Hukuman dari sang Papa sama sekali tidak mengganggu aktivitas Elbi. Elbi masih bisa masuk sekolah seperti biasa. Ia juga dengan bebas bisa berangkat sekolah bersama Anza seperti biasa. Hubungan Elbi dengan Anza sudah membaik. Kekesalan yang dirasakan Elbi akibat kesalahpahamannya terhadap Anza sudah terlupakan. Hingga akhirnya Elbi mau kembali berangkat ke sekolah bersama Anza.
Akan tetapi, sejak kebohongannya diketahui sang Papa, Anza tidak semudah itu diberi izin untuk berangkat bersama Elbi. Anza harus membujuk dan memberikan argumen masuk akal yang membuat Bian mempercayainya kembali. Dan bukan Anza namanya kalau tidak bisa menghadapi Bian dan kekeraskepalaannya.
"Gimana cara kamu buat meyakinkan Papa sih, Ja?" tanya Elbi penasaran ketika motor yang dikendarai Anza berhenti karena lampu merah.
"Yah, ngomong biasa saja sama Om Bian," jawab Anza seolah enggan memberitahu pembicaraannya dengan Papa Elbi itu.
"Yah, ngomongin apa?" tanya Elbi tidak puas.
"Minta maaf dan berjanji tidak akan merusak kepercayaan yang diberikan Om Bian," jawab Anza. Dan sedikit memaksa, lanjut Anza dalam hati.
Pagi tadi Anza sudah tiba di rumah Elbi seperti biasa. Seperti kebiasaan pula, Anza mengajak Elbi segera berangkat bersama dengannya. Akan tetapi, Anza dipanggil terlebih dulu untuk berbicara dengan Bian.
"Saya nggak bisa lagi mempercayakan Elbi berangkat dan pulang sekolah bersama kamu," itu yang pertama kali Bian ucapkan.
Anza sudah dapat menduganya. Bian tidak salah. Selama ini Anza lah yang bersalah karena telah merusak kepercayaan Bian. "Sekali lagi saya minta maaf, Om. Saya berjanji akan memperbaikinya dan tidak akan merusak kepercayaan Om lagi," kata Anza berusaha meyakinkan Bian.
"Tetap saja, saya tidak bisa memberi izin kamu berangkat bersama Elbi," Bian memutuskan sepihak, tidak mau diganggu gugat.
Anza cukup kesulitan kali ini. Tampaknya akan sulit membuat Bian mengubah keputusannya. "Bisa saja Om nggak mengijinkan saya berangkat dan pulang sekolah bersama Kakak Elbi, tapi apa Om yakin Kakak Elbi tidak akan pergi diam-diam lagi dengan Kak Erlang?"
Bian tidak memberi jawaban. Anza tersenyum tipis. Tampaknya keadaan sudah berbalik mendukung Anza. "Saya bisa menjadi mata-mata Om sekaligus memastikan agar Kakak Elbi dan Kak Erlang nggak main kucing-kucingan lagi dengan Om," lanjutnya membuat Bian terpaksa menyetujuinya.
Anza sengaja tidak memberitahukan inti percakapannya dengan Bian. Ia hanya takut Elbi salah paham lagi. Lebih aman begini. Anza bisa tetap menjadi teman terbaik Elbi. Anza juga mendapatkan kembali kepercayaan Bian. Itu sudah cukup untuk sekarang ini.
Perlahan motor Anza memasuki gerbang sekolah. Anza menghentikan motornya di dekat pos satpam begitu melihat ada seseorang yang menunggu di sana. Itu Erlang yang langsung buru-buru berdiri begitu menyadari kedatangan Elbi dan Anza.
"Pangeran Kakak Elbi sudah menunggu," Anza memberitahu Elbi yang membonceng dirinya.
Elbi tidak memberi tanggapan. Merespon pun tidak. Ia hanya memandangi Erlang dengan tatapan tidak percaya. Malam itu Erlang tampak kecewa pada Elbi, sehingga Elbi sama sekali tidak berfikir kalau Erlang akan menunggunya di depan pos satpam.
"Elbi!" Erlang langsung mendekati Elbi yang belum juga turun dari motor Anza. "Aku mau bicara sama kamu."
Elbi melirik Anza. Gadis itu tidak yakin untuk berbicara berdua saja dengan Erlang. Elbi pikir, Anza akan menjauhkan dirinya dari Erlang. Ternyata tidak. Anza justru meminta Elbi segera turun dari motornya. "Turun, Kakak Elbi. Silakan selesaikan masalah Kakak Elbi dan Kak Erlang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Something about Anza
Ficção Adolescente"Yakin lo cuma nganggep Anza kayak Binno?" Elbi mengangguk tanpa ragu. "Yakin?" Pertanyaan diulang. Elbi mulai memikirkan kembali. Iya. Benar. Benar begitu?