─a,

619 151 22
                                    


Taehyung ingat. Saat itu, mereka masih berumur delapan tahun. Satu tahun sebelumnya, Jimin masih seperti biasa. Ia memang sedih karena ayahnya pergi, tapi ia selalu bilang, 'aku masih memiliki ibu, tak masalah!' dengan senyum yang mampu membuat siapapun luluh melihatnya. Jimin masih seperti biasa, riang, ceria, berteman dengan siapa saja.


Tapi hari itu, Jimin berbeda. Ia tidak banyak bicara, Ia tidak ceria, bahkan tersenyum pun tidak. Taehyung ingat sekali, saat ia bertanya 'kenapa?', Jimin tidak menjawab. Tapi air matanya menggenang, membuat Taehyung cepat-cepat membawanya ke tempat sepi karena ia tahu teman-temannya pasti akan mengatai Jimin cengeng jika menangis di depan mereka.






"Jimin, Jimin! Ada apa?!" Tanya Taehyung panik. Jemarinya mencengkram pundak Jimin yang tak tahu-tahu malah gemetar, seiring dengan tangisannya yang pecah.

Taehyung semakin panik. Ia tidak mengerti apa-apa, Ia tidak akan mengerti jika Jimin tidak memberitahu apa yang sedang terjadi.

"Jimin.. Jimin, jangan menangis. Ayo beri tahu aku apa yang terjadi, jangan menangis! Kau ini laki-laki!" Taehyung kecil terus berseru, mendesak Jimin untuk bercerita sedang yang didesak tengah sibuk mengatur napasnya yang tersendat-sendat akibat tangisan.

"T-Taehyung─" Perkataannya terpotong oleh isakan. "Aku tidak tahu.. Tapi rasanya sesak sekali.. Sesak, sesak." Lirih Jimin sembari memukul-mukul dadanya, berharap hal itu akan melenyapkan sesaknya.

Sayangnya, Taehyung semakin tidak mengerti. "Dadamu kenapa, Jimin? Apa ada sesuatu yang mengganggu di balik bajumu? Atau kau habis berlari-lari?"

Jimin menggeleng spontan. "T-Tidak tahu.. Sesak sekali.. Ibu.." Di penghujung kalimat, ia menangis lagi. Tangannya masih sibuk memukul-mukul dadanya, menepis tangan Taehyung yang mencoba mencegahnya. "Ibu bersama laki-laki, Taehyung-a.. Laki-laki itu bukan ayah, tapi mereka berdua.. Mereka tidak mengenakan baju.. Di dalam kamar.. Berantakan. Ibu mengeluarkan suara aneh.. A-Aku takut.."

Melihat Jimin yang malah semakin gemetar, Taehyung gelabakan. Ia masih terlalu muda untuk mengerti. Ia mendengar apa yang Jimin katakan, tapi Ia tidak mengerti. Dan yang dilakukannya hanya mengusap bahu Jimin, mencoba meredakan gemetarnya meskipun rasanya hal itu tak berguna.

"Taehyung.. Aku mau pulang.. Tapi aku takut bertemu ibu.. Apa aku harus tanyakan pada ibu? Apa aku harus diam saja?"

Taehyung berpikir sejenak, lalu ia menggeleng singkat. Jari telunjuknya diletakkan di depan bibir, "sst.. Diam saja, oke? Nanti aku yang tanyakan ke ayah, pasti ayah bisa jelaskan! Sekarang pulang saja, Nyonya Park pasti menunggumu.."

Dan Jimin menurut.



Setelahnya, Taehyung benar-benar bertanya. Di umurnya yang belum genap sepuluh, ia diberitahu sesuatu yang membuatnya terkejut meski ia tidak terlalu paham. Ayahnya memang selalu bisa menjelaskan pertanyaan darinya. Dan barang kali, saat itu, ayahnya pikir ia sudah tumbuh menjadi anak baik dan pintar sehingga ia dapat mengerti hal ini secara positif, meski jawaban dari ayahnya membuat dadanya sesak─tapi sayangnya, Taehyung terlalu polos untuk mengartikan sesak di dadanya.



"Ber..setubuh?" Taehyung mengernyit tak mengerti.

❛anxiety❜ ─ pjm.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang