The Truth

16 4 0
                                    


Situasi ini benar-benar di luar kendaliku, Nite menipuku dengan mengirim foto seseorang dengan tampang cubby gendut yang benar-benar tidak mirip dengan laki-laki ini. Skor 1 : 1 ya? Kami saling menipu satu sama lain. Yang terpenting aku harus pergi membawa Luna dari hadapan laki-laki berambut hitam ombre biru tua itu. Dan ketika ku melihat taksi yang melaju ke arah kami,

"Maaf, apapun masalah kalian, kami berdua sudah telat. Ka-kami harus pergi sekarang, taksi!!"

Aku menarik tangan Luna, dan membawanya masuk ke dalam taksi. Sekilas melihat Nite yang juga bingung, terpaku dengan tatapan kosongnya.

"Vio, sebenarnya ada apa? Siapa dia? Aku tak yakin pernah melihatnya, lagipula dia memanggilmu kan? Kenapa dia malah menarik coatku?" Tanya Luna sedari menoleh ke belakang, memperhatikan lelaki yang tadi terus menatapnya.

Aku terdiam, aku benar-benar bingung. Apa yang harus aku lakukan? Luna pasti marah apabila aku ceritakan semuanya. Pasti. Dan dia akan menceritakan semuanya pada teman-teman, dan teman satu sekolah mengecapku sebagai seekor ayam--pengecut kelas atas.

"Vio! Apapun masalahmu kau sudah membawaku ke dalamnya, kau harus cerita apa yang sebenarnya terjadi!" Suara Luna agak bervolume naik, sangat jelas dia marah karena kejadian tadi. Wajahnya sedikit mengerut, aku takut.

"Ba-baik, baik. Akan aku ceritakan, ma-maaf, maaf." Jawabku tanpa melihat ke arah Luna, malah menundukkan kepala dan menyatukan jari-jari tangan yang terasa dingin.

"Hah... maaf aku membentakmu, aku hanya bingung, maaf."

Aku hanya terdiam menundukkan kepala yang terasa lebih berat dari biasanya. Setelah kesunyian aneh dan awkward yang kami lewati selama 15 menit, kami sampai di perempatan dekat minimarket tempatku bekerja. Luna langsung membayar taksi itu karna dia sangat tahu kalau aku bahkan sama sekali tak punya uang.

Aku benar-benar merasa tidak enak padanya. Kenapa ada orang sebaik itu? Kenapa aku pernah membenci orang sebaik dia?

"Le-lebih baik kita bicarakan di taman bermain sebelah sa-sana." Ucapku sambil menunjukkan jalan pada perempuan yang terus larut dalam diamnya.

Angin musim gugur ini benar-benar menggangguku, datang di saat yang tidak tepat, membuat badanku bertambah beku setelah keringat dingin hebat yang tadi (dan masih) menyerangku. Hanya berselang 5 menit, kami sudah sampai di taman bermain yang sunyi ini, hanya bunyi derit ayunan yang bergoyang karena diterpa angin. Aku berbalik memberanikan diri menghadapi perempuan itu.

"Jangan tegang begitu Vi," Luna tersenyum manis ke arahku dan membawa tanganku ke ayunan sebelah kiri prosotan. Dia menyuruhku duduk, lalu dia jongkok di hadapanku. Aku benar-benar tak bisa melihat wajahnya.

"Yupss, sekarang cerita!!"

Aku menarik napas sedalam mungkin, berusaha menenangkan otot-otot wajah dan syaraf otakku yang terasa sangat kaku.

"Sebelumnya, plis!! Jangan marah ke aku ya :( aku tahu aku bodoh banget :((( dan plis, jangan ngomong masalah ini ke temen-temen sekolah..."

"Iya, iya... engga-engga, kita udah temenan berapa tahun sih? :("

"Hm, maaf... jadi, lelaki tadi yang menahan coatmu bernama Nite, dia temanku di dunia maya, ke-kemarin dia meminta fotoku, tapi aku mengirimkan fo-fotomu, ma-maaf."

"Kenapa? Dia temanmu kan? Kau harus jujur kalau mau mencipta--"

"--KARENA AKU SUKA DIA!!"

Refleks aku berteriak di hadapan Luna, benar-benar refleks, aku bahkan tak tahu aku bisa berteriak sekencang itu. Aku langsung kembali menunduk dan terdiam.

Fun(eral)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang