Dusun Angker

5.9K 537 64
                                    


Setelah satu tahun lamanya, akhirnya dapet 60 vote😂😂😂. Canda... makasih pembaca tercinta atas apresiasinya untuk MISTERI SERUNI. Semoga selanjutnya tidak perlu saya minta, langsung ngasih vote dan kritik/saran dengan sendirinya agar karya ini menjadi lebih baik. Komentar untuk isi cerita juga dinanti, ya. Karena bagaimanapun juga, dengan adanya komentar saya jadi tahu seberapa menarik perhatian cerita ini.

Meskipun kalian nge-vote atau komen dan saya jadi tahu akun kalian. Saya tidak akan neror kalian, kok. Bener. 😂😂😂

Untuk selanjutnya target vote naik yes😂😂😂. Nanti saya pikirkan dulu mau minta berapa. Yang jelas tidak lebih dari jumlah reader part sebelumnya.

Itu aja. Terima kasih dan selamat membaca.

****

Kabut tebal dini hari menyelimuti tanah Dusun Tlogotirto. Hawa dingin bercampur mistis merayapi setiap lubang pada dinding bambu yang sudah dimakan rayap. Menelusup masuk ke dalam rumah yang menjadi tempat persembunyian paling aman. Rasa takut yang berpadu dengan hawa dingin menjadi semakin terasa pekat menjalari setiap hati yang telah dipenuhi kengerian saat di luar sana suara desau angin bertiup kencang, membuat suara gaduh dari dedaunan yang saling bergesekan.

Semua pintu masih tertutup rapat, menyisakan suasana mencekam bagi setiap jiwa yang sedang bernapas. Mata mereka terbuka nyalang, memasang pendengar sebaik mungkin khawatir dengan suara sekecil apapun. Lalu mereka terlonjak kaget saat suara jangkrik di sekitar rumah mereka berbunyi. Mereka bernapas lega saat mengetahui itu hanya binatang kecil yang tidak berdaya. Sebentar lagi pagi menjelang, berharap tidak ada apapun hal buruk yang akan menimpa mereka sampai langit di atas Tlogotirto berubah terang.

Kali ini semua wanita menahan diri untuk melaksanakan ritual pagi di sungai. Mungkin sebentar lagi. Mereka terlalu takut keluar rumah, berharap sang surya segera terbit dan memberikan cahaya kehidupan untuk Dusun Tlogotirto yang terasa seperti kampung tanpa penghuni. Sepi. Terlalu sepi untuk sebuah tanah dengan ratusan penghuni manusia hidup.

Malam tadi tidak ada yang berjaga malam. Semua laki-laki menyatakan keberatan setelah kejadian Gimin dan Yanto yang pulang ketakutan. Bahkan belum sempat bercerita, Gimin sudah lebih dulu ambruk tak berdaya, wajahnya pucat pasi dan napas setengah-setengah bahkan lelaki malang itu juga kejang-kejang sebelum pingsan. Hal itu membuat semua orang gemetar ketakutan, takut jika nanti sial lalu menjadi korban si wanita setan yang sedang berkeliaran mencari korban.

Korban?

Mereka berbisik. Saling menduga siapa korban berikutnya.

Perempuan setan itu masih terus saja menghantui warga meskipun sudah mendapat banyak nyawa. Entah apa yang dicarinya. Sebenarnya tidak banyak yang tahu wujud sebenarnya dari Seruni, hanya beberapa orang yang beruntung bisa bertemu Seruni lalu berlari kencang sambil terkencing-kencing di dalam celana. Seperti yang terjadi pada Yanto dan Gimin pada malam naas itu. Membuat warga geger karena teriakan mereka.

"Menurutmu, apa yang dicari Si Seruni itu, Kang?"

Salah satu warga berbisik pada kakaknya. Mereka meringkuk di samping dipan. Bergerombol dengan anggota keluarga lain yang sedang tidur pulas di sebelahnya. Saling bergantian berjaga.

"Tidak tahu. Bahkan tetua desa pun tidak ada yang tahu. Semuanya masih misteri,"

KRIIIEEEEET....

Suara pintu kayu yang berderit pelan, membuat rumah itu menjadi hening. Yang bicara menjadi diam. Yang tidur pun terbangun. Seakan alarm tanda bahaya berbunyi nyaring di dalam jiwa mereka meskipun sedang berada di alam mimpi.

Panik. Mereka merangsek duduk berdesakan. Saling berpelukan, melindungi satu sama lain dari sesuatu yang bahkan tidak mereka ketahui wujudnya. Mata mereka menatap nyalang ke arah pintu yang terdengar dibuka. Hening. Peluh berpacu dengan debaran jantung yang be seperti mengedor rongga dada.

Beberapa saat yang menyiksa. Menunggu suatu hal yang tak pasti akan muncul dari balik pintu.

"Di ma... naaaa...."

Suara serak dan putus-putus terdengar mengisi keheningan mencekam. Lalu satu kepala muncul perlahan dari balik pintu. Wajah pucat pasi dengan lidah menjulur panjang. Makhluk mengerikan itu tersenyum lebar, semakin lebar hingga mencapai telinga dan... pluk! Kulit rahang itu jatuh ke tanah, menyisakan daging busuk berhias puluhan belatung. Membuat satu keluarga malang itu menjerit serentak.

***

"Nak Reza, sampai kapan kamu akan duduk di situ? Tidurlah barang sebentar, Mbah akan menjagamu," Mbah Pringgo menepuk tikar di sampingnya.

Reza bergeming, tetap bersandar dinding bambu. Tatapan matanya kosong seperti kehilangan kesadarannya. Pemuda malang itu menatap lurus ke depan tanpa berkedip.

Lampu minyak masih menyala, kadang berkebat-kebit saat udara berembus masuk dari lubang pada dinding. Cahaya temaram kecoklatan itu menjadi sumber cahaya yang membuat mereka sedikit terhindar dari rasa takut.

Mereka berdua duduk saling diam. Bahkan Reza mengabaikan Mbah Pringgo yang masih berusaha bertanya tentang asal-usul remaja itu.

"Nak Reza...."

"Saya tidak mau tidur, Mbah. Saya takut wanita hantu itu kembali dalam mimpi saya. Dia ingin membunuh saya, Mbah," jawabnya tanpa menoleh sedikit pun.

Mbah Pringgo menghela napas berat. Percuma membujuk Reza, trauma yang dialaminya terlalu berat untuk remaja seumurannya. Kakek tua itu menunduk, berpikir jalan keluar untuk menyelamatkan remaja malang itu.

"Re... za...."

Reza menegakkan duduknya saat ia mendengar suara merintih memanggil namanya. Begitu pun Mbah Pringgo yang juga langsung tergopoh-gopoh bangun.
Mereka saling bertatapan sejenak, seolah saling bertanya tentang kebenaran suara yang barusan mereka dengar.

"Mari, Nak Reza,"

Reza mengangguk. Seperti ada setitik cahaya yang berkilat di dalam hatinya. Ia langsung berlari menghambur menuju ke arah suara yang memberinya pengharapan besar.

"Martha...."

Batin Reza bergolak. Sedikit senyum tersungging dari bibirnya yang pucat. Pemuda itu berhenti di depan pintu.

Ada harapan. Pemuda itu kembali meyakini harapan yang seakan berpendar menariknya ke arah yang lebih baik.

"Martha, lo udah sadar?"

Martha kebingungan. Wajahnya pucat dan tulang pipinya terlihat menonjol. Reza meraih gadis itu ke dalam pelukannya.

"Gue seneng lo bangun lagi, Tha. Kita ada harapan, Tha. Kita akan pulang," ucapnya terisak.

"Za, gue... di mana?" tanya Martha dengan suara lemah.

Reza melepas pelukannya. Ia berjongkok di samping gadis itu.

"Kita masih di Tlogotirto, Tha. Sebentar lagi kita akan pulang," ucapnya penuh keyakinan.

"Ehm."

Reza menoleh. Mbah Pringgo berdiri di depan pintu. Wajah keriputnya tampak sedih dengan guratan lelah yang terlihat nyata.

"Syukurlah, Nak Martha sudah sadar," ucap kakek tua itu penuh haru, ia mengulas senyum kecil sebelum berbalik meninggalkan bilik tanpa menoleh lagi.

"Mbah!" Reza berteriak. Lelaki tua itu menghentikan langkahnya. Ia sedikit menoleh.

"Mbah mau ke mana?" Reza berdiri, merasa aneh dengan gelagat kakek tua itu yang tiba-tiba menjadi dingin.

Sunyi. Mbah Pringgo menatap lantai sekilas, lalu kembali menatap Reza.
"Mbah ada urusan." jawabnya singkat, lalu bergegas keluar rumah. Berjalan dalam kegelapan dan kesunyian pekat.

***

Part depan 60 vote. Sanggup nggak? Kalau nggak sanggup, kibarkan bendera putih, dan saya akan update pendek😂😂Terima kasih. 💕

Misteri Seruni (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang