Malam ini dingin. Malam ini malam Jum'at. Dan aku berdiri di sini. Berdiri di tengah-tengah taman yang sepi. Menunggu kedatangan seseorang yang membuatku gelisah beberapa hari terakhir.
"Udah lama nunggu?"
Suara yang familiar itu membuatku menoleh ke belakang. "Ryan ...,"
"Maaf kalo lo nunggunya lama."
Aku mengangguk mengerti. "Duduk dulu ...," ajakku sambil menunjuk kursi taman di dekat kami. "Jadi apa yang mau lo omongin?" Tanyaku saat kami duduk.
"Itu ...," Ryan terlihat gugup. Ia menghela nafas. "Axe, maafin gue kalo gue punya salah ...,"
"Iya, gue maafin kok," aku memandang Ryan. "Lo kenapa, Yan? Kok tiba-tiba minta maaf?"
Ia menghela nafas lagi. "Gue ...," dia menatapku. "..., ini sahabat lo, kan?"
Aku mengangguk. "Ya,"
"Lo anggep gue ini apa?"
Aku mengernyit heran. Ada apa dengan Ryan? "Sahabat kecil gue,"
"Nggak lebih?"
"Lo itu ngomong apa sih, Yan?!" Tanyaku jengkel. "Lo itu sahabat terbaik yang pernah gue miliki. Lo itu sahabat pertama gue. Lo tahu itu, kan?"
Ryan mengangguk kecil. "Tapi ..., kalo gue anggep lo lebih dari sahabat?"
Aku menaikkan satu alis. "Lo boleh anggep gue keluarga lo. Anggep gue apapun yang lo suka."
Ryan memejamkan matanya. "Axe Inly," dia memanggil nama lengkapku. Kemudian membuka matanya.
"Uh-huh?"
"Gue ..., suka ama lo,"
Aku mengangguk-angguk. "Eh?!" Aku menatap Ryan tidak percaya. "Lo bilang apa tadi, Yan?"
"Gue suka ama lo," ujar Ryan sambil menutup matanya.
"Sejak kapan?"
Ryan membuka matanya. "Sejak kita masuk SMP,"
Sejak kita masuk SMP? Umur kita baru 12 tahun! Dan kita udah ... 17 tahun. Kamu ..., kuat banget, Yan. 5 tahun.
Sebelum aku membuka mulut, Ryan berkata, "Lo gak usah jawab juga gak apa-apa, gue ngerti kok. Gue cuma mau bilang perasaan gue ke lo. Kalo lo gak mau ..., gue gak maksa. Itu semua hak lo," Ryan bangkit dari tempat ia duduk. "Maafin gue udah ngambil banyak waktu lo. Apa perlu gue anter lo?" Tawarnya.
Aku menggeleng. "Nggak usah, gue bisa pulang sendiri kok,"
Ryan mengangguk sambil tersenyum. Ia kemudian pergi meninggalkan diriku di tengah-tengah taman yang sepi ini. Aku menghela nafas dan bergegas pergi dari taman ini.
***
Aku melangkah pelan di sini. Di alun-alun kota. Ramai sekali di sini. Bahkan di malam Jum'at pun alun-alun kota tetap ramai. Aku memandang sekitar. Dapat! Aku menemukan pedagang kaki lima yang menjual nasi goreng, dan mie goreng. Aku tersenyum dan mendekati pedagang kaki lima tersebut. "Halo Kang Acep," sapaku."Eh ..., Neng Inly, mau makan apa, Neng?"
"Seperti biasa aja, Kang. Nasi goreng pedes,"
Kang Acep mengangguk dan mulai memasak pesananku. "Kok tumben nggak sama Ryan, Neng?"
Deg
"Aaaahhh ..., itu tadi Ryan gak bisa ke sini kayaknya,"
"Tapi tadi saya liat Ryan lagi sama temennya di sana tuh," kang Acep menunjukkan sekelompok pemuda yang sedang nongkrong. Aku mengangguk kecil. "Nih, Neng," kang Acep memberikan sepiring nasi goreng yang baru jadi.
"Makasih, Kang. Tambah es jeruk, ya,"
Kang Acep mengangguk lalu segera membuatkan pesananku.
***
Aku berdiri di depan kelasku. Kelas XII-IPS 3. Hari ini Sabtu. Kita semua akan melaksanakan Ujian Akhir Semester, yang terakhir. Besok Senin kita sudah diliburkan. Kulangkahkan kakiku perlahan yang membawaku ke tempat dudukku. Sebentar lagi bel masuk, batinku sambil duduk di tempat dudukku.Kriiiiiingggg!!!
Yeeelah, baru juga diomongin,
Setelah baris dan berdo'a, kami duduk dan mempersiapkan Ujian Akhir Semester. Aku menatap sampingku. Dia belum datang ..., ada apa?
Brak!
Pintu terbuka. Dan menampilkan Ryan yang baru datang. "Maaf, Bu, saya terjebak macet tadi,"
Wali kelas kami mengangguk dan mempersilahkan Ryan duduk. Ryan duduk di sebelahku.
Ujian Akhir Semester pun dimulai.
***
Ujian Akhir Semester sudah selesai. Dan saat ini para murid sedang istirahat sebelum akhirnya pulang dan liburan. Aku berjalan menuju kantin. Dan seperti biasa, kantin ramai. Aku mencari-cari tempat duduk setelah mendapat segelas jus alpukat (aku gak lagi laper). Semuanya penuh, kecuali ...,Kursi di samping Ryan.
Aku melangkah ke sana secara perlahan. "Gue boleh duduk di sini, kan?" Tanyaku.
"Hm ...," hanya itu respon Ryan, karena dia sedang makan.
"Oh, ya, duduk aja," sahut Andy yang duduk di hadapan Ryan. Aku duduk dan mulai minum jus. "Jadi gimana?"
"Gimana apanya?" Tanya Ryan datar.
"Lo udaah ...,"
"Udah,"
"Kalian ngomong apa, sih? Gue gak ngerti,"
Andy menatapku. "Lo terima Ryan kan, Axe?!"
"Eh-eh ...," aku menjadi gugup. "L-lo bilang apa tadi?"
"Alaaah ..., udah, akuin aja, gak usah pake gugup segala,"
Ryan bangkit dari tempat ia duduk. "Gue udah makannya, pergi dulu,"
"Ryan!"
Ryan berbalik. "Apa?"
Aku berdiri. "Lo itu kenapa, sih? Sejak semalem dingin sama gue."
"Gak apa," sahutnya lalu berbalik lagi.
Aku mengejar Ryan. "Ryan! Please, dengerin gue dulu,"
Hup!
Aku memeluk Ryan dari belakang. "Lo itu gak biarin gue ngomong semalem. Gimana lo mau dapet jawaban gue?" Aku mengeratkan pelukankan ke Ryan. "Gue juga suka ama lo, Yan,"
"Beneran?"
"Iya, malah gue dulu suka ama lo sejak kita sahabatan,"
"Lo bohong,"
"Gak, gak bohong, tapi gue suka lo sebagai teman, dulu,"
"Sekarang?"
"Gue suka ama lo, lebih dari sahabat dan keluarga,"
"CIEEEEEEEEEEEEEEEE~!!!!!!!!!!!!!" Andy berteriak hingga keadaan kantin menjadi tambah ramai.
Ryan melepaskan pelukanku. Dia kemudian berbalik dan menggenggam kedua tanganku. "Lo mau kan jadi pacar gue?"
Aku mengangguk cepat. "Tentu saja!"
Ryan menarikku ke dalam pelukannya. Aku membalasnya.
"CIEEEEE CIEEEEEEEEE CIEEEEEE~!!!!!!!!!" Andy berteriak lagi. "Jangan lupa pajaknya, ya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan CerPen [HIATUS]
РазноеSemua Cerita Pendek buatanku. Cerita Komedi, Horor, Romance, ada! Penasaran atau enggak? Kalo penasaran, langsung baca ... →→→ Kalo enggak, silahkan Anda melihat mantan Anda, atau melihat dalam-dalam cover saya seperti Anda melihatnya ... #Eaaakkk