Outspoken

9 1 3
                                    

Poninya telah memanjang sampai menutupi mata, hampir menyajari dengan rambutnya yang diatas bahu. Sejak hari itu, Sadie tidak pernah menyentuh rambutnya. Dia membenamkana dirinya dikamar.

Sejak hari itu, dia mengunci dirinya dengan tidak melakukan apapun selain memandangi sebuah foto dengan frame coklat diatas kasurnya. Sejak hari itu, dia seperti mengutuk diri.  Dan sejak hari itu, papa Sadie telah meninggal.

Sudah tiga bulan berlalu.

Selama itu Sadie mengambil cuti kuliahnya. Sibuk dengan frame foto yang berada diatas kasurnya. Setiap waktu dia pandangi. Atau dia sibuk dengan membaca ulang diari miliknya tentang papa. Tidak banyak yang dia lakukan. Hanya itu. Selama tiga bulan. 
“Papa…tidak banyak yang harus aku lakukan.”
Dia terus mengeluarkan kata seperti itu dari bibir kecilnya setiap hari. Dalam satu harinya…tidak terhitung.
Mama Sadie begitu mengkhawatirkan melihat anak sulungnya yang terus begitu, tanpa ada perubahan berarti diisetiap harinya. Ketiga adik Sadie pun sama, merasakhawatir pada Sadie dan mencoba untuk menghibur, namun tidak pernah berhasil. Kepala Sadie penuh dengan ingatan tentang papa dan seketika menjadi blank, mesin ingatannya seperti berhenti. Pengelihatannya menjadi buram hingga gelap, sesekali dia berteriak histeris.

Mama sudah menyerah menghadapinya sendiri. Tidak ada pilihan lain selain memanggil psikiater. Ia susah payah mencari psikiater terbaik hingga ke kota sebelah. Menempuh jarak berkilo-kilo meter dan memakan waktu hingga 5 jam. Namun, nihil. Sadie tidak pernah membaik, melainkan sebaliknya. Keadaan psikiater itu membuat Sadie menjadi sering menangis disetiap malam dan memaksa mama untuk mengantarnya ke pemakaman.

Ketiga adik Sadie kembar, satu perempuan dengan dua laki-laki. Mereka masih Sembilan tahun. Tidak begitu mengerti bagaimana perasaan Sadie yang begitu terpuruk sepeninggalan papa atau perasaan mama yang sudah merasa kewalahan pada kakaknya, Sadie. Yang mereka tahu adalah Sadie gila –mama sedih –harus mencari cara bagaimana Sadie kembali waras agar mama tidak sedih lagi.
“Menurutmu bagaimana?”
Sonia membuka mulut, mencairkan suasana yang sempat lengang sebentar, setelah Sadie reda menangis dikamarnya.
“Aku tidak tahu. Diam mungkin lebih baik.”
Albert anak kembar tertua itu menyaut seadanya, sibuk menyelesaikan rubrik.
Disebrang sana Karen si bungsu tersenyum lebar, bergerak maju memukul Albert dengan buku atlas yang digulung.
“Apa yang kau lakukan?”
Albert membentaknya, melempar rubrik ke lantai, mendorong tubuh Karen ke tembok.
Karen menghela nafas, menatapnya sinis.
“Lepaskan!”
Karen mendorong balik, “Apa maksudmu diam, hah? Selama ini kita sudah bertindak diam tidak menghasilkan apapun. Keadaan memburuk. Sadie menjadi gila.”, mengehela napas panjang,
“Biarkan saja dia menjadi gila. Itu sudah pilihannya. Dia tidak berusaha menghibur diri.”
“Kau yang gila, Albert. Membiarkan kakakmu menjadi gila.” Karen mendorong lagi.
“Kau ini tahu apa, sih? Aku setiap hari pergi ke kamarnya, dia hanya terus-terusan memandangi foto papa. Aku sudah berusaha mengajaknya keluar kamar. Dia tidak mau. Jadi, itu sudah pilihannya dia begitu. Mama saja orang dewasa kewalahan. Bagaimana dengan kita? Kita hanyalah anak-anak. Tidak akan didengar.”

Ruangan menjadi lengang.
Karen melepaskan tangannya dari bahu Albert, menunduk. Dia menyetujuinya. Benar, anak kecil tidak akan didengar. Disebrang sana, Sonia yang sedang menyusun rencananya menghibur Sadie menjadi buyar. Pensilnya tiba-tiba terjatuh saat akhir kalimat Albert terucap.
Sepuluh menit berlalu hanya menyisakkan suara kipas angin dan vinny yang memutar lagu klasik koleksi papa.
“Tapi, aku punya ide.” Sonia meloncat dari kursinya penuh semangat, merangkul Albert dan Karen.
.
.
.
Ada kemajuan! Di pagi ini, Sadie keluar dari kamarnya dengan ponsel ditangannya. Si kembar yang sedang sarapan teralihkan pandangannya pada Sadie dengan senyum yang menandakan keberhasilan. Bangga. Mereka bertiga saling tatap, jempolnya mengacung-ngacung. Sonia menyengir lebar, rencananya tidak sia-sia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dua Puluh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang