Aku adalah gadis yang sangat pemalu. Aku selalu ketakutan jika berhadapan dengan seorang lelaki. Pernah suatu hari aku berlari ketakutan sambil menangis.
Pemuda yang bernama Harun itu telah menggodaku dengan mencium pipiku dari samping tanpa aku ketahui.
Aku begitu kesal dan marah hingga akhirnya mengeluarkan air mata.
Harun adalah putra dari keluarga yang mapan. Dia juga tipe orang yang ulet jika bekerja.
Peternakannya banyak, dia tinggal di desa yang sama denganku. Desa Babaan, kabupaten Malang, tepatnya di lereng kaki gunung kawi.
Hingga suatu hari.
"Laila!" nenekku yang bernama Wati tengah memanggilku dengan keras.
"Iya nenek," jawabku sambil mendekat ke arahnya.
"Mandi yang bersih, pakai baju yang bagus, keluarga besar Handoko akan segera tiba," ucap nenekku bersemangat.
"Mereka mau apa nek?" tanyaku cemas.
"Melamarmu sayang," jawab nenek sambil tersenyum.
"Laila tidak mau menikah nenek, Laila masih takut" ucapku sambil menangis.
"Tidak perlu takut nak, Harun anak yang baik," ucap nenek menjelaskan dengan sabar.
"Tidak mau, Harun nakal," ucapku kesal.
"Kamu sudah dewasa nak, ada kalanya nenek meninggal, siapa yang akan menjagamu kelak? Menurutlah," ucapnya tegas.
Aku terpaku dengan kata-kata nenek. Aku terdiam cukup lama. Aku memang yatim piatu sejak kecil, dan kalau nenek meninggal, aku akan hidup dengan siapa?! Sedang keluargaku yang lain tinggal di tempat yang jauh.
"Nenek mohon nak, menikahlah dengan harun, nenek ingin tenang saat tiba waktunya nanti" ucap nenek membuatku semakin sesak.
"Baiklah...." jawabku pasrah.
Aku segera pergi dan menyiapkan diriku serapi dan secantik mungkin, aku tidak mau nenek kecewa dengan sikapku.
****
Keluarga Harun tiba sekitar jam delapan malam. Aku duduk dengan gelisah, aku meremas kesepuluh jariku di pangkuanku karna merasa gugup.
Sedang di sana, Harun menatapku dengan tatapan nakal. Dia memainkan bibirnya dengan mata menggoda ke arahku.
"Ayah, Ibu. Harun akan mengajak calon istri Harun jalan jalan, Apakah boleh?" tanya harun pada kedua orang tuanya.
"Astaga! Dia akan membawaku kemana?!" Bathinku cemas.
"Tentu saja sayang, dia sudah terikat hubungan denganmu," ucap Ibunya Harun, ibu Lena sambil tersenyum.
"Nenek, bolehkah aku membawa cucumu jalan-jalan?" tanya Harun berkata sopan kepada nenek.
"Iya nak, dia calon istrimu, jadi terserah kau saja," jawab nenekku lembut.
"Tapi nenek!" ucapku berusaha protes.
"Sudahlah Laila, Ajak calon suamimu jalan- jalan," sahut nenek tidak mau di bantah.
Harun menatapku sambil tersenyum. Dia mendekatiku dan meraih tanganku.
"Ayo sayang," ajaknya menggodaku.
Pipiku bersemu merah dengan perkataannya. Aku malu sekaligus takut jika Harun bersikap tidak sopan kepadaku nanti.
Setelah berada di luar. Harun segera menarikku ke tempat yang gelap dan mencium bibirku dengan gemas. Aku benar benar merasa ketakutan, aku gugup dengan ciuman Harun sekaligus merasa risih dan berusaha memberontak.
"Apa yang kau lakukan?! Jangan menciumku, Aku tidak suka," ucapku sambil membersihkan bekas ciumannya.
Harun menatapku sambil tersenyum geli.
"Ayolah manis, sampai kapan kau akan bersembunyi dan menjadi seekor siput?" tanyanya sambil memeluk pinggangku.
"Ikh, lepaskan," gumamku kesal.
Harun melepaskan pelukannya. Dia menatap mataku sambil membelai pipiku lembut.
"Aku sangat mencintaimu siput, jangan pernah lagi menghindar dariku," perintahnya tegas.
"Aku tidak mencintaimu! Dan aku bukan siput, aku menyetujui semua ini hanya demi nenek!" jawabku memprotes.
"Astaga, kejam sekali. Apa kau tahu? Banyak wanita di desa ini yang ingin menjadi istriku, dan kau! Justru menolakku sayang, apa salahku?" tanya nya sambil menatap mataku tajam.
"Aku tidak perduli, kau nikahi saja mereka, aku tidak suka dengan pria yang tidak memiliki sopan santun!" ucapku gugup.
"Tapi aku sangat suka dengan siput seperti dirimu manis," ucapnya sambil tertawa lepas.
Aku menatapnya dengan jengkel. Dasar orang gila. Aku menjauh darinya sambil berlari. Dan sialnya aku tersandung dan akhirnya jatuh.
Harun meraih badanku dan memeluk tubuhku dengan erat."sudah aku bilang siput, kau itu jangan menghindar dariku, aku calon suamimu," ucapnya membuatku muak.
"Lepaskan! Aku belum siap buat menikah denganmu mas Harun," sunggutku kesal.
"Kenapa?! Aku tampan, aku mapan, aku seorang juragan, peternakanku banyak dan..."
"Kekasihmu juga banyak," sahutku cepat.
"Aku hanya memilikimu Laila," jawabnya sambil tersenyum.
"Bohong!"
"Aku serius siput kecil, aku hanya milikmu dan hanya kaulah calon istriku," jelasnya dan kembali melumat bibirku dengan gemas.
"Mas... Jangan begini,"
"Memangnya kenapa siput?"
"Aku tidak suka dan aku merasa malu, aku_" jawabku berusaha menghindar.
"Kenapa harus malu? Aku calon suamimu."
"Tapi_ aku takut jika nanti terlihat oleh warga desa," jawabku sambil menunduk.
"Alasan yang sangat masuk akal, baiklah siput, jangan khawatir, aku ada ide," ucap Harun membuatku was-was.
"Ide?! Ide a-apa?!" tanyaku gementar.
Suitt...
Suitt...
Suitt...Harun bersiul dengan keras, dan tak berapa lama kemudian, seekor kuda hitam yang sangat gagah dan garang datang.
"Awas! Ada kuda tuan Harun,"
"Apakah tuan Harun ada di sini?"
"Iya, dia meminang Laila,"
"Cih, kenapa harus dia sih?! Kenapa tidak aku saja," protes salah satu gadis yang sedang berbincang-bincang dengan para warga lainnya.
Aku jadi semakin ketakutan dan meremas kesepuluh jariku cemas.
"Ayo naik siput, kenapa melamun?" tanyanya membuat perutku mulas.
Aku benar-benar takut padanya.
"Ke-kemana?!"
"Ke gubuk pribadiku sayang, di sini ramai bukan?! Jadi kita bermesraan di gubuk yang ada di tengah hutan saja." jawabnya membuat hatiku bergetar.
"Ta-tapi Mas..."
"Ayo sayang," ajaknya tidak sabar. Harun menarik badanku dan menaruhku di pangkuannya. Kuda berlari dengan cepat. Bagi sebagian orang mungkin aku terlihat sangat bahagia, padahal tidak sama sekali. Aku ketakutan.
Sungguh, aku merasa sangat ketakutan.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Bersambung ....