Ten

4.2K 781 146
                                    

"Gue nggak nyangka Anza berantem sama Kak Erlang," komentar Luna. Elbi tidak menanggapi. Ia masih terlalu gelisah menunggu Anza yang masih berada di ruang BK.

"Itu tadi beneran Anza, kan?" Raya memastikan. "Anza yang berani melaporkan Kak Erlang dan teman-temannya yang merokok?"

Luna mengangguk, sedang Elbi masih saja diam. Sama seperti Luna dan Raya, Elbi juga tidak mempercayai apa yang dilihatnya tadi. Anza yang memukuli Erlang tidak terlihat seperti Anza yang biasanya. Mata Anza yang memerah karena berkabut amarah tampak menyeramkan. Elbi benar-benar tidak mengenali Anza.

"Kenapa Anja mukul Erlang?" Elbi mengguman lirih. "Ini bukan karena gue, kan?" tanyanya pada Luna dan Raya.

Luna dan Raya saling lirik. Mereka juga tidak mengetahui alasan pasti Anza berbuat seperti itu. Kata beberapa orang saksi mata, Anza tahu-tahu sudah menyerang dan memukulinya bertubi-tubi. Erlang sempat membalas, tetapi Anza jauh lebih kuat dan siap sehingga Erlang kembali harus menangkis semua pukulan Anza.

"Elbi?" Elbi yang merasa dipanggil akhirnya mendongak.

"Tante Andin ...."

Andin—Mami dari Anza menatap Elbi dengan raut cemas. Sepertinya pihak sekolah memanggil Mami Anza karena kasus perkelahian Anza dengan Erlang. "Apa yang sebenarnya terjadi, Bi?" tanya Andin.

Elbi menggeleng. "Tadi Elbi cuma lihat Anja berantem, Tante. Elbi nggak tahu. Maafin Elbi."

Andin menggeleng sambil mengulas senyum tipis. Ketika tersenyum, Elbi bisa melihat senyum Anza di sana. "Ini bukan salah kamu, Elbi. Tante masuk dulu, ya?"

Elbi mengangguk pelan. Dengan segera Andin memasuki ruang BK meninggalkan Elbi berharap cemas di luar ruangan. Tidak lama setelah Andin masuk, pintu ruangan kembali terbuka. Elbi terkesiap. Anza dan Erlang keluar dari ruang tersebut dengan wajah lebam.

"Elbi?"

Elbi tidak mempedulikan Erlang. Ia justru menghampiri Anza yang masih tidak menyadari keberadaannya. "Anja ...."

Anza mengerjap, kesadarannya dikumpulkan kembali. "Kakak Elbi?" Kedua mata Anza masih memerah. Elbi rasa, emosi Anza belum mereda. "Kakak Elbi sedang apa di si—" Anza menggantung kalimatnya. Seharusnya Anza bisa menebak. Elbi pasti menunggu Erlang.

"Kamu berdarah," Elbi meringis memperhatikan sudut bibir Anza yang terluka. "Ikut aku, yuk!"

Anza terkesiap saat Elbi menarik tangannya. Kedua mata Anza mengerjap pelan. Elbi di sini bukan untuk Erlang, tetapi untuk dirinya?

"Ayo, Ja!" Anza menurut, mengikuti ke mana Elbi membawanya.

Sedang Erlang, masih berdiri di depan ruang BK. Menatap kepergian Elbi dengan pandangan nanar. Erlang merasa dirinya sudah kalah.

O0O

Anza mengeram ketika Elbi membersihkan luka di sudut bibir Anza dengan kapas yang telah dibasahi oleh air. Rasa perih makin menjalar, membuat Anza merintih saat luka itu diberi antiseptik. Bukan hanya luka di sudut bibir, Elbi juga membantu mengompres sudut mata Anza yang lebam. Pukulan Erlang memang sempat mengenai sudut matanya sebelum Erlang kembali dijatuhkan oleh Anza.

Suasana canggung melingkupi keduanya sejak memasuki ruang UKS. Tidak ada seorang pun di UKS kecuali petugas piket yang baru saja dipanggil keluar untuk mengobati luka Erlang di tempat terpisah. Elbi bersyukur Erlang tahu diri dengan tidak berobat di UKS. Karena pastilah Elbi tidak nyaman jika harus berada satu ruangan dengan Erlang.

"Kakak Elbi nggak masuk kelas?" tanya Anza pada akhirnya untuk memecah keheningan.

Elbi menggeleng. "Tanggung. Nanti aja pas jam ke 9 sekalian," katanya.

Something about AnzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang