B28

174 46 7
                                    

Tekad

Sebelum waktu menunjukan jam enam pas, Yudan, Ciko, dan Doni telah berada di pintu gerbang sekolah.

Kemarin, mereka berencana untuk mencari tahu siapa si dia dan menangkapnya hidup-hidup. Kenyamanan kelas sangat terganggu semenjak si dia hadir di antara keharmonisan kelas XI MIPA 3. Karena Jala selalu mendapatkan surat di lacinya setiap pagi, jadi mereka berencana datang cepat dan menggrebek si dia saat ingin memasukkan surat ke dalam laci meja Jala.

Mereka bertiga secara bersamaan masuk ke kelas dan mendapatkan seseorang telah berada di dalam.

"Heri?" Panggil Ciko dengan ragu.

Heri berdiri di samping meja Jala dan sedang memegang kertas yang terlipat dua berwarna merah muda. Dia menoleh ke arah suara dan tersenyum, "Kenapa kalian di sini?"

Yudan mendengus, "Seharusnya kami yang nanya gitu. Ini kelas kami, bukan kelas lu!"

Doni memandang Heri penuh curiga. "Jadi selama ini lu yang ganggu Jala. Ternyata lu lebih abnormal dari yang gue kira."

Heri mengerutkan keningnya heran, lalu matanya mengikuti pandangan mereka ke surat yang saat ini dia pegang. Dia terkekeh, "Gue memang suka ganggu Jala. Tapi kali ini gue pen bantu tangkap si dia, makanya gue datang subuh-subuh untuk nunggu si dia. Tapi surat ini sudah ada di lacinya, padahal gue yakin gue siswa pertama yang datang hari ini."

Melihat mereka diam, Heri mengangkat kedua tangannya. "Duarius bukan gue! Apa muka gue terlihat seperti muka kriminal?"

Mereka bertiga mengangguk serentak, membuat Heri memasang wajah sedihnya. "Padahal nyokap gue selalu bilang muka gue polos dan tampan."

Yudan dan Doni langsung membuat gerakan muntah membuat Heri terkekeh.

Tidak butuh waktu lama ekspresi Heri berubah serius. Pandangannya menjadi tegas, "Gue serius pengen nangkap si dia."

Kali ini mereka langsung percaya. Ekspresi Heri yang serius menandakan dia sedang tidak bercanda dan kata-katanya adalah kebenaran yang mutlak.

Ciko berjalan ke bangkunya dan duduk, "Kalau benar lu adalah orang pertama yang datang, berarti si dia gak meletakan suratnya pagi-pagi."

Doni dan Yudan ikut duduk di bangku mereka. Sedangkan Heri duduk di bangku Jala, dia membaca surat yang ada di tangannya. Isinya tidak jauh berbeda dari surat pertama.

Doni mengerutkan keningnya, "Kalau bukan pagi, apa mungkin saat semua orang pulang sekolah."

Ciko mengangguk setuju, "Itu bisa jadi."

Yudan ikut berpikir dengan antusias. Bergaya layaknya detektif dengan tangan mengusap dagu sambil berkata, "Ada dua kemungkinan yang pasti tentang si dia. Pertama, dia adalah seorang murid. Kedua, dia bukan murid."

Ciko yang sudah serius mendengarkan analisis Yudan langsung menghela napas. Dia tidak mau berkomentar.

"Itu sama saja seperti lu bilang si dia berkemungkinan cewe atau cowo. Kalau Jala ada, dia pasti bilang 'bacot'." Komentar Doni pada gagasan Yudan yang tiada faedahnya. Dia sama sekali tidak membuat wilayah pencarian semakin sempit.

Heri menatap kawan-kawannya satu persatu,"Kalau kata gue, ini bukan surat cinta tapi teror dari cowo. Lihat saja tulisannya, kalau cewe yang nulis gak mungkin sejelek ini." Ucapnya sambil meletakan kertas di atas meja membuat ketiganya memusatkan perhatian mereka ke kertas.

Yudan bertanya dengan heran, "Banyak cewe tulisannya juga jelek."

Doni dan Ciko mengangguk setuju.

Heri menggelengkan kepalanya menolak, "Lu benar, tapi siapa orang yang pengen terlihat jelek di depan orang yang dia suka? Gue yakin sejelek apa pun tulisan si dia, kalau si dia benar-benar cinta sama Jala dan bahkan sampai posesif, dia pasti berusaha keras untuk terlihat baik. Lagi pula walaupun ini surat teror, kalau yang nulis cewe pasti teliti dan rapi, beda dengan cowo yang asal jadi." Jelas Heri yang membuat mereka bertiga mengangguk setuju.

Doni menambahkan, "Gue juga sempat curiga, gak mungkin ada cewe yang berani nyatakan cinta sama Jala."

"Jadi kalian ingin tangkap si dia pulang sekolah?" Tanya Ciko memastikan.

Yang lain langsung mengangguk pasti. Doni bertekad menyelamatkan kedamaian kelas, Heri bertekad untuk membuat Jala menjadi mengasikkan seperti dulu lagi, Yudan bertekad menjadi detektif, dan Ciko bertekad untuk mengikuti mereka.

BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang