Part 1

16 4 0
                                    

Besok mulai masuk bulan puasa.
Entah... Tiba-tiba keinginan itu muncul begitu kuat. Aku ingin keluar dari zona nyaman. Mencoba sesuatu yang bisa melatih mandiri, sabar dan ngempetku. Aku berbinar-binar menyambut rencana ini. Pasti akan menjadi pengalaman luar biasa. Menjadi apa aku nanti, biar Tuhan sendiri yang menentukan. Aku ingin mengenal siapa diri ini? Yang raganya setiap hari kubawa kemanapun tapi tak kukenali sejatinya.

Namaku Eza, Raheza Kusuma lengkapnya. Aku dilahirkan sebagai anak tunggal dari keluarga kaya raya yang memberiku segala hal yang aku inginkan. Selama ini aku nyaman saja menjadi seperti ini, bahkan menikmati segala kemudahan yang keluargaku berikan. Orang tuaku juga memberiku kasih sayang yang cukup. Tapi minus pendidikan agama. Ah... Agama apa saja menurutku tak ada bedanya, yang penting kita bisa hidup nyaman dan bersosial yang baik. Begitu yang menjadi pedomanku. Kaya, keluarga utuh dan baik, pintar, dan ganteng. Sempurna sekali hidupku kan? Semua teman menyukaiku. Yang cowok ingin menjadi teman, yang cewek mengharap menjadi pacarku. Aku sudah biasa dipuja-puja begitu.

Hingga seorang gadis dengan perawakan sederhana menyita perhatianku. Shafita Rahma. Gadis berkerudung dan berkaca mata yang bukan siapa-siapa di sekolah. Jarang orang memperhatikannya. Dia bukan gadis yang aktif dan populer. Banyak teman-temanku yang tidak mengetahui tentangnya. Aku mengenalnya sebulan yang lalu. Dia setingkat di bawahku. Saat itu aku tanpa sengaja mendengarnya membaca Al-Qur'an di musholla sekolah dan aku sedang berada di sekitar kantin yang tidak begitu jauh jaraknya dari musholla sekolah. Suaranya seperti suara peri ajaib yang dengan merdunya mengalun indah di telingaku. Aku seperti terhipnotis dengan alunannya. Aku bergetar mendengarnya. Suaranya membuatku jatuh cinta pada pemiliknya. Kutunggu alunannya hingga akhir. Kuperhatikan dia dari tempat yang tak tersensor olehnya. Saat dia keluar dari surau, ku tamatkan wajah biasanya dan kurekam dalam memori otakku. Aku jatuh cinta padanya di hari itu juga. Kemudian mencari tahu siapa gadis itu.

Seminggu setelahnya aku mendekatinya di perpustakaan. Dia sedang membaca tentang sejarah Inggris.
"Hai... Aku Eza boleh duduk di sini?" dia melihatku heran dan mengangguk mempersilahkan.
"Nih.. Aku bawa jus apel buat kamu. Minum saja, hauskan?" kusodorkan gelas yang aku bawa. Aku sengaja membawa dua gelas jus, sebagai alat pendekatanku.
"Terimakasih..." singkatnya. Dan dia melanjutkan membacanya dan tidak memperdulikanku yang sibuk mengkondisikan hatiku yang berdegup kencang, serta lidahku yang tiba-tiba kelu tak bisa mengucapkan apapun. Hanya bisa pura-pura membaca dan memperhatikannya. Entah apa yang dipikirkannya tentangku.

Kemudian aku tahu, segala aktifitasnya. Dia shalat dan mengaji di musholla di jam istirahat pertama. Di jam istirahat kedua dia pasti berada di perpustakaan. Setiap dua hari sekali dia berpuasa. Aku sendiri heran puasa macam apa yang dia kerjakan. Inikan bukan bulan puasa? sejak itu aku menyukai apapun yang dia lakukan. Aku mencari wawasan apapun yang dia lakukan. Hikmah shalat dhuha, mengaji, dan berpuasa daud. Entah mengapa aku semakin terbenam dalam bayang-bayangnya. Pikiranku dipenuhi tentang Shafita.

Hingga kuberanikan diri menyatakan perasaanku padanya. Baru kali ini aku merasa tidak yakin dengan apa yang akan aku lakukan. Kalau pada gadis lain sebelumnya, aku dengan sangat mudah meminta mereka menjadi kekasihku. Menyatakan cinta pada gadis manapun aku selalu sukses mendapatkan hati mereka. Tapi pada Shafita aku menciut.

"Siapa kamu?" aku terhenyak, dia malah bertanya dan tak menjawab pernyataanku.

"Aku... Aku Eza. Bukankah aku pernah memperkenalkan diri padamu beberpa waktu yang lalu?" jawabku terbata.

"Aku tahu kamu Eza, siapa yang tidak mengenal seorang Eza di sekolah ini?" tapi siapa kamu?" Kukernyitkan dahiku, masih bingung dengan pertanyaannya.

"Kamu belum mengenal siapa diri kamu.."

"Aku tahu pasti siapa diriku.."potongku cepat.

"Aku tahu persis seperti apa diriku, dan aku pastikan aku bukan orang jahat, bukan pria yang pengecut" lanjutku mencoba meyakinkannya.

Dia tersenyum dan menggeleng.

"Bukan itu jawaban yang aku minta. Aku ingin kamu menjawab siapa dirimu bukan secara fisik, bukan kamu yang hanya bisa dilihat dengan mata kepala. Tapi kamu yang bisa dilihat dengan mata hati, siapa kamu yang hanya 'rasa' yang bisa mengenalinya". Aku terdiam lagi. Mencerna penjelasannya yang begitu sulit kutangkap.

"Aku masuk kelas dulu" dia beranjak pamit dan melangkah meninggalkanku yang masih terdiam.

"Dan... Apa jawabanmu untukku?" aku menuntut jawabannya.

Dihentikannya langkahnya kemudian menoleh ke arahku dan berucap.

"Kenali dulu siapa dirimu. Dua minggu lagi bulan puasa, bulan penuh hikmah. Di akhir bulan Ramadhan, aku akan memberikan jawabanku". Ucapnya sembari melemparkan senyumnya dan melangkah menjauhiku.

Aku lemas...
Mengapa sulit sekali mendapatkan gadis ini?

Bersambung di hari ke dua...
Nantikan kelanjutan kisahnya Eza ya...

SAYAP-SAYAP MALAIKATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang