4

1.4K 94 26
                                    

"Jadi...??"

Miiko berhenti mengunyah, sadar betul kalau dua temannya tak akan berhenti bertanya layaknya penagih hutang. Bagi Kaoru dan Chiharu, kisah cinta orang lain tidak hanya sekadar gosip, tapi bahan pembelajaran yang luar biasa menarik untuk ditilik lebih lanjut.

"Kau sudah.. ngapain aja dengan Tappei?"

Berulang kali pertanyaan itu dilontarkan, berkali itulah Miiko tersedak dengan wajah merona. Di sebelahnya Mari mendengus tak minat, memilih melanjutkan berkirim pesan untuk pacarnya di luar negeri.

"Eh? Yah.. Kami berangkat dan pulang sekolah bersama, main basketー.."

"Maksudku, apa kalian sering bersentuhan?" Kaoru memotong tak sabar.

Miiko sedikit terpana karenanya, matanya yang bulat melirik ke langit-langit kelas meskipun tak menemukan sesuatu yang menarik di sana.
Sambil menggigit bibir  dengan ragu Ia menjawab, "Kami... bergandengan tangan..?"

Dua teman perempuannya menatap Miiko dengan tatapan aneh.
"Memang kalau sedang kencan, Kalian ngapain aja, sih?"

Miiko diam sejenak. Nozomi tampak tertarik untuk ikut menimpali, "Miiko dan Tappei sudah jalan hampir satu bulan, kan? pernah kencan kan?" tanyanya memastikan.

"Oh―yeah, Kami pernah pergi ke Shibuya,"

"Denganku, Kenta dan Yuuko," tambah Mari lalu terkikik geli.

Kaoru dan Chiharu tergelak juga, "Yaampun, itu sih jalan bareng-bareng! Bukan kencan!"

"Kalian jangan mengharapkan drama apapun, deh!" kata Mari, "Mereka bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk bisa menyatakan perasan masing-masing! Ciuman di pipi pasti baru berani dilakukan setelah wisuda!" lanjutnya seraya mengejek. Ia menunjuk wajah Miiko dengan ujung sumpit. Dasar tidak sopan!

Sementara teman-temannya tertawa, si Gadis Yamada hanya cemberut.

.

.

.

"Akhirnya Ujian selesai!!"

Seruan penuh kelegaan hampir terdengar di seluruh kelas, Miiko dan beberapa orang lainnya merenggangkan tubuh. Duduk mengerjakan soal-soal selama 90 menit itu menyebalkan, apalagi kalau Kau tidak mengerti apa jawabannya. Tidak hanya bokong dan ototmu yang kaku, kepala pasti rasanya penat juga.

"Mari-chan~ ayo makan es krim~"

Sudah seminggu lalu Miiko ingin es krim, tapi Mari tidak mengindahkannya, seperti yang lain, sibuk membereskan peralatan sekolah, hendak pulang.

"Sori Miiko, aku harus ke Shogakukan, tidak bisa mampir―bye bye!"

Belum sempat ditahan Miiko, Mari sudah terburu keluar kelas. Menyebalkan, pokoknya kalau series terbaru ini diterima editor, Miiko akan menagih es krim dan crepes!

"Mana Shimura?"

"Mari-chan harus buru-buru ke kantor penerbit, mau mengirim naskah barunya," jawab Miiko tampak tak bersemangat.

"Kenta?"

Tappei mendengus, "Sudah pergi dari tadi, mau ketemuan sama Ogawa. Ayo Pulang," ajaknya.

Miiko seketika itu sadar kalau ini kali pertama Mereka pulang berdua saja. Selama ini setidaknya ada Mari dan Kenta yang bisa diajak pulang bersama, atau masing-masing kalau Tappei ada kegiatan ekskul.
Obrolannya ketika jam makan siang beberapa minggu yang lalu terngiang lagi, wajah Miiko jadi memanas.

Kalau dipikir-pikir, hubungannya dengan Tappei berjalan terlampau biasa-biasa saja. Memang apasih yang biasa dilakukan saat pacaran? Saling berkirim pesan? Saling menelepon? Miiko dan Tappei sudah sejak dulu melakukannya, meskipun sekarang frekuensinya jauh lebih panjang (Mama sedikit mengomel karena tagihannya).
Mereka masih sering adu mulut, Tappei tidak berhenti mengusili, meskipun sekarang perilakunya jadi lebih lembut dan sering flirting.

Dua tepukan ringan menyentuh kepala Miiko, gadis itu mendongak. Tappei memasang wajah meremehkan. "Ngelamunin apa, sih? Jangan bebankan kepala kecilmu dengan hal-hal rumit, nanti konslet lho.."

Tentu saja Miiko balas menggebuk bahu Tappei sekuat tenaga. Mereka saling mengejek, Miiko kembali jengkel, tapi tak lama gelak tawa terdengar mengiringi perjalanan mereka hingga stasiun.

Langkah Miiko menjadi ringan, bersama Tappei sangat menyenangkan. Miiko berpikir kalau cowok itu selalu bisa membuat dirinya nyaman, tidak tau bahwa Tappei pun juga beranggapan sana tentangnya.
Yah.. mau apapun yang lain katakan, yang menjalankan hubungan ini kan, mereka berdua.  Untuk saat ini, cukup syukuri yang ada saja.

"Tappei, kupikir aku akan mengambil parttime saat kelas dua nanti," Miiko berujar tiba-tiba.

Tappei dan Miiko duduk bersisian di kursi kereta. Rumah mereka searah, jarak dari sekolah hanya melewati tiga stasiun.

"Oh- Sudah tau dimana?"

"Mungkin di toko buku,"

"Jangan-jangan kamu sengaja parttime di sana buat baca komik gratis?" remeh Tappei, dilanjut dengan pekik sakit karena Miiko menendang tulang keringnya.

Cowok itu meminta maaf, "Hmm.. apa aku juga ambil parttime ya?"
Tappei sudah biasa membatu Ibunya di toko keluarga mereka, sepertinya kerja di salah satu kafe tidak buruk juga.

Miiko lantas menoleh ke arahnya. "Kenapa?"

Tappei meliriknya sekilas. Kereta berhenti di stasiun selanjutnya, beberapa orang mulai memadati gerbong.
"Yah, untuk cari uang tambahan.. jajanmu kan banyak. Aku menjaga kau tetap gembul saat kita kencan nanti,"

Batas sabar Miiko rasa-rasanya mulai surut, ketika akan meledak, tiba-tiba Tappei berdiri. Ada seorang nenek yang baru saja masuk, kereta cukup padat dan tidak ada yang mengalah untuk membiarkan orang tua untuk duduk.

"Silahkan,"

Si nenek tersenyum senang, ia mengangguk mengucap terima kasih bahkan setelah ia berhasil duduk di samping Miiko. Tappei hanya bergumam dengan wajah datarnya.
Miiko menatap Tappei bangga, gadis itu hendak berdiri juga tapi Tappei mendorong bahunya untuk kembali duduk di tempat.

"Tappei..,"

"Duduk."

"Aku mau temani Tappei berdiri,"

"Nanti aja, kalau kau capek berdiri terus Tulang kakimu memendek bagaimana?"

"Mana ada yag seperti itu?! Hmmph!" Pipi Miiko menggembung.

Nenek yang diberikan Tappei tempat duduk tersenyum simpul, tongkat kayu digenggamnya erat seraya menikmati pertengakaran menggemaskan dua remaja di sampingnya.

Kocchimuite, Love!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang