Surat Cinta Untuk Jala
"Bangsat, siapa yang buang sampah di laci gue?" Teriak Jala yang membuat seisi kelas mendadak hening.
Jala menatap satu persatu teman kelasnya dengan tatapan menyelidiki. Di tangannya terdapat kertas yang dicengkram dengan keras. Walaupun Jala kasar dan menyeramkan, semua murid XI MIPA 3 tahu jika Jala adalah orang yang mencintai kebersihan. Hari dimana Jala piket, merupakan hari kehilangan sekelas. Karena jika Jala menganggap benda itu sampah, tidak perlu mengatakan sepenting apapun itu, dia tetap membuangnya. Dan itulah tidak mungkin atau bahkan mustahil mereka membuang sampah ke laci meja Jala.
Tiga puluh dua dari tiga puluh dua murid yang ada di kelas langsung memikirkan satu nama. Heri yang saat itu sedang berjalan menuju kelas XI MIPA 3 tiba-tiba bersin tanpa sebab. Siapa lagi yang berani dengan Jala selain murid abnormal itu? Bahkan Yudan yang selalu berdebat dengan Jala pun mengakui jika Jala itu menakutkan. Hanya Heri dan cuma Heri yang berpikir Jala itu menyenangkan dan manis. Sungguh kata manis untuk Jala membuat seisi kelas pengen muntah.
"Gue bertaruh seribu jika yang lakuin itu pasti Heri." Ucap Yudan yang membuat seisi kelas setuju dan ikut taruhan. Bahkan Ogi pun setuju.
Wajah Jala berubah menjadi hitam gelap, aura membunuh menyebar dari tubuhnya membuat orang tak berani mendekatinya. Bahkan Doni yang berada di sampingnya terus mundur, walau tak bisa karena terhalang tembok. "Jal, tunggu Heri datang dulu. Marahnya, lu tunda dulu ya!" Bujuk Doni gemetar. Jala menatapnya tajam, Doni bungkam.
Sepertinya Heri panjang umur, sehingga dia datang tepat saat semua orang memikirkannya. Dengan senyum andalannya dia menyapa, "Hai semua!"
Serentak semua mata memandang Heri horor, membuat siswa jurusan sosial itu mengerutkan keningnya heran namun tak butuh waktu lama untuknya kembali tersenyum. "Hehe, perasaan gue gak enak. Gue balik dulu. Dadah semua!"
"Diam di tempat!" Suara tegas Jala menghentikan Heri yang baru saja akan berbalik untuk keluar.
Heri terkekeh, "Serius bukan gue Jal, jangan asal nuduh, dosa!"
Ucapan Heri membuat semua orang semakin yakin jika dialah pelakunya.
"Gue belum nuduh lu, anjing."
"Sellow Jal, kata-kata gue tadi untuk beberapa menit kemudian saat lu udah nuduh gue."
Jala berjalan menuju ke ambang pintu dimana sosok Heri bertengger. "Apa maksud lo buang sampah di dalam laci gue? Cari mati lu?!"
Yudan langsung menyalakan kameranya. Ciko yang ada di sampingnya tak bisa untuk tidak bertanya, "Lu ngapain?"
Yudan cekikikan, "Siapa tahu gue berhasil merekam bukti Jala melakukan kekerasan."
Ciko hanya menggelengkan kepalanya dan memilih diam.
Heri melebarkan matanya, "Astogeh, fitnah lu, fitnah! Yang itu bukan gue yang lakuin." Ngelak Heri.
"Berarti lu ngaku lakuin yang lain." Celetuk salah satu murid yang namanya tidak diketahui.
"Lu gak usah ngelak, bangsat! Siapa lagi kalau bukan lo?" Geram Jala.
Heri langsung memasang wajah sedihnya, "Jala, gue tahu lu salah satu dari komunitas antiheri, tapi gak gini caranya nyingkirin gue."
"Jadi-"
Heri dengan cepat memotong ucapan Jala, "Eh, tunggu! Sejak kapan gue punya kertas warna pink? Wah harga diri gue sebagai pria jantan ternodai."
Jala menaikan alisnya mengalihkan pandangan dari Heri ke arah kertas merah muda yang ada di cengkraman tangan kanannya. Dia membuka kertas itu dan memperlihatkan bentuk persegi panjang yang penuh kerutan.
Sepertinya ada tulisan di sana sehingga Jala menatap beberapa detik kertas tersebut. Tak butuh waktu lama untuk membuat Jala melebarkan matanya dan melempar kertas tersebut ke lantai. Dia mengeluarkan ekspresi jijik dan ketakutan yang membuat semua orang penasaran seperempat mati.
Heri dengan cepat memungut kertas merah muda itu dan membaca isinya. "Surat cinta?" Ucapnya tak yakin yang membuat para penonton tertegun. Seseorang seperti Jala memperoleh surat cinta? Gadis malang mana yang hatinya sedang tersesat itu?
Heri terus membaca surat itu, terlihat menikmati. Dia mulai terkekeh, lalu tertawa terbahak-bahak, kemudian tertegun dan melempar kertas itu dengan ngeri. Dia menatap Jala yang saat ini masih merinding membuatnya ikut merinding.
Yudan mendengus kesal, dia mematikan rekamannya dan berjalan mengambil kertas itu. Dia mulai membaca dan terdiam. Lalu bergumam, "Untung gue gak ada yang suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys
Fiksi RemajaWarning* *Cerita ringan yang beberapa chapter hanya berisi satu atau dua kalimat doang. *Terdapat kata-kata kasar/umpatan. *Tidak ada prolog/sinopsis, langsung baca aja. Cerita sepaket : Titik Bukan koma (TBK) > MangaToon/Noveltoon