Tahun-tahun kemarin Aku hanya bisa melihat dan menonton, betapa sibuknya kakak kelasku, betapa tegangnya mereka, betapa kerasnya mereka belajar, sampai setiap hari selalu dipenuhi dengan belajar, belajar, dan belajar.
Ikut bimbel di sana-sini, pulang selalu telat, bahkan sampai malam, dengan harapan bisa lulus penuh kebanggaan.
Dan kini bagianku merasakan itu, betapa lelahnya jadi siswa kelas tiga SMA, persaingan yang semakin sengit, membuatku yang hanya menggunakan beberapa Cc kapasitas otaknya ini merasa tertekan, rasanya pengap, seakan-akan oksigen menipis.
Entah sudah beberapa hari ini, Aku dan teman-teman yang lain pulang malam, akibat kelas tambahan diluar sekolah. Sepertinya sore ini Dewi Fortuna sedang tidak dipihakku, sungguh malang nasibku karena sekarang hujan turun begitu lebat, disaat Aku belum sampai di rumah. Sepertinya Aku akan pulang lebih larut dari biasanya, hujannya begitu deras, Aku harus menunggu layanan transportasi online yang sudah ku pesan beberapa waktu yang lalu, namun karena cuaca sedang hujan mungkin akan lama datangnya, Aku berharap bukan cuma Aku yang menunggu jemputan, tapi harapan hanya harapan, semuanya sudah pergi satu persatu, Ada yang nekad menerobos hujan dengan motornya, Ada yang memilih berjalan kaki dengan sebuah payung sebagai pelindung dari derasnya guyuran air mata langit, mungkin karena rumahnya dekat dengan tempat bimbel ini.
Aku harus menunggu didepan gedung bimbel ini, sampai layanan transportasi online ku datang, seorang diri. Ah, mengesalkan sekali.
"Fatimah, kamu belum pulang?" Sebuah suara lembut terdengar agak redup karena tertelan suara rintikan hujan yang deras. Bisa ditebak bahwa itu suara Ibu Hanum karena suara lembutnya yang khas. Ah, memang pernah suara bu Hanum lebih keras dari orang-orang.
"Belum bu, lagi nunggu taksi online, ibu baru mau pulang?" Tanya Ku kepada Bu Hanum, dia Salah satu pengajar Di tempat bimbel ini.
"Iyah udah dijemput sama suami ibu soalnya." Ucap Bu Hanum lembut, Ibu Hanum ini suaranya lembut hangat menyenangkan, membuat siapa saja Yang mendengarnya merasa nyaman.
"Kamu mau bareng sama ibu?" Tawar Bu Hanum.
Andai rumahnya searah denganku, Aku akan mengiyakan, daripada duduk sendirian disini, tapi sayang rumahku berlawanan arah dengan rumah Bu Hanum, dengan sangat menyesal Aku menolak ajakan Bu Hanum.
"Ah, makasih bu, kayaknya sebentar lagi layanan taksi onlinenya sampe."
"Oyasudah, Ibu duluan yah." Pamit Bu Hanum langsung menerobos tirai hujan yang lebat, dia nampak sedikit berlari.
Sekarang Aku benar-benar sendirian dipelataran tempat bimbel ini, sepi mulai merambat, dingin mulai menyusup, harusnya tadi aku bawa jaket.
Aku menatap maha tirai yang dibentuk oleh air hujan, mencoba menghitungnya, seberapa banyak air yang jatuh, namun tiba-tiba Ada seseorang yang duduk disamping ku, sontak Aku memalingkan pandanganku ke sosok yang baru saja membuyarkan hitunganku.
Sosok anak laki-laki sebaya denganku rupanya, ternyata bukan aku saja yang masih berada di sini.
"Hai!" Sapa anak laki-laki itu dengan ramah, dia tersenyum lebar bahkan bukan termasuk ke kategori senyum Karena deretan giginya nampak semua.
"Lagi nunggu hujan reda, ehem apa lagi nungguin Aku?" Ujar anak laki-laki yang masih aku tatap itu, dia kenapa, pertanyaan bodoh jenis apa itu, Aku benar-benar tercengang mendengarnya.
Bisa ditebak raut muka jenis apa yang sekarang terpasang diwajahku.
"Sante aja, cuma bercanda kok. Hehehe" dia tertawa, tawanya jenis tawa yang hangat dan berenergi untuk menularkan kepada siapa pun yang mendengarnya untuk tertawa juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
mini series of unfortunate
Teen Fictionkumpulan cerita pendek tentang ocean yang memancarkan langit.