21.🎡-Pengadilan

65 18 21
                                    

🎡Luka ini masih betah hinggap di hati dan pikiran🎡

"BUNDAA...ALASKA INALILLAHI. DIEM AL, DIEM. YA GUSTI, DIEM NAPA SIH" Athifa menuruni tangga dengan langkah cepat, dibelakang nya ada Alaska yang sibuk tertawa melihat eskpresi kakak perempuan nya.

"Bundaa, liatin. Alaska nak—" saat telah sampai tangga bawah terakhir, ucapan Athifa harus terpaksa berhenti, ralat, tidak terpaksa juga. Karna mulut nya mendadak kelu.

Aura Athifa berubah saat melihat seseorang yang dengan tenang nya duduk di sofa ruang keluarga. Pandangan Athifa berubah menjadi lebih menusuk, Alaska yang ada di belakang nya pun hanya bisa mendengus malas. Tidak sopan pada tamu? Memang, namun ini belum seberapa.

Athifa berjalan mendekat ke arah Maya, tanpa melirik sedikit pun ke arah seseorang di hadapan Maya,

"Mau ngapain lagi dia, Bun? Mau nampar Athifa lagi? Mau bentak Bunda lagi?" Ujar Athifa sarkastik.

Iya, Kahfi. Laki-laki yang telah berumur 36 tahun itu adalah dia yang di maksud oleh Athifa. Mendengar ucapan Athifa membuat nya berdeham keras, melepas kecanggungan yang tiba-tiba merayap dalam dirinya. Tangan kanan Kahfi, sibuk memegang gelas berisi teh yang tadi di berikan Maya.

"Kamu santai aja, ayah kesini cuman mau sampai kan kalo lusa bunda-mu ini harus datang ke pengadilan. Muak saya jika meneruskan hubungan ini, tenang. Saya akan tetap membiayai kalian" jelas Kahfi.

Athifa tersenyum kecut, tangan nya sudah terkepal kuat. Alaska yang awalnya bergeming di dekat tangga langsung mendekat ke arah Athifa. Ayah nya ini sudah keterlaluan dalam berkata, sangat enteng.

Alaska menatap tajam ke arah Kahfi, "keren, selama saya nonton sinetron, suami yang nyelingkuhin istrinya terus cerai pasti bakal balik lagi ke mantan istri nya pas udah kena azab. Apa ayah bakal kayak gitu? Nunggu azab dulu baru inget keluarga yang udah nemenin ayah dari nol sampai se-sukses ini. Dear ayah, ayah harus inget kalo ke-suksesan ayah ini semuanya berkat Bunda" kata Alaska santai, sekarang saat nya ia yang maju untuk menyerang ayah nya.

Seperti sebuah gamparan kecil bagi Kahfi saat mendengar tentang ke-suksesan nya, perusahaan yang dikendalikan nya masih atas nama istri yang akan ia gugat cerai, ia sudah hampir melupakan fakta itu. Wajah tenang nya berubah menjadi pias. Namun Kahfi kembali menyahut.

"Harta bunda kamu itu masih nggak ada penting-penting nya. Saya masih bisa nyari uang. Emang di dunia ini cuman bunda-mu saja yang memiliki perusahaan yang membutuhkan karyawan" balas Kahfi berusaha tak peduli, padahal jantung nya sudah berdetak tak menentu.

"Omong-omong tentang perusahaan yang diurus ayah juga nih, setelah ayah resmi cerai sama bunda. Ayah udah nggak ada hak lagi megang perusahaan itu. Jangan kan megang kendali lagi, ayah masuk aja udah haram hukum nya"

"Bentar lagi G'coups bakal pindah kuasa, Alaska inget-in lagi, ayah siap-siap untuk nge-lamar ya" ingat Alaska.

Alaska masih santai, walaupun masih terlalu muda untuk mengerti hal seperti ini. Alaska pernah sempat belajar tentang perusahaan dan sudah mendapatkan posisi di perusahaan itu. Terlalu muda? Memang, tapi tenang. Alaska akan memegang kendali benar-benar sepenuh nya saat telah lulus SMA nanti.

"Bukan haram juga sih, cuman ya ayah udah nggak ada hak untuk bisa masuk ke sana. Satpam akan serentak Alaska perintah-in buat memperketat keamanan. Takut sewaktu-waktu ayah datang untuk menyelinap masuk, karna uang untuk keluarga gelap ayah sudah habis, bukan pengen suudzon nih, yah. Cuman ya Alaska males basa-basi aja, karna Alaska lebih suka to the point" Alaska memperjelas perkataan nya.

Athifa - s e l e s a i -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang