Keberuntungan kelihatannya berpihak pada Anza. Kebetulan sekali dirinya tidak sengaja melintasi toilet di dekat kelas Elbi, sehingga mencuri dengar apa yang Elbi dan Luna bicarakan. Dari sanalah Anza mengetahui garis besar rencana Elbi membohongi Papanya agar bisa pergi dengan Erlang.
Tanpa pikir panjang, Anza memutuskan untuk mengikuti ke mana Elbi dan Erlang pergi. Ia tidak berpikiran buruk pada Erlang, tetapi Anza hanya mengkhawatirkan Elbi. Anza tahu, Bian bukanlah lawan yang mudah. Papa Elbi itu tidak mudah dibohongi. Dan sesuai dugaan Anza, Bian benar-benar langsung memergoki putrinya yang sudah berbohong padanya.
"Anja," Elbi menarik tangan Anza sehingga langkah pemuda itu terhenti. "Aku takut," ucap Elbi begitu lirih.
Anza melihat bibir Elbi bergetar. Elbi tampaknya benar-benar ketakutan. Rasanya Anza ingin sekali mengingatkan kalau seharusnya Elbi memikirkan kembali ketika hendak membohongi Bian. Selain tingkat keberhasilannya yang kecil, ada akibat yang ditimbulkan jika Bian mengetahui kebohongan Elbi. Akan tetapi, Anza tidak menyuarakan semua pikirannya. Elbi sudah cukup tertekan. Anza tidak mau menambah masalah dengan makin menekan Elbi.
"Kakak tenang saja," ucap Anza sembari menepuk punggung tangan Elbi. "Ada saya. Saya akan selalu bersama Kakak Elbi."
Elbi merasa sedikit lebih tenang, terutama ketika Anza balas menggenggam telapak tangannya. Genggaman Anza begitu hangat, menenangkan, dan seakan menghantarkan energi positif yang Elbi butuhkan. "Tapi, gimana kalau Papa marah?" tanya Elbi kembali.
"Om Bian memang hobi marah-marah. Nggak ada yang perlu ditakutkan," kata Anza. Seharusnya ini terdengar lucu, karena pertama kalinya Anza mengata-ngatai sang Papa. Sayang, Elbi terlalu ketakutan untuk tertawa. "Yang terpenting Kakak mau mengakui kesalahan dan meminta maaf," lanjutnya.
"Apa Papa akan memberi maaf?" Elbi tidak yakin. "Aku udah keterlaluan, Ja. Nggak termaafkan."
"Om Bian mungkin suka marah-marah, tapi dia baik. Terutama pada Kakak Elbi. Jadi, Om pasti akan memaafkan Kakak Elbi," kata Anza masih berusaha meredakan ketakutan yang dirasakan Elbi.
"Tapi, Ja—"
"Kakak Elbi hanya perlu percaya sama saya," kata Anza pada akhirnya sebelum Elbi beralasan lagi. "Semua akan baik-baik saja."
Genggaman tangan Anza mengerat. Perlahan, Elbi pun mulai mempercayai Elbi. Lagi pula, Anza berada di sisinya. Elbi tidak sendirian. Semua pasti baik-baik saja. Setidaknya itulah yang dirasakan Elbi sebelum pintu rumahnya terbuka. Karena begitu pintu terbuka dan menemukan sang Papa duduk di ruang tamu sambil menatapnya, nyali Elbi menciut.
Anza salah, Elbi tidak akan mampu menghadapinya.
O0O
Bian sudah merasa curiga sejak menerima telepon dari Elbi siang tadi. Tanpa pemberitahuan sebelumnya, Elbi meminta izin untuk menginap di rumah Luna dengan alasan akan mengerjakan makalah seni budaya. Akan tetapi, Bian masih tidak memiliki bukti cukup untuk membatalkan niat Elbi menginap di rumah Luna. Karena itulah Bian memberi izin, di samping menyelidiki kebenaran perkataan Elbi.
Pertama Bian menelepon pihak sekolah. Menanyakan pada guru seni budaya perihal tugas yang disebutkan Elbi. Tugas tersebut memang ada, tetapi Elbi dan Luna sudah mengumpulkannya sejak seminggu yang lalu. Dari informasi itu, Bian menyadari bahwa Elbi sudah berbohong padanya.
Dugaan Bian diperkuat ketika menelepon Ayah Luna. Ayah Luna yang tidak mengetahui apa pun mengatakan bahwa Elbi tidak berada di rumahnya. Maka, terbuktilah kalau Elbi berbohong.
Bian mengetahuinya sekitar satu jam yang lalu. Luna akhirnya mengakui bahwa dirinya bekerja sama dengan Elbi agar Elbi dapat pergi dengan pacarnya. Hal itu jelas mengejutkan Bian. Informasi yang diperoleh Bian terlalu banyak. Kebohongan Elbi sudah membuat tekanan darah tinggi Bian meningkat, ditambah dengan kenyataan bahwa putrinya itu berbohong demi dapat jalan dengan sang pacar. Sejak kapan Elbi punya pacar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Something about Anza
Teen Fiction"Yakin lo cuma nganggep Anza kayak Binno?" Elbi mengangguk tanpa ragu. "Yakin?" Pertanyaan diulang. Elbi mulai memikirkan kembali. Iya. Benar. Benar begitu?