisah anaknya. Tanpa banyak kata ia mengajak Briana ke kamar dan menyuruhnya istirahat.
Mengingat dimana firasatnya benar, jika Carlos bukan ditakdirkan untuk anaknya. Ia merasa lega namun sedih melihat anaknya yang sedang patah hati. Wajah cantiknya tidak bersinar lagi. Tapi jauh lebih baik melihat Jasmine sakit hati sekarang dari pada nanti di masa depan. Ia ingin anak gadisnya tak mengalami sebuah penyesalan.
Malam harinya, pria paruh baya ini berniat untuk menghibur Briana sang anak kesayangan. Ikut duduk di salah satu sisi ranjang. Suasana kamar tak seceria biasanya, jika hari-hari sebelumnya akan terdengar musik cinta penuh semangat. Kali ini sunyi, sepi, gadisnya menginginkan ketenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasmine For Dustin [End]
RomanceDustin merupakan pria pekerja keras yang baru merasakan ketertarikan pada seseorang ketika menginjak umur 30 tahun. Hidupnya dulu penuh kesedihan dan kesendirian. Tidak ada keluarga ataupun kekasih. Kali ini dia mulai menginginkan seseorang. Bukan y...