Alvin’s pov
11:00 WIB“Kenapa kau bersikeras untuk menjalankan hukumanmu? Kau tahu aku bisa mengalahkan mereka dengan sangat mudah. Kesaksian ketiga remaja putri itu ditambah Dani, semua sudah cukup untuk membantai mereka semua.” Aku menatap Frank yang merapikan berkasnya. Ku akui, dia bukan pengacara kaleng-kaleng.
“Aku sudah mengatakan segalanya padamu.”
Frank menghela napas panjang dan menatapku, “Atau hal termudah, kau bisa merayunya agar mencabut tuntutan terhadapmu. Bukankah darah lebih kental dari air?”
Aku menatapnya dengan wajah dinginku, “Aku tidak akan pernah melakukannya. Pertama, merayunya tentu menjatuhkan harga diriku. Kedua, ungkapan seperti itu tidak berlaku pada orang sepertinya. Kau tahu bagaimana sifatnya, disituasi seperti ini bicara dengannya adalah tindakan bodoh.”
“Perlukah aku melakukan sesuatu padanya?”
Aku menggeleng, “Tidak. Tidak perlu, Frank. Sudah biarkan saja mereka melakukan apa yang mereka inginkan, aku baik-baik saja berada disini.” Frank menatapku sendu, dia terlihat sedih aku mendekam di penjara.
“Hmm, bagaimana dengan keadaan yang lain? Mama baik-baik saja kan?”
Frank memejamkan matanya, “Sejak dimana kau disini, Nyonya Ralia tidak seramah biasanya. Sebagian dari kebahagiaannya hilang, Alvin. Dia benar-benar memaksaku bicara padamu sekali lagi, berharap banyak agar kau merubah keputusanmu itu.”
Senyumku mengembang, “Itulah yang membuatku mencintainya, Mama adalah wanita yang paling ku cintai di dunia ini. Setiap air mata yang keluar darinya harus dibayar mahal.”
“Kau pun harus membayar mahal atas itu.”
Hah, Frank benar. Tapi tak masalah bagiku, aku sudah memperhitungkan semuanya dan tidak keberatan sama sekali menebus kesalahan yang telah ku perbuat.
“Alvin.” Aku dan Frank menoleh, terlihat seseorang yang tak ingin ku sebutkan namanya bersama seorang wanita di sampingnya.
Aku berdiri dari dudukkku, “Lihatlah Frank, kita kedatangan tamu special.”
Pria itu melangkah mendekatiku, “Maafkan Papa, Alvin. Seharusnya Papa tidak mengatakan hal-hal buruk padamu saat marah, maaf Papa menyakiti hatimu. Saat itu Papa lepas kendali dan mengatakan segala hal tanpa pikir panjang.”
Wah, aku tidak menyangka dia datang dan menyesali perbuatannya secepat ini.
“Lalu apa yang akan anda lakukan, Pak Indra?” dengan sengaja ku tekankan kata ‘Pak Indra’, hal itu tentu saja membuat dua orang di depanku terkejut.
“Papa akan mencabut tuntutan-”
“Tunggu, apa tadi? Papa? Aku tidak salah dengar? Bukankah diantara kita sudah tidak ada hubungan ayah dan anak?” Pak Indra menatapku dengan mata sendunya yang membuatku muak, selalu saja seperti ini.
“Dan ya, Anda tidak perlu repot-repot mencabut tuntutan. Lebih baik saja berada dibalik teralis besi daripada bebas karena belas kasihan dari anda!”
“Papa tahu kau sangat marah dan membenci Papa. Baiklah, tidak masalah bagi Papa. Tapi, bisakah kau tidak bersikap seolah-olah kita ini orang asing?”
Mataku memicing, “Anda sendiri yang menyatakan bahwa Malvino tidak pantas menyandang nama Ralindra.”
“Alvin, maafkan Papa soal itu.”
“Ilyasha Indra Muhammad, selalu memutuskan sesuatu tanpa pikir panjang dan menyesalinya di kemudian hari. Saya sangat hafal dengan jalan cerita ini, dan kali ini akhir cerita akan berbeda.” Aku melangkah mendekat padanya dan menatapnya dengan tatapan dinginku. Kedua tangan Pak Indra mengepal kuat, mudah sekali memancing amarah pria satu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love : The Last Message
Romance"Enough, Alvin! Sudah cukup dengan semua ini!" Malvani Syafi'i Ralindra. "No, Alvan. No one can stop me, meskipun itu kau." Malvino Syafawi Ralindra "So, i must do this to take care of mine?" Canberra Farnaz Azra Alfarizi. "If you can't be mine...