Elbi selesai bersiap untuk berangkat sekolah ketika mendengar panggilan dari sang Mama. "Elbi, ini Anza udah datang!"
Gadis itu menghela napas sambil menatap cermin. Ada gurat kekesalan yang terpancar dari wajahnya ketika nama Anza disebut. Elbi memang masih kesal dengan Anza yang terkesan menghindari perdebatan dengan Elbi. Makin kesal lagi karena Anza masih berani datang untuk mengantarnya ke sekolah. Elbi rasa Anza bukan papan tripleks seperti yang sering disebut Erlang, tapi tembok.
"Elbi!"
"Yaaa, Mam! I'm coming!" balas Elbi setelah panggilan kedua.
Elbi menemukan Anza duduk di meja makan di sebelah Binno. Seperti biasa, Anza hanya menunggunya keluar dari kamar tanpa ikut sarapan. Tidak hanya ada Anza dan Binno, di meja makan juga ada Papa dan Mama Elbi. Mama Elbi tampak masih membujuk Anza untuk ikut sarapan, sedang sang Papa tampak tidak peduli dengan terus fokus pada surat kabar yang dibaca olehnya.
"Nah, ini putri Solonya baru muncul!" itu sindiran dari sang Mama untuk Elbi. Mama Elbi sering sekali menyebut putrinya sendiri sebagai putri Solo karena Elbi sangat lambat dalam melakukan berbagai hal—termasuk berdandan.
"Diminum susunya, Bi," sang Papa mengulurkan segelas susu cokelat pada Elbi. Susu yang disiapkan Papa Elbi sendiri setiap pagi untuk putri kesayangannya.
"Thank you, Papa," ucap Elbi sambil mengulas senyum.
"You're welcome," balas sang Papa. "Sarapan dulu! Mau roti atau nasi orak-arik telur?" tanya sang Papa.
"Kalau sama anak perempuannya gitu banget yah, Pa pelayanannya," sindir Mama Elbi yang sudah paham tabiat suaminya.
"Anak Papa kan emang Mbak Elbi doang, Ma," sahut Binno sambil mengoleskan rotinya dengan selai strawberi. "Anak Mama kan cuma Binno sama Kakak Reka aja," lanjutnya membuat sang Papa menatap tajam dirinya.
Mamanya justru terkekeh mendengar celotehan Binno. "Betul. Binno dan Kakak Reka memang anak kesayangan Mama."
Anza mau tidak mau tersenyum mendengar obrolan keluarga Bagaskara di pagi hari. Obrolan yang terasa hangat. Bahkan Bian yang selalu bersikap dingin kepada Anza selalu menghangat begitu berinteraksi dengan keluarganya.
"Jadi, Elbi mau sarapan apa?" tanya sang Mama. "Kasian itu Anza udah nunggu kamu dari tadi."
Elbi baru ingat kalau Anza masih berada di sini. "Bawakan nasi orak-arik telur aja, Ma. Nanti Elbi makan di sekolah," jawab Elbi.
Mamanya segera mengangguk dan menyiapkan keinginan Elbi. "Anza mau sekalian?"
"Makasih. Tapi, nggak perlu, Tante Elis. Mami sudah membawakan Anza bekal juga tadi," jawab Anza sambil tersenyum tipis.
Elbi mencibir. Kalau berbicara dengan Mamanya Anza manis sekali. Tidak kaku. Mana sambil tersenyum. Berbeda kalau bicara dengan Elbi.
"Oh, buatan Mbak Andin pasti lebih enak ya. Kan Mbak Andin jago masak," puji Mama Elbi.
"Masakan Tante juga enak kok," kata Anza merendah. "Lagi pula, ini buatan Papi," lanjut Anza sambil meringis.
Pagi ini mood Papinya sedang bagus sekali. Ia menyiapkan sarapan lengkap melayani kedua anaknya dengan sangat baik. Anza curiga kalau si Papi sedang ada keinginan terselubung. Tapi, Papinya itu belum mau mengaku. Mungkin nanti malam Anza harus mendengarkan permintaan aneh dari si Papi.
"Ah, iya. Mas Gilang juga lumayan suka bisa masak, kan? Tante ingat nasi goreng buatan Papimu itu. Enak!" Mama Elbi ganti memuji Papi Anza.
"Kapan kamu makan masakan Gilang?" tanya Papa Elbi penuh minat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something about Anza
Fiksi Remaja"Yakin lo cuma nganggep Anza kayak Binno?" Elbi mengangguk tanpa ragu. "Yakin?" Pertanyaan diulang. Elbi mulai memikirkan kembali. Iya. Benar. Benar begitu?