B60

149 33 8
                                    

Peringkat

"Juara satu adalah..." Ucap Pak Gio yang dengan sengaja menghentikan kata-katanya membuat para murid penasaran.

Yudan mendengus, "Udah maju aja sana Cik."

"Belum dipanggil, Yud."

"Dih, yakin bangat lu juara satu."

Ciko tertawa kecil, "Gue cuma bercanda."

"Chiko Dwi Putra."

Tepuk tangan langsung terdengar di ruangan kelas. Doni bertepuk tangan dengan antusias sambil menatap kagum Ciko, sebaliknya Jala bertepuk tangan dengan malas.

Ciko tersenyum senang lalu maju mengambil rapornya, setelah ucapan selamat dari Pak Gio dan balasan terimakasih dari Ciko, dia kembali ke bangkunya sambil menatap puas nilainya.

"Lu gak bosan jadi juara satu mulu? Gue yang dengar aja bosan." Gerutu Yudan penuh rasa iri dan cemburu.

"Cih, bilang aja lu iri." Sambung Jala yang ada di depan Ciko tanpa berbalik.

"Nyenyenye..." Ejek Yudan sambil mengerucutkan bibirnya.

Ciko memukul bahu Yudan penuh empati, "Sabar, masih ada semester depan Yud."

Yudan menatap Ciko sinis, "Semester kemarin, lu juga bilang gitu."

Setelah pengumuman juara dua dan tiga, akhirnya Pak Gio membagikan buku rapor tanpa menyebut juara.

Yudan memasukan buku rapornya ke dalam tas tanpa melihat isinya. Sedangkan Doni menatap ngeri rapornya, membuat yang lain penasaran.

"Lu peringkat berapa?" Tanya Jala.

"lima belas. Serius, kapan gue sepintar ini?" Ucapnya terkejut. Setelah sekian lama melihat angka dua puluhan ke atas, akhirnya ada juga angka belasan di rapornya.

Jala hanya diam sambil melirik malas rapornya.

"Lu berapa?" Tanya Doni antusias.

"Buruk."

"Berapa?" Tanya Doni semakin penasaran.

"Sebelas."

"..."

Doni langsung menoleh ke belakang, "Yud, lu peringkat berapa?"

Yudan mendengus kesal. "Jangan nanya!"

"Dia belum periksa, Don."

"Lah, kenapa?"

Ciko menaikan bahunya, "Gak tau."

Beberapa saat setelah Pak Gio keluar, Heri datang dengan senyum merekah. "Hai Ogi!" Sapa Heri pada Ogi.

Murid jurusan sosial itu langsung mengambil buku rapor yang ada di meja Ogi lalu menggeleng penuh prihatin. Dia mengembalikan buku rapor tersebut ke meja dan memukul pelan bahu Ogi. "Belajar yang giat." Nasehatnya.

"..." Nilai gue gak seburuk itu! Batin Ogi dengan kesal.

Heri lalu mengambil bangku kosong dan meletakan ke samping meja Ciko. Dia duduk di bangku tersebut dengan nyaman, "Hehe, hai semua!"

Tiada jawaban.

"Hai juga Heri!" Balas Heri pada dirinya sendiri.

Doni memajukan dirinya ke Heri, sambil berbisik, "Ogi peringkat berapa, Her?"

Heri melirik Ogi sebentar lalu terkekeh, dia menjawab dengan suara yang keras. "Oh, Ogi, dia peringkat dua belas."

Plak

"Berisik lu, bego!" Jala melemparkan Heri buku rapornya keras.

Heri terkekeh dan mengambil buku rapor Jala yang terjatuh di lantai. "Hehe, Jala, gue menang." Ujarnya senang saat melihat peringkat Jala.

"Peringkat lu berapa Her?" Tanya Doni penasaran.

"Lebih tinggi lah dari Jala ama Ogi. Haha... Ngalahin Jala serasa berhasil hancurin bumi." Ucap Heri sambil tertawa bahagia.

Ogi, "..." Jadi cita-cita lu adalah hancurin bumi, ngapain lu sekolah kalau gitu?

Jala dengan kasar merebut kembali rapornya dan menyimpannya ke dalam tas. Dia kembali duduk dengan tenang sambil memainkan ponselnya.

"Berapa emang peringkat lu?" Desak Doni.

"Hehe, sembilan belas."

Plak

Ponsel melayang ke arah Heri. Heri langsung memasang wajah sedih dan memungut ponsel Jala, "Apa lagi salah gue, Jal?"

Jala merebut ponselnya yang layarnya udah retak-retak karena sering di lempar. "Lu banyak bacot."

"Hehe, kalau lu Yud, peringkat berapa?"

Yudan mendengus tanpa menjawab.

"Jangan nanya dia, dia aja belum liat." Ucap Doni yang membuat Heri terkekeh.

"Kenapa?"

"Gak tau."

Heri berpikir sebentar, "Tapi gue kepo." Ucapnya.

Doni dan Ciko mengangguk setuju.

Wajah Heri langsung bercahaya, "Hehe, Yudan lu mau kasih tau atau gue cari tau?"

Yudan langsung memeluk tas polonya dengan erat, "Jangan dekat-dekat!"

"Hehe, Cik, Don, Jala, pegang dia!" Perintah Heri.

Karena penasaran memenuhi puncak mereka tidak protes dan menurut. Ciko dengan sigap memegang tangan kanan Yudan, Doni langsung keluar dari tempat duduknya dan memegang tangan kiri Yudan. Yudan langsung meronta dengan kekuatan penuh, kakinya menendang-nendang Ciko dan Doni. "LEPASIN GUE!" Teriaknya marah.

Jala menahan kedua kakinya hingga tiada yang bisa Yudan lakukan selain berteriak.

Dengan senyum licik, Heri mengambil tas Yudan dan mengeluarkan buku rapor yang berwarna abu-abu. Dia membuka buku tersebut dan terkesiap kagum.

"Gue nyerah lawan Yudan." Ucap Heri yang membuat yang lain penasaran, bahkan Yudan.

"Berapa emang?"

"Tiga dua. Pfft..."

BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang