Hai hai! Assalamu'alaikum, yorobun! Mohon maklumi diriq yang masih amateur ini ya, gehehe:") I hope you guys like and always waiting for this story. Don't forget to love, rate, share, comment, n give me a tons of support to this, plz🤍
Hatur thank u, selamat membaca, zeyenks!__________
Teng!!!!!!........
Bel pulang berbunyi begitu nyaring, menggema di lorong-lorong sekolah bermarmer putih itu."wisss... Dini! Gilak gilak!"
Dini yang hendak mengeluarkan sepeda motor barunya dari parkiran sekolah itu, sontak menolehkan kepala ke arah sumber suara barusan. Tentu saja, siapa lagi kalau bukan Wulan. Sahabatnya ini tipe orang yang lebay, sangat lebay. Wulan begitu energik hampir di semua hal, termasuk yang satu ini.
Jika Dini pergi ke suatu tempat dengan Wulan, ia harus menyiapkan muka tebal terlebih dahulu. Bukan apa-apa, seakan dunia ini hanya dihuni oleh Wulan sendiri sebab begitu antusias ke segala sesuatu. Bahkan tak merasa jaim teriak-teriak di keramaian hanya untuk menceritakan kisah absurd-nya sehari-hari.
Entah mimpi apa Dini semalam memiliki sahabat seperti ini. Tapi yang jelas, Wulan juga salah satu orang yang sangat ia sayangi. Dibalik sifat nyeleneh Wulan, ia merupakan pribadi yang begitu hangat, ceria, peduli, dan tidak sombong, hehe.
"itu suara kapan abisnya dah, Lan? Tiap hari gak capek apa, pita suara kamu teriak-teriak mulu?"
Sahut Dini sarkas sambil tersenyum. Sontak Wulan yang mendengar penuturan sahabatnya itu, bukannya kesal malah tersenyum lebar memamerkan deretan gigi rapinya. Selain absurd, sahabatnya ini dikaruniai wajah yang imut dan manis, syukurlah ada nilai plus sebutir– eh, seorang Wulan, maksudnya.
"sejak kapan dibolehin bawa motor, Din? Bukannya tante Mai aja takut setengah mati kalo kamu udah megang spion motor? Kesambet ya?"
Dengan cepat Dini beristighfar mendengar pertanyaan yang cukup gila dari mulut karibnya ini.
"Entar kamu yang kesambet, lho,"
"Jadi gini, mama bilang cuma ngebolehin aku buat hari ini aja, soalnya hp aku dibawa Fika tadi, jadinya ... ga bisa mesen ojek, deh" sambung Dini.
Wulan hanya mengangguk paham dan membulatkan mulut seperti huruf O.
"Kalo gitu, nebeng pulang dong, Din! Kapan lagi kan, ya, dibonceng pake motor baru, ehehe!"
"loh? Bukannya tiap sekolah, kamu bawa motor?"
Sedetik kemudian raut wajah Wulan berubah murung, jarang-jarang Dini melihat ekspresi Wulan yang seperti ini. Terakhir kali ia melihat wajah sahabatnya bersedih adalah waktu Wulan kehilangan novel kesukaannya 3 bulan yang lalu.
"Kemarin aku ditilang gegara gak helm. Kamu kan tau, aku pinjem helm punya ibu terus, kebetulan kemarin itu ibu pergi kondangan, dibawa deh itu helm,"
"Ya ... gimana lagi kan ya, terpaksa deh aku gak pake helm pas pergi ke luar. Sebenernya sih, ada satu helm di rumah, tapi udah abuan, laba-laba juga bikin rumah di tuh helm, mending ga pake helm itu dah, eh pas di bundaran kena tilang, SIM juga belum ada lagi, apes banget, Din"
Dini ikut kasihan sekaligus tertawa tipis karena ekspresi sahabatnya yang satu ini. Bukan bermaksud meremehkan, namun, mau Wulan cerita sedih, senang, terharu, muka tembemnya itu terlihat begitu menggemaskan. Alhasil Dini hanya bisa mengangguk sambil menahan gelak tawanya. Di mana lagi bisa dicari sahabat yang limited edition seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
siap pak! 『ONGOING』
RomanceRamadini, gadis 17 tahun yang baru mendapatkan simnya sekaligus diberi hadiah motor baru dari sang orangtua. Siapa yang gak kegirangan coba, mendapat motor lalu langsung digunakan. Bukan hari sial atau apa, hanya saja Dini sedang tidak ditakdirkan b...