MASA LALU

103 5 0
                                    

Pak Robert berpikir keras mencoba mengingat kejadian 18 tahun yang lalu.

" Sepertinya wanita di dalam lukisan itu membawa anak kita Bu. "

" Tidak mungkin Yah. Itu tidak mungkin kecuali ... "

Clarissa berhenti sejenak mencoba mengingat sesuatu.

" Oh My Good, bercak darah ini sepertinya darah anak kita. "

" Maya, coba ceritakan apa yang terjadi semalam ! "

Pak Robert meminta Maya menceritakan semua hal yang terjadi semalam.

" Tadi malam Rani ngigau Om, dia berteriak sampai Maya terbangun. Lalu Maya menyuruhnya tidur kembali, dan setelah itu Maya tidak tahu apa-apa lagi karena Maya ngantuk banget. Pas tadi Maya cari-cari, ternyata Rani tidak ada di kamar dan hanya ada lukisan tua itu tergeletak di lantai dengan bercak-bercak darah yang tercecer. "

" Sepertinya ini benar darah Rani Bu. Wanita di dalam lukisan itu terbebas dari kutukannya setelah tetesan darah Rani mengenai lukisan itu. "

" Kita harus mencarinya kemana Yah, Ibu gak mau kehilangan anak kita. Hiks hiks hiks ... Rani kamu dimana anakku ? " Clarissa akhirnya menangis.

" Tante jangan sedih ya, Maya jadi ikutan sedih nih. Hiks hiks hiks ... " Maya pun ikut menangis merangkul Clarissa.

" Sudah jangan nangis, lebih baik kita lihat CCTV dulu, mungkin Rani hanya keluar sebentar. " Pak Robert mencoba menenangkan istrinya, lalu segera memeriksa monitor setiap CCTV yang terpasang di rumahnya. Cukup lama memantau tapi tak ada satupun Rani di layar monitor itu.

" Gak ada kan Yah. Anak kita pasti di bawa oleh perempuan di dalam lukisan itu. "

" Om, Tante maaf, sebenarnya apa hubungannya Rani dengan lukisan itu ? "

Clarissa dan Robert saling berpandangan. Lalu Pak Robert menceritakannya apa hubungan Rani dengan lukisan itu.

" 18 Tahun yang lalu, Om dan Tante menemukan mobil yang terdampar di pinggiran jurang, mobil itu mengalami kecelakaan. Kapnya terbakar. Sebelum mobil itu meledak, Om dan Tante mencoba menolong semua penumpang yang berada di dalam mobil itu, termasuk mengeluarkan semua barang-barangnya. Mereka adalah sepasang suami istri dan seorang bayi perempuan. Setelah mereka aman, tak lama mobil itu meledak dan masuk ke dalam jurang. Lalu kami mencoba membawa mereka ke Rumah Sakit terdekat. Di dalam perjalanan menuju Rumah Sakit, mereka berpesan pada kami untuk menjaga bayinya. Dan menjauhkan bayi tersebut dengan lukisan tua yang mereka bawa. Mereka berkata jangan sampai ada setetes darah dari bayinya menetes pada lukisan itu. Lalu wanita yang tak lain adalah ibu dari bayi itu memberikan kalungnya pada bayinya, dia berkata " Kalung ini adalah pelindungmu nak. " Setelah itu mereka meninggal. Om dan Tante belum sempat bertanya pada mereka. Tapi Om menemukan secarik kertas yang berisi pesan, jangan biarkan satu tetes darah anakku mengenai lukisan itu, karena tetes darahnya akan membawanya jauh dan menghidupkan wanita dalam lukisan itu. Jangan pernah membakar lukisan itu karena nyawa anakku akan jadi taruhannya. Om tidak tahu untuk siapa surat itu di tulis. "

" Jadi Om dan Tante bukan orang tua kandungnya Rani dong ? Lalu apa hubungannya lukisan itu dengan Rani ? Maya gak ngerti. "

Kening Maya berkerut, bibirnya mengerucut, tangannya memijat pelipis. Dan tiba-tiba Maya berteriak sampai membuat Clarissa dan Robert tersentak kaget.

" Ah ... ya ya ya ... kita harus mencari petunjuk selanjutnya. Om Tante jangan khawatir ya, Maya pasti bantu untuk menemukan Rani kembali. Maya akan meminta bantuan pada Ramon, dia anak indigo yang bisa menerawang. "

--------------------------------------------------------------------------------

" Aurora aku lapar nih, rasanya sudah beberapa hari perutku tidak di isi. Lemes jadinya tubuhku. "

" Baru juga 15 menit malah bilang beberapa hari. "

Aurora melihat ke arah Rani yang sedang mengusap-ngusap perutnya karena lapar.

" Kriukk kerebek kerebek " Perut Rani terdengar berbunyi. Aurora terkekeh mendengarnya.

" Ya sudah kamu tunggulah di sini, aku akan mencari makanan untukmu. Ingat ! Jangan pernah keluar dan pergi kemana-mana. Tunggu di sini sebentar. "

" Aku gak mau di tinggal, aku takut. "

" Sebentar saja. Tidak akan lama. "

" Tapi ... " Belum selesai Rani bicara, tanpa ba bi bu Aurora pergi secepat kilat mencari makanan. Hingga beberapa saat, Rani terkesiap mendapati dirinya dalam gelap, dia kini sendirian di lorong itu. Tiba-tiba tubuhnya meremang dan menegang. Hawa dingin mendesir di sekitarnya.

" Wussh ... " embusan angin menerpa tubuhnya.

" Tuhan aku takut, Mimpi burukkah ini ? Oh tidak ini adalah nyata sekarang. Ayah ... Ibu ... aku takut.  Hiks hiks hiks.  "

Kini terdengar suara tawa cekikikan memenuhi lorong itu.

" Hi hi hi hi hi ... kau sekarang tidak akan selamat dari cengkeramanku. "

" Siapa kau ? Pergi sana, jangan ganggu aku. "

Tubuh Rani mematung melihat sosok perempuan tua dengan wajah menyeramkan, rambutnya panjang memutih, dengan sebuah tongkat berkepala ular, kukunya panjang. Kini terciun bau anyir menyeruak, disertai bau bangkai yang membuat perut Rani mual. Tak hanya sosok wanita tua, tapi juga ada beberapa makhluk yang menempel di dinding lorong, makhluk itu menjulurkan lidahnya. Matanya merah membara, kukunya panjang, kulitnya bersisik. Mereka mengitari Rani dengan lidah yang menjulur-julur dan gigi yang bertaring siap menggigit Rani.

"Ya Tuhan tolong aku. Aurora cepatlah kembali aku takut. Hiks hiks hiks ... "

" Hi hi hi hi ... Aurora tidak akan kembali. Dan aku akan membawamu ke tempatku lalu aku akan mencincang dan memakan dagingmu. Hi hi hi hi  "

Wanita tua itu tertawa puas, tawa yang menyeramkan. Terdengar lolongan srigala tak berhenti, disertai suara cicit kelelawar yang berterbangan di lorong itu. Rani tampak lemas, keringat bercucuran di keningnya. Matanya terpejam enggan melihat semua makhluk yang sedang mengitarinya. Tubuhnya bergetar. Rani teringat teman kecilnya yang selalu ada disaat dia terpuruk. Hatinya memanggil teman kecilnya itu.

" Kunang-kunang datanglah, aku takut sendirian, mereka mau membunuhku. Datanglah untukku di sini. Aku percaya kamu mendengarku. "

Rani memegang liontin kalungnya. Tak lama sinar terang muncul setitik, lalu lama-lama bertambah terang. Cahayanya menyinari seluruh lorong itu. Hingga membuat makhluk dalam kegelapan itu kalang kabut dn menjerit kesakitan.

" Kamu licik Rani, tunggu pembalasanku, aku akan membunuhmu segera. " Wanita tua itu pergi membawa kedongkolan.

" Buka matamu Rani, aku di sini bersamamu. "

Terdengar suara seorang pria di dekatnya. Perlahan Rani membuka matanya. Sampai akhirnya tubuhnya sudah tidak sanggup lagi berdiri. Pandangan Rani berputar-putar, wajahnya memucat. Dan sebelum Rani ambruk, tangan pria itu segera merangkul dan menyanggah tubuh Rani.

LUKISAN HIDUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang