Lady bergaun biru itu menyihirnya....
Membuat Earl Of Rudland terpana, bahkan untuk beberapa saat, ia nyaris lupa bagaimana caranya bernapas. Sosok di sebrang ruangan telah berhasil mengalihkan dunia tepat Nigel berpijak, dan entah apa yang sudah merasuki dirinya. Karena saat ini Sang Earl sudah berjalan dengan tergesa. Membelah kerumunan para pengagum, dan menyingkirkan mereka semua secara terang-terangan.
Siapa wanita asing itu?
Hati Nigel terus bertanya-tanya sepanjang dirinya melewati kerumunan tamu yang memenuhi ruangan. Pesta topeng seperti ini sudah sering dilakukan, bahkan bisa dibilang mereka sudah bisa mengenali siapa saja tamu yang hadir—meskipun dibalik topeng berbagai bentuk—yang dikenakan satu sama lain. Tapi wanita itu adalah hal yang berbeda, wanita dengan ikal coklat serta badan yang melekuk sempurna. Sosok tersebut tidak pernah ia temui dalam acara pesta dansa manapun sebelumnya.
Ataukah ia terlewat?
Untuk pertama kalinya Nigel merasa menyesal karena sudah meninggalkan London terlalu lama. Ia terlalu banyak menghabiskan uang dan berkeliling dunia dalam beberapa tahun terakhir.
"Selamat malam, Gentleman," Nigel melerai para pengagum—yang tengah berusaha menuliskan nama mereka—di kartu dansa Sang Lady. "Saya minta maaf karena harus membuat kalian semua kecewa," ia mengumumkan dengan penuh percaya diri. "Tapi malam ini," ia melirik ke arah wanita asing bertopeng dengan hiasan bulu merak tersebut, sambil melemparkan senyum memesona andalannya. "Dengan berat hari saya harus memberitahukan; jika My Lady sudah berjanji untuk mengisi kartu dansanya bersama saya."
"Berhentilah berbohong, Rudland!" Salah seorang gentleman menyela.
"Silahkan kalian konfirmasi sendiri," Nigel berbalik untuk menghadap Lady asing tersebut sepenuhnya. "Mohon beritahukan kepada mereka bahwa saya tidak berdusta, My Lady." Ia meminta dengan sangat sopan, bahkan sangat sopan dan penuh perhatian, hingga membuat wanita manapun yang mendengarnya akan merasa sangat istimewa.
"My Lord mengatakan yang sebenarnya," jawab wanita itu sambil tersenyum manis. Nigel berterima kasih; kepada siapapun yang sudah menciptakan topeng yang hanya menutupi bagian atas wajah wanita itu—bukannya ia tidak ingin melihat wajah Sang Lady. Sehingga ia bisa menikmati berkah atas sebuah senyuman yang menyejukan. Bahkan suara wanita itu terdengar seperti candu, meleleh dalam aroma yang manis, dan membuat Nigel menelan ludah secara tidak sabar.
"Nah, aku rasa sekarang tidak ada masalah bukan?" Ia menatap para pengagum dengan senyum congkak.
Dengan enggan, satu persatu dari mereka mulai membubarkan diri, dan meninggalkan Nigel hanya berduaan saja dengan wanita pendatang baru tersebut.
"Apa kau ingin pergi ke balkoni, My Lady?" Nigel menawarkan hal tersebut demi kenyamanan mereka. Mengingat saat ini masih ada banyak mata—yang diam-diam—terus melirik dan memperhatikan dari setiap sudut ruangan. Para Lady memang cukup sulit untuk dikendalikan jika sudah penasaran akan sesuatu. Nigel mencatat hal tersebut dalam hati, ia bisa mengusir para gentleman dengan mudah, tapi dirinya tidak bisa meminta para tamu wanita yang hadir; agar tidak terus mencuri pandang ke arahnya.
Wanita itu sejenak mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, sebelum akhirnya menyetujui ajakan Nigel tersebut.
"Mari," Nigel memandu jalan untuk mereka, "silahkan lewat sini, My Lady," ia membuka salah satu pintu yang ada di aula tersebut dan mengarah ke luar ruangan. Mereka melewati undakan anak tangga yang menuju langsung ke lantai atas, lalu berakhir di sebuah ceruk atau juga bisa dibilang seperti ruangan yang tidak terlihat. Tapi mereka bisa dengan leluasan melihat ke ruang dansa dari atas sana, sementara sisi lain ruangan tersebut menampilkan pemandangan bulan purnama yang tengah bersinar. Jendela kaca yang lebar membuat cahaya bulan masuk dan menyinari ruangan tersebunyi tersebut.
"Ini indah sekali," wanita asing itu tanpa sadar bergumam sambil menatap penuh kagum pada langit malam.
"Aku juga berpendapat demikian," Nigel melangkah untuk berdiri di sampingnya. Sebelum ia memulai usaha untuk melakukan pendekatan lebih jauh, petikan nada pertama dari suara musik waltz terdengar mengalun di bawah sana. "Maukah kau berdansa denganku?" Ia mengajukan permintaan tersebut dengan sopan. Sementara jantungnya hampir mencelos saat melihat wanita asing tersebut sempat ragu untuk menerima uluran tangannya.
Terima kasih, Tuhan!
Nigel bisa kembali bernapas lega saat wanita asing itu menerima ajakannya. Mereka mulai berdansa di ruangan tersebut. Nigel merasa seperti terjebak dalam cerita dongeng romantis. Cahaya bulan yang bersinar memberi efek magis pada sosok di hadapannya, dan dalam setiap ketukan dansa mereka; tangan Nigel mulai gatal, betapa ia sangat ingin membuka topeng sialan tersebut dan menikmati wajah yang ada di baliknya.
Tatapan Nigel turun pada bibir merah muda yang seolah memanggil untuk dicium. Bibir wanita itu tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Itu adalah proporsi bentuk bibir yang pas menurut Nigel, dan tentunya pasti akan sangat menyenangkan jika ia bisa mencium bibir tersebut setiap hari.
Bagaimana jika aku menikahinya?
Untuk pertama kalinya dalam hidup Earl Of Rudland, pemikiran mengenai pernikahan baru saja tersirat dalam kepalanya. Bibir wanita itu terlalu menggoda dan membuat Nigel merasa gila, ia merasa tidak tahan lagi dan tidak sadar jika tangannya sudah merayap naik, ibu jari Nigel menyentuh bibir tersebut, lalu mengusapnya dengan lembut. Tindakannya tersebut membuat wanita di hadapannya terkesiap, dan mereka baru menyadari jika sejak tadi mereka sudah tidak lagi berdansa.
Mereka hanya berdiri dengan satu tangan Nigel di pinggang wanita itu, sementara tangan yang lain membelai pipi dan bibir sang Lady dengan mendamba. Ketika tangannya bersentuhan dengan kulit wajah yang halus serta lekuk bibir yang kenyal, pada akhirnya Nigel memilih menyerah dan mengorbankan semua sikap gentleman yang selalu ia banggakan.
"Bolehkah aku menciummu?"
Itu adalah pertanyaan paling konyol yang pernah ia ucapkan. Bagaimana seorang pria terhormat seperti dirinya, bisa meminta ciuman kepada seorang Lady. Bahkan semua itu terjadi pada perjumpaan pertama mereka. Pertanyaan tersebut diucapkan dengan suara serak dan putus asa. Bahkan Nigel menahan napas saat menunggu jawabannya.
Saat ia melihat wanita itu mengangguk, Nigel langsung mengucapkan terima kasih sambil tersenyum lebar. Perlahan ia membawa tubuh sang Lady yang masih berada dalam pelukannya agar bergerak mundur, membuat tubuh wanita itu bersandar pada dinding kaca, Nigel menempatkan wanita itu berada tepat di bawah bayang-bayang bulan yang bersinar, kesan misterius dan menggoda semakin membuat Nigel penasaran.
"Bolehkah aku melihat wajahmu?" Tanya Nigel dengan penuh harap.
Tapi wanita itu malah tersenyum lebar, lalu mengucapkan penolakan dengan sangat halus.
"Tidak, My Lord. Saya hanya akan mengijinkan salah satunya saja." Wanita itu terlihat malu-malu, seolah ia tahu jika Nigel akan memilih mendapatkan sebuah ciuman, daripada hanya melihat wajah wanita yang ingin ia cium.
Tapi wanita itu benar, karena saat ini Nigel sudah manghapus jarak yang ada diantara mereka, dan mendaratkan ciuman paling manis dan paling berkesan seumur hidupnya. Mereka berciuman cukup lama dan panas. Lalu tepat ketika pukul 12 malam berdentang, wanita asing itu langsung melarikan diri dari pelukannya. Berlari begitu saja, tanpa memberitahu siapa nama dan darimana asalnya. Wanita itu menghilang bersama separuh hati Sang Earl yang tidak bisa kembali utuh.
Lord Rudland kehilangan cinta pertamanya begitu saja.
🦋🦋🦋
Hai, hai, gimana puasanya pada lancar kan? *buat yang menjalankan* selamat berbuka dan sambil menunggu makanan turun, atau sambil ngemil. Aku bawang bang Nigel nih, siapa tahu pada suka. Dan kalau banyak yang vote dan komen nanti aku lanjut lagi ngetiknya, prolog dulu ya buat pemanasan dulu haha. Oh iya, buat yang belum follow, ayo jangan lupa klik follow juga biar langsung dapat notif 😊😁
Makasih banyak buat semua yang udah setia nungguin cerita ini, love, love deh 😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Dancing With A Stranger (Stranger's Series #4)
Ficción históricaNigel Bevelstoke atau Earl Of Rudland pernah merasakan jatuh cinta, ia hanya pernah jatuh cinta sekali seumur hidupnya. Cinta sepihak pada wanita asing yang ia temui di acara pesta topeng di pedesaan. Sekuat apapun ia berusaha untuk mencari wanita i...