Redenzvous

15 4 6
                                    

"Trust is like a jenga"

Sudah 3 bulan lamanya sejak aku memutuskan untuk mengirim foto Luna pada Nite. Dan itu adalah keputusan terbaik yang pernah kubuat sepanjang tahun ini. Nite masih bangsad sebagaimana mestinya, dan Luna, masih sibuk dengan persiapan UTS untuk minggu depan.

Dan di sinilah aku, berjalan pulang di sore hari. Suasana hari ini sedikit lebih dingin, mungkin karena musim gugur hampir tiba. Dedaunan mulai menguning dan menjatuhkan diri menyentuh tanah. Kujejalkan genggaman tangan ini ke dalam saku jasku. Berhenti sebentar di depan foto-foto model cantik dengan senyum anggun mereka. Ku tidak melihat artis-artis itu, aku hanya melihat pantulanku.

Gadis krempeng kurus kecil, dengan tas kumuh dan sepatu jelek. Rambut lurus panjang hitam tergerai sedikit ke samping kanan-kiri muka dan poni sepanjang alis. Aku suka menggerai rambutku karna dengan itulah wajahku tidak terekpos untuk ditertawakan. Ku sengaja tak memakai kacamata bulat konyol itu, lagipula mataku masih bisa melihat.

Berjalan ke rumah seharusnya, karna aku tak punya tempat les untuk dituju. Tapi setidaknya aku punya tempat belajarku sendiri.

Toko kelontong pas di perempatan sejauh 500 m dari rumahku. Aku bekerja part time di sana. Dan di sana juga aku biasa belajar untuk hari-hari di sekolah. Menyenangkan, toko itu tak begitu sibuk sehingga aku tak perlu kerja keras tapi tetap dibayar setiap jamnya. Alasanku tak mau cepat pulang ke rumah adalah,

Aku tak ingin menambah luka lebam di tubuhku.

Anggap saja aku tak punya keluarga, hanya pemabuk berat yang suka memukuliku setiap hari, pernah sekali dia melemparkan botol soju ke kepalaku dan membuatku pingsan seketika. Dan seorang perempuan gila yang meninggalkanku dengan laki-laki menakutkan itu. Ya walaupun perempuan itu meninggalkanku dan menikah lagi dengan orang lain, dia masih memberiku uang jajan sebanyak yang aku mau.

Dia menikahi pria kaya. Tak heran, dia penjilat yang handal.

Dengan uang itulah aku pergi ke warnet untuk mencari duniaku sendiri. Dunia dimana aku tak perlu takut dengan laki-laki pemabuk yang setiap saat bisa melecehkanku ataupun memukuliku layaknya kantong pasir.

Tepat jam 21.30 teman shift malam siap menggantikanku dan waktunya pulang. Aku selalu melewati tempat bermain yang terlihat menyeramkan setiap aku berjalan pulang. Tapi hari ini sedikit berbeda. Ada laki-laki yang sedang bermain dengan anjingnya.

Anjing itu terus mengikuti laki-laki berhoodie kuning dengan celana coklat cream lembut selutut. Sedikit tersenyum ketika anjing itu berhasil merobohkan majikannya karena berusaha memeluknya. Bermaksud berjalan kembali ke rumah, anjing itu malah menghampiriku dengan kaki-kaki kekarnya, dan berputar di sekelilingku.

"Woy anjing!"

Dia memanggil anjingnya dengan sebutan anjing?

Laki-laki itu mendekat ke arahku, tidak ke arah anjingnya. Setelah jaraknya cukup dekat, ketampanannya terpancar begitu jelas.

Membuat mataku silau.

Laki-laki setinggi 2 meter kurang beberapa centi membuat badannya hampir menyangingi tiang listrik di ujung jalan, rambut ice blonde dengan poni yang menutupi keningnya, wajahnya lebih mulus dariku, dan dia benar-benar berbau seperti cinnamon dan sejumput lime. Dia benar-benar wangi.

"Anjing!"

"Ka-kau memanggil anjingmu dengan sebutan anjing?" Tanyaku sambil menundukkan kepala sedalam mungkin.

"Tidak, aku memanggilmu." Ucapnya dengan wajah datar itu.

Aku terdiam, aku takut sekali, aku tak menyadari dia punya tato di lehernya.
Di seluruh lehernya. Dia bahkan punya beberapa tindik di kedua telinganya.

"Waw kau cupu sekali, dari seragammu.. kau anak SMA, kau sudah cukup besar untuk pergi ke club bukan?"

Laki-laki itu mendekatiku perlahan, aku benar-benar ingin lari hanya saja anjing orange di sampingku seperti siap menerkam apabila aku melarikan diri dari orang aneh ini.

Dia terus mendekatkan wajahnya ke arahku, udara napasnya bahkan sudah menerpa poni di keningku. Aku takut...

"BERCANDA!! HAHAHAHA, ORANG-ORANG HARUS LIAT REAKSIMU, LAWAK SEKALI." Dia tertawa terbahak-bahak setelah mampu membuatku takut setengah mati.

"U-u-untuk apa kau melakukan itu pa-padaku." Sial aku benar-benar gagap. Aku benar-benar takut karna otakku selalu mengulang kalimat,

Orang tampan adalah orang mesum. Persis seperti ayah tiriku. Dan ya, dia tampan.

"Don't be shy girl. Santai, gw ga makan cewek."

Laki-laki itu mendekati anjing orange yang tengah duduk manis dengan telinganya yang turun dan mata yang tampak tak bisa terbuka sepenuhnya, dia memakaikan tali di kalung pada anjing lucu itu.

"Gw cabut girl, jangan pulang kemaleman kalo ga mau diajak gw ke club."

Dia berjalan santai sambil membawa anjing itu di sampingnya. Dan menghilang setelah melewati pertigaan dengan lampu remangnya.

Kenapa dia memanggilku anjing? Aku bau anjing ya? Apa aku kaya anjing?

Bodolah

Anjing

Kembali berjalan pulang dengan kata anjing yang meraung-raung di kepalaku. Setidaknya karena laki-laki itu, aku bisa pulang tepat saat pemabuk itu tengah tertidur di lantai dengan botol-botol hijau sebagai bantal di kepalanya. Terima kasih pria anjing.

***

Hari-hari sibuk telah usai. UTS telah berlalu sama halnya musim semi hangat kemarin. Aku berjalan pulang bersama Luna karena dia ingin melihat tempat kerjaku, lesnya libur sehari. Tumben, sepertinya hampir setiap hari dia berangkat les, walaupun hari libur. Dasar orang kaya.

Kami berjalan dalam diam, Luna tampak sedang mengamati handphonenya sedang diriku hanya memperhatikannya.

Keanggunannya sekelas lebih tinggi dibandingkan semua perempuan di sekolah ini. Wajahnya sangat putih bagai vampire. Rambutnya tergerai, berwarna coklat natural sedikit bergelombang di ujung. Wajah tanpa make up, bibirnya merah muda tanpa liptint. Dia benar-benar definisi cantik yang tidak dibuat-buat.

Drrttt

Handphoneku bergetar, langsung mengecek tentu saja, siapa tahu itu Nite.

Benar, ini Nite!

Nite : gw sudah di depan sekolahmu, UTS lu sudah selesai bukan?

Shit, apa-apaan ini!

Panik aku langsung menjawab e-mail ini.

Vio : Bagaimana lu tahu sekolah gw anjir? Lu bercanda kan? Sial.

Aku tak bisa melepas handphone itu dari pandanganku. Masih berharap dia cuma mengerjaiku seperti biasa.

Drrtt

Dia membalas!!



Nite : gw serius anjir. SMA Empire kan? Sekolah lu mewah banget anjay. Ga susah ngelacak cewek sepopuler lu.

Ga susah ngelacak cewek sepopuler lu.

FUCK.

"Vio!!"

Seorang laki-laki bertubuh tinggi, sekitar 178 cm. Rambut hitam legam dengan obre biru tua di ujung rambut berponinya. Dan wajahnya benar-benar asing di mataku.

Dia memanggil namaku aku yakin, tapi kenapa dia malah menarik coat Luna?

Jangan-jangan.

TIDAK! Laki-laki ini bahkan tidak terlihat gendut sama sekali!!

"Sepertinya kau salah orang," ucap Luna bingung.

Dia menatap ke arahku. Keringat dingin keluar dari pori-poriku karena jantung berdetak lebih kencang dari biasanya. Laki-laki itu hanya tersenyum dan terus menatap Luna dengan mata tajamnya.

"Ini gw, Nite." Ucapnya sambil tersenyum selebar mungkin.


What the fuck.

Fun(eral)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang